ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Senin, 05 Desember 2016

Cara Mandi Wajib/Mandi Junub Sesuai Sunnah

Ketika seorang muslim junub, baik karena berhubungan atau mimpi, maka ia wajib mandi agar kembali suci. Berikut ini tata cara mandi junub sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits shahih:

1. Niat mandi wajib

Mulailah dengan niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar. Niat ini membedakan mandi wajib dengan mandi biasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Semua amal tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

2. Membersihkan kedua telapak tangan

Siram/basuhlah tangan kiri dan bersihkan dengan tangan kanan. Pun sebaliknya, siram/basuhlah tangan kanan dan bersihkan dengan tangan kiri. Ulangi tiga kali

“Dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya tiga kali…” (HR. Muslim)

3. Mencuci kemaluan

Cuci dan bersihkan dari mani dan kotoran yang ada padanya serta sekitarnya

4. Berwudhu

Ambillah wudhu sebagaimana ketika hendak shalat

5. Membasuh rambut dan menyela pangkal kepala

Masukkan telapak tangan ke air, atau ambillah air dengan kedua telapak tangan (jika memakai shower), lalu gosokkan ke kulit kepala, lantas siramlah kepala tiga kali.

6. Menyiram dan membersihkan seluruh anggota tubuh

Pastikan seluruh anggota tubuh tersiram air dan dibersihkan, termasuk lipatan atau bagian-bagian yang tersembunyi seperti ketiak dan sela jari kaki.

Langkah ke-3 hingga ke-6, dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
 “Dari ‘Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mandi karena junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, lalu memasukkan jari-jarinya ke dalam air dan menggosokkannya ke kulit kepala. Setelah itu beliau menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Al Bukhari)

Dari Aisyah dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut hingga rata. Setelah selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki.” (HR. Muslim)


Demikian tata cara mandi junub sesuai tuntunan Rasulullah. Meskipun rukunnya hanya dua, yakni niat dan membasuh semua permukaan kulit serta rambut, hal-hal lainnya adalah sunnah. Yang jika kita mengamalkannya, insya-allah bukan hanya kita suci dari hadats besar, tetapi juga mendapatkan pahala karena mengikuti sunnah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kamis, 03 November 2016

Hakekat dan Pengertian Thaharah

Makna thaharah adalah bersuci dan membersihkan. Dalam terminologi Islam, thaharah ada dua macam: thaharah maknawi dan thaharah hissy. Adapun thaharah maknawi: yaitu mensucikan hati dari syirik dan bid’ah (mengadakan suatu hal yang baru) dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wata’alla, dan dari sifat dendam, hasad, marah, benci dan yang menyerupai hal itu, dalam bergaul dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wata’alla dimana mereka tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu.
Adapun thaharah hissy: yaitu mensucikan badan, dan ia ada dua bagian:
1) menghilangkan sifat yang menghalangi shalat dan semisalnya dari sesuatu yang disyaratkan baginya bersuci
2) menghilangkan kotoran. Pertama kita akan membahas pertanyaan pertama tentang thaharah maknawi: yaitu mensucikan hati dari syirik dan bid’ah pada sesuatu yang terkait hubungan dengan hak-hak Allah Subhanahuwata’alla. Inilah bersuci yang paling agung. Dan hal tersebut diatas lah yang menjadi dasar semua ibadah. Ibadah apapun tidak sah dari seseorang yang hatinya berlumuran syirik, dan bid’ah apapun yang dilakukan hamba untuk mendekatkan diri kepada -Nya hukumnya tidak sah, yaitu yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahuwata’alla. Firman Allah Subhanahuwata’alla
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
” Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena kafir kepada Allah dan Rasul-Nya “. (QS. at-Taubah:54)
Dan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi awassalm bersabda:
“Barangsiapa yang melakukan amal ibadah yang tidak ada perintah kami atasnya maka ia ditolak.” (HR. Muslim no. 1718.)
Atas dasar inilah, maka orang yang menyekutukan Allah Subhanahuwata’alla secara nyata (syirik akbar), tidak diterima ibadahnya, sekalipun ia shalat, berzakat dan haji. Maka barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah Subhanahu wata’alla atau menyembah selain-Nya, maka sesungguhnya ibadahnya tidak diterima. Sekalipun ia beribadah kepadanya dengan ikhlas hanya karena Allah Subhanahu wata’alla semata, selama ia menyekutukan-Nya dalam bentuk syirik akbar dari sisi yang lain.
Karena inilah Allah Subhanahuwata’alla menggambarkan orang-orang musyrik bahwa mereka adalah najis. Firman Allah Subhanahuwata’alla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
” Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis,…” (QS. at-Taubah:28)
Dan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalm menafikan najis dari orang yang beriman, seperti dalam hadits:
“Sesungguhnya orang yang beriman tidak najis.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Inilah yang semestinya menjadi perhatian besar bagi orang yang beriman untuk membersihkan hati darinya.
Demikian pula ia membersihkan hatinya dari sifat iri, dengki, marah dan benci bagi orang-orang yang beriman, karena semua ini adalah sifat yang tercela, bukan akhlak orang yang beriman. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, tidak membencinya, tidak menyakitinya, tidak dengki kepadanya, akan tetapi ia mengharapkan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mengharapkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Sehingga
Rasulullah Salallahu’alaihi awassalm menafikan iman dari orang yang tidak menyukai untuk saudara sesuatu yang dia sukai untuk dirinya. Disebutkan dalam hadits:
Rasulullah Salallahu’alaihi awassalm bersabda:”Tidak beriman (yang sempurna) seseorang darimu sehingga ia menyukai untuk saudaranya sesuatu yang dia sukai untuk dirinya.” (HR. al-Bukhari no dan Muslim)
Kita melihat banyak ahli ibadah, taqwa dan zuhud serta sering pergi ke masjid untuk memakmurkannya dengan membaca al-Qur`an, zikir dan shalat, akan tetapi ia mempunyai sifat iri terhadap sebagian saudara mereka yang muslim atau dengki bagi orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wata’alla. Ini jelas mencemari ibadah yang dilakukannya kepada-Nya. Maka kita semua harus membersihkan hati dari sifat kotor ini terhadap saudara kita sesama kaum muslimin.
Adapun thaharah hissiyah: yaitu seperti yang saya katakan ada dua bagian:
1) menghilangkan sifat yang menghalangi shalat dan semisalnya yang disyaratkan thaharah baginya, dan
2) menghilangkan najis.Adapun menghilangkan sifat: yaitu mengangkat hadats kecil dan besar dengan cara membasuh empat anggota tubuh dalam hadats kecil, dan membasuh semua anggota tubuh dalam hadats besar. Bisa dengan air bagi yang mampu dan bisa juga dengan tayammum bagi orang yang tidak mampu memakai air. Dalam hal ini Allah Subhanahuwata’alla menurunkan firman- Nya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Maidah:6)
Adapun jenis yang kedua: yaitu thaharah dari najis, yaitu setiap benda yang diwajibkan kepada hamba agar menjauhkan diri darinya dan bersuci darinya, seperti kencing, kotoran dan semisal keduanya yang dijelaskan oleh syari’at tentang najisnya. Karena inilah para ahli fikih berkata: thaharah bisa jadi dari hadats dan bisa jadi dari najis. Dan menunjukkan bagi jenis ini, maksud saya thaharah dari kotoran, hadits yang diriwayatkan oleh ahlus sunan, bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi awassalm shalat bersama para sahabatnya pada suatu hari. Lalu beliau melepaskan sendalnya maka para sahabat melepaskan sendal mereka. Maka tatkala Nabi Muhammad Salallahu’alaihi awassalm berpaling (setelah salam), beliau bertanya kepada mereka: “Kenapa mereka melepas sendal mereka? Mereka menjawab: ‘Kami melihat engkau melepaskan sendal maka kami melepaskan sendal kami. beliau bersabda:
Rasulullah Salallahu’alaihi awassalm bersabda: “Sesungguhnya Jibril ‘alaihi sallam datang kepadaku seraya mengabarkan bahwa pada kedua ada adza.”
Maksudnya ada kotoran. Inilah pembicaraan tentang pengertian thaharah.
Referensi :
Syaikh Muhammad al-Utsaimin, Fiqhul Ibadah, hal 112-114.

Jumat, 07 Oktober 2016

Tata Cara Wudhu Sesuai Dengan Tuntunan Rasulullah

Seseorang yang ingin mengerjakan shalat haruslah berwudhu' terlebih dahulu, karena Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman: "Hai orang yang beriman, jika kamu ingin menegakkan shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku, sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki, jika kamu junub (hadats besar) maka mandilah... (QS. al-Maidah/5: 6)

Adapun tata cara berwudhu yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diajarkan oleh 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang diriwayatkan oleh 'Imran bekas budak 'Utsman, bahwasanya 'Utsman bin 'Affan meminta untuk dibawakan air wudhu', lalu ia membasuh tangannya tiga kali, kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam lubang hidung dan mengeluarkannya kembali tiga kali, kemudian beliau membasuh wajahnya tiga kali, kemudian ia membasuh tangan kanannya sampai dengan siku tiga kali, kemudian tangan kiri seperti itu juga, kemudian dia menyapu kepalanya, kemudian ia membasuh kaki kanannya sampai dengan kedua mata kaki, kemudian kaki kirinya seperti itu juga, lalu ia berkata: Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu' seperti wudhu'ku ini, lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhu'ku ini (maksudnya wudhu' Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) lalu ia bangkit mengerjakan shalat dua raka'at dan tidak berbicara dalam hatinya (dalam urusan dunia), maka Allah Subhanahu wa Ta'aala  akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'aala menjelaskan tata cara berwudhu' secara global, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya secara terperinci, baik melalui perkataan ataupun perbuatan, yaitu:

1. Niat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Hanya saja amalan itu tergantung kepada niat, dan seseorang mendapatkan pahala dari apa yang diniatkannya." (Bukhari Muslim).

Niat adalah keinginan dan tekad untuk melakukan sesuatu. Maka niat itu letaknya di hati dan tidak dilafazkan di mulut. Apa yang dilakukan oleh sebagian orang sebelum berwudhu dimana ia berkata: Sengaja aku berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil untuk mengerjakan shalat lillahi Ta'ala, merupakan perbuatan yang tidak ada dalilnya dan tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, tidak disyariatkan kepada kita untuk melafazkan niat seperti hal di atas, karena niat itu cukup tekad dan keinginan yang ada di dalam hati.

2. Membaca Basmalah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu' dan tidak ada wudhu' bagi orang yang tidak menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'aala." (Hadits ini derajatnya hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).

3. Membasuh kedua tangan sebelum berwudhu'

Membasuhnya dengan cara menuangkan air ke atas kedua tangan, berdasarkan hadits 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu ‘anhu: "Lalu beliau membasuh kedua tangannya tiga kali" (Bukhari Muslim), adapun hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Apabila seorang kamu bangun tidur hendaklah membasuh kedua tangannya sebelum memasukkannya ke dalam bejana, karena dia tidak tahu dimanakah letak tangannya sewaktu malam hari." (HR. Bukhari Muslim). Cara membasuh tangan dalam permasalahan ini ialah dimulai dari ujung jari sampai ke pergelangan tangan sebanyak tiga kali.

4. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam lubang hidung 
istinsyaq (memasukkan air dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Jika kamu berwudhu' maka berkumur-kumurlah." (Hadits Shohih, riwayat Abu Dawud). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Jika salah seorang kamu berwudhu' maka hendaklah dia memasukkan air ke dalam hidungnya kemudian dia keluarkan kembali." (HR. Abu Dawud). Adapun berkumur-kumur dilakukan tiga kali.

5. Membasuh wajah

Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman: "maka basuhlah wajahmu." (QS. al-Maidah/5, ayat 6). Dalam hadits yang diriwayatkan dari 'Utsman radhiyallahu ‘anhu: "Lalu ia membasuh wajahnya tiga kali." Batas wajah secara horizontal adalah mulai dari pangkal telinga kiri sampai ke pangkal telinga kanan, sedangkan secara vertikal adalah mulai dari dagu sampai ke kening/jidat tempat tumbuh rambut (berdasarkan tempat tumbuhnya rambut pada kepala manusia kebanyakan).

6. Membasuh tangan sampai dengan siku

Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman: "Basuhlah tanganmu sampai dengan siku". (QS. al-Maidah/5, ayat 6) kemudian ia membasuh tangan kanannya sampai dengan siku tiga kali, kemudian tangan kiri seperti itu juga. Membasuh tangan dilakukan mulai dari ujung jari sampai dengan siku, dimana siku termasuk bagian yang ikut dibasuh. Kalau ada bagian dari areal ini tidak terkena air, seperti siku, atau kuku yang memakai kutek yang menghalangi air sampai ke dasar kuku, maka wudhu'nya tidaklah sah. Membasuh tangan sampai dengan siku dilakukan 3x bagian yang kanan terlebih dahulu, setelah itu baru bagian kiri.

7. Menyapu kepala

Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman: "Sapulah kepalamu" (QS. al-Maidah/5, ayat 6), dan dalam hadits 'Utsman radhiyallahu ‘anhu: "kemudian dia menyapu kepalanya". Kepala adalah bagian atas dari badan selain wajah. Telinga termasuk bagian dari kepala bukan bagian dari wajah. Maka telinga disapu bersamaan dengan saat menyapu kepala. Menyapu kepala haruslah menyeluruh, tidak hanya sebagian ataupun mencukupkan diri dengan tiga helai rambut. Perbuatan seperti ini tidak ada dalilnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyapu secara keseluruhan kepalanya dan langsung menyapu telinga tanpa mengambil air kembali untuk menyapu kedua telinga. Rinciannya seperti yang diterangkan oleh Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu: "beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dari depan kepalanya (jidat) kemudian menyapukan kedua tangannya ke belakang kepala sampai ke tengkuk, lantas disapukan kembali ke depan tempat beliau memulai sapuan tadi". (HR. Abu Dawud). Adapun cara menyapu telinga: "Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukan kedua jari telunjuknya ke dalam lubang telinga dan menyapu punggung telinga dengan kedua ibu jarinya, sementara jari telunjuk menyapu yang bagian dalam telinga" (HR. Abu Daud dari hadits Amr bin Syu'ab dari bapaknya, dari kakeknya). Penyapuan kepala hanya sekali saja, menurut riwayat yang diriwayatkan oleh Ali bin Abu Tholib yang dikeluarkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan an-Nasa'i.

8. Membasuh kaki sampai dengan kedua mata kaki

Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman: "Basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS. al-Maidah/5, ayat 6). Dalam hadits 'Utsman radhiyallahu ‘anhu, "kemudian ia membasuh kaki kanannya sampai dengan kedua mata kaki, kemudian kaki kirinya seperti itu juga". Batas kaki mulai dari ujung jari sampai dengan kedua mata kaki. Setiap orang yang berwudhu' hendaklah betul-betul memperhatikan anggota wudhu' yang terbasahi oleh air khususnya bagian tumit, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dengan ancaman neraka, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Celakalah bagi (pemilik) tumit-tumit yang tidak terkena air wudhu untuk masuk api neraka" (HR. Bukhari Muslim). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang masuk mesjid namun di kakinya terdapat bagian yang tidak tersentuh oleh air sebesar kuku, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi wudhu'nya dengan sempurna" (Hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dari Anas bin Malik).

9. Berdoa

Setelah berwudhu dianjurkan bagi kita untuk berdoa. Diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tidak seorangpun dari kalian yang berwudhu, lalu ia menyempurnakan wudhu'nya, kemudian ia mengatakan :

(Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalahu, wa asyahadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluhu. Allahuma ij'alnii minattawwabiina, waj-'alnii minalmutathohhiriina.) Kecuali dibukakan baginya pintu-pintu surga dan dipersilahkan masuk dari pintu manapun yang disukainya. (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Beberapa kekeliruan dalam berwudhu



    1. Berwudhu dengan tergesa-gesa tanpa memperhatikan apakah semua anggota wudhu sudah dibasahi oleh air atau tidak.
    2. Membaca doa khusus setiap membasuh anggota wudhu, seperti Ya Allah ampunilah dosa wajahku pada saat membasuh wajah, ya Allah ampunilah dosa tanganku saat membasuh tangan dan seterusnya, hal ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Boros dalam pemakaian air. Perbuatan ini menyelisihi ajaran dan kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berwudhu', dimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abdullah bin Zaid bahwa: "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi air wudhu sebanyak dua pertiga mud, dan beliau menggosok lengannya dengan air itu. (Satu mud sama dengan 750 ml).

Sabtu, 03 September 2016

Cara Memotong Kuku Menurut Islam



Memotong kuku adalah amalan sunat. Jika dilakukan mengikut islam (sunnah), Maka bertambah-tambah la pahala yang dapat.
Berkata Saidatina Aisyah bermaksud:
Sepuluh perkara dikira sebagai fitrah iaitu memotong misai, memelihara janggut, bersugi, memasukkan air ke hidung, memotong kuku, membasuh sendi-sendi, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu ari-ari, bersuci dengan air (beristinja), berkata Zakaria: Aku lupa yang ke-10 kecuali berkumur.
(Riwayat Muslim).
Dari Anas bin Malik bermaksud:
Sudah ditentukan waktu kepada kami memotong misai, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu ari-ari agar kami tidak membiarkannya lebih daripada 40 malam.
(Riwayat Muslim).
Menurut Imam Shafie:
Sunat memotong kuku sebelum mengerjakan solat Jumaat sepertimana disunatkan mandi, bersugi, berharuman, berpakaian kemas sebelum ke masjid.
Rasulullah S.A.W. bersabda bermaksud:
Sesiapa yang mandi pada hari Jumaat, bersugi, berwangian jika memilikinya dan memakai pakaian yang terbaik, kemudian keluar rumah hingga sampai ke masjid, dia tidak melangkahi orang yang sudah bersaf, kemudian mengerjakan sembahyang apa saja (sembahyang sunat), dia diam ketika imam keluar (berkhutbah) dan tidak berkata-kata hingga selesai mengerjakan sembahyang, maka jadilah penebus dosa antara Jumaat itu dan Jumaat sebelumnya.
(Riwayat Ahmad).
Berkata Abu Hurairah R.A. bermaksud:
Nabi Muhammad S.A.W. memotong kuku dan menggunting misai pada hari Jumaat sebelum baginda keluar untuk bersembahyang.
(Riwayat al-Bazzar dan al-Tabrani).
 RASULULLAH S.A.W bersabda yang ertinya:-
Barang siapa yang memotong kukunya pada ;
Hari Sabtu:Nescaya keluar dari dalam tubuhnya ubat dan masuk kepadanya penyakit.
Hari Ahad :Nescaya keluar daripadanya kekayaan dan masuk kemiskinan.
Hari Isnin :Nescaya keluar daripadanya gila dan masuk sihat
Hari Selasa:Nescaya keluar daripadanya sihat dan masuk penyakit
Hari Rabu :Nescaya keluar daripadanya was-was dan masuk kepadanya kepapaan.
Hari Khamis :Nescaya keluar daripadanya gila dan masuk kepadanya sembuh dari penyakit.
Hari Jumaat : Nescaya keluar dosa-dosanya seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya dan masuk kepadanya rahmat daripada Allah Taala.
Walaupun tidak ada hadis sahih berkenaan persoalan memotong kuku dan boleh memotong kuku tanpa mengikut hari-hari tertentu. Tetapi, pada hari Isnin, Khamis dan Jumaat adalah hari yang diutamakan untuk melakukan ibadat sunat. Oleh yang demikian, sunat memotong kuku pada hari-hari tersebut.

Jadi, potong kuku bukan sebarang potong tapi ada kaedahnya. Walaupun ia hanya kuku tapi ia adalah sebahagian dari badan kita yang perlu kita hormati. Misalnya, potong kuku ada adabnya selain ikut hari, kita juga perlu buang kuku tu pada tempat yang tidak kotor sebagaimana yang diajar, eloklah buang ke tanah kerana kita juga adalah unsur tanah, Bukannya tong sampah sekalipun tong sampah tu bersih.
Mulakan potong kuku tu mulai dengan Bismillah dan selawat Nabi dan potong start jari telunjuk sebelah kanan sampai habis tangan kanan, kemudian jari kelingking sebelah kiri sampai ibu jari tangan kiri dan Last sekali ibu jari tangan kanan.
Kalau kaki pula, mulakan dengan jari kelingking kaki kanan sampai kelingking kaki kiri. Itulah cara memotong kuku cara Islam ( sunnