ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Kamis, 14 November 2013

Dibalik Pekik Takbir Bung Tomo yang Terlupakan Kini

Surabaya, Sabtu 10 November 1945 yang bertepatan dengan tanggal 4 Dzulhijjah 1364 H, di hari hari penuh keutamaan di awal Bulan Dzulhijjah.  Bung Tomo yang bernama asli Sutomo, berpidato dengan lantang dimulai dengan Basmallah dan diakhiri Takbir yang membahana dan berhasil menggetarkan hati setiap mukmin sejati Surabaya untuk berjihad fii sabilillah melawan tentara sekutu yang hendak menduduki Indonesia.

Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.
Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan,
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka

Saudara-saudara….
Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan,
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.
Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini.
Maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran.
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri.
Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
Saudara-saudara kita semuanya.
Kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu,
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya.
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini.
Dengarkanlah ini tentara Inggris.
Ini jawaban kita.
Ini jawaban rakyat Surabaya.
Ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian.
Hai tentara Inggris!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu.
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara….
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara….
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
(Transkrip pidato Bung Tomo dalam Gerakan 10 Nov 1945 Bagian 1)

_________________________________________________________



Di Balik Pekik Takbir Bung Tomoadalah Resolusi (Fatwa) Jihad Para 'Ulama


HARI Pahlawan akan kita peringati pada 10 November besok. Yang perlu kita dicermati dari peringatan itu adalah kontribusi konkret agama dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Kalimat takbir Allahu akbar yang diserukan Bung Tomo dari stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) ditangkap oleh rakyat sebagai panggilan jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berumur 85 hari. Peristiwa heroik itulah yang dicatat sejarah sebagai salah satu faktor penting bagi eksistensi Indonesia yang sudah berusia 64 tahun pada 2009 ini.
Memang, menyinggung perang di Surabaya tidak lepas dari sosok Bung Tomo yang baru tahun kemarin "resmi" diangkat sebagai pahlawan. Dialah orator ulung yang menggerakkan rakyat Surabaya untuk menghadang Sekutu. Pagi hari menjelang penyerbuan Inggris, Bung Tomo mengobarkan semangat perlawanan rakyat lewat corong radio pemberontakan.

"Bismillahirrahmanirrahim... Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab, Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu akbar..! Allahu akbar..! Allahu akbar...! Merdeka !".

Kalimat basmalah sebelum pidato serta takbir menjelang penutupan pidato tersebut tentu cukup menarik untuk dicermati. Sebab, menilik latar belakangnya, Bung Tomo hampir tidak pernah menjalani aktivitas yang erat kaitannya dengan dunia santri.

Sejak lahir pada 3 Oktober 1920 hingga perang "bonek" itu pecah, dia lebih banyak bersentuhan dengan kalangan nonsantri. Jika Surabaya ketika itu punya dua "area" santri -Ampel dan Plampitan- Bung Tomo pun bukan "alumnus" kedua-duanya.

Pertanyaannya, kenapa Bung Tomo begitu fasih memekikkan takbir untuk menggugah perlawanan? Jawaban klise adalah Bung Tomo memiliki kedekatan dengan para ulama. Sudah tentu, jawaban tersebut kurang memuaskan karena pada zaman itu setiap ideologi bisa berdialog tanpa harus kehilangan identitas. Misi merebut dan mempertahankan kemerdekaan berhasil mendekatkan jarak antarideologi. Meskipun, dalam babak Indonesia selanjutnya, "pertarungan" itu cukup keras.

Disertasi William H. Frederick, In Memoriam: Sutomo, tampaknya, menjadi benang merah untuk menjawab misteri takbir Bung Tomo. Buku yang diterjemahkan dengan judul Bung Tomo: Pandangan dan Gejolak (1979) itu menyebutkan, pekik takbir dilakukan setelah melalui perhitungan psikologis yang cukup matang. Takbir digunakan untuk menarik perhatian umat Islam yang berada di Surabaya, tetapi belum terjaring dalam perlawanan. Artinya, Bung Tomo, sepertinya, cukup tahu bahwa pejuang yang terjun di lapangan adalah kalangan santri, yang sebagian besar datang dari luar kota.
Faktanya, pidato menggelora Bung Tomo membuat semangat heroisme para pejuang di lapangan semakin mantap. Sebab, dalam tradisi Islam, penggunaan takbir untuk mempertahankan tanah air sama halnya dengan panggilan perang suci. Pidato Bung Tomo seakan menjadi sangkakala dimulainya sebuah pertempuran yang sulit dibedakan sebagai tindakan berani atau bodoh. Meski bersenjata seadanya, rakyat dengan gagah berani berhadapan langsung melawan tentara Inggris yang akan menyelundupkan tentara Belanda. Perang face-to-face itulah yang membedakan Surabaya dengan daerah lain yang cenderung memilih taktik gerilya.

Benang merah keterkaitan itu semakin terlihat dengan "terkuaknya" resolusi jihad yang difatwakan Nahdlatul Ulama (NU) 18 hari sebelumnya. KH Hasyim Asy'ari memerintah KH Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syamsuri mengadakan rapat dengan kiai se-Jawa dan Madura di Kantor PB Ansor NU, Jalan Bubutan VI/2, 22 Oktober 1945. Pada 23 Oktober 1945, atas nama Pengurus Besar NU, Kiai Hasyim mendeklarasikan jihad fi sabilillah. Fatwa itulah yang kemudian disahkan dalam Muktamar Ke-16 NU di Purwokerto pada 26-29 Maret 1946.

Lima butir resolusi jihad adalah; pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan; kedua, RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong; ketiga, musuh RI ialah Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan tentara Sekutu; keempat, umat Islam harus mengangkat senjata melawan Belanda dan tentara Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali; dan kelima adalah perang suci wajib bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, bantuan material bagi yang berada di luar radius tersebut.

Butir-butir resolusi jihad itu menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 harus dipertahankan oleh seluruh rakyat Indonesia. Seturut dengan resolusi jihad itu, berbagai ulama meresistansi keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Di Jogjakarta, misalnya, Ketua PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo menegaskan perang kemerdekaan adalah jihad fi sabilillah. Siapa yang belum pernah ikut berperang melawan penjajah dan bahkan hatinya tidak berhasrat, status munafik akan mengiringinya saat meninggal dunia.
Resolusi jihad mampu menyulap berbagai pesantren dari tempat pendidikan menjadi markas laskar Sabilillah dan Hizbullah untuk diberangkatkan ke Surabaya. Di antara alumnus dua laskar yang masyhur ikut bertempur di Surabaya adalah KH Munasir Ali, KH Yusuf Hasyim, KH Baidowi, KH Mukhlas Rowi, KH Sulanam Samsun, KH Amien, KH Anshory, dan KH Adnan Nur. Namun, panggilan hati sebagai penjaga umat membuat para kiai itu tidak melanjutkan karir militernya secara maksimal setelah revolusi fisik. Mereka pun kembali mengasuh pesantren. Bahkan, menyingkir dari arena politik sama sekali.

Untuk kondisi sekarang, peran mereka yang begitu heroik mungkin sudah "dilupakan" oleh generasi kontemporer. Sebab, kiprah mereka memang tidak terdokumentasi dalam buku sejarah Indonesia konvensional, lebih-lebih bahan pembelajaran di sekolahan. Namun, pekik takbir Bung Tomo yang laris diputar setiap 10 November adalah bukti bahwa ulama bertaruh nyawa mempertahankan kemerdekaan. (*)

*). Muh. Kholid A.S., redaktur pelaksana Majalah MATAN PW Muhammadiyah Jatim



Akhirulkalam,semoga Bung Tomo dan kaum Muslimin yang berjihad dan menjadi syahid di perang tersebut mendapatkan pahala yang berlimpah, apalagi di saat itu saat yang berkeutamaan sepertihalnya perkataan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :


مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dan semangat Jihad beliau diikuti oleh generasi selanjutnya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar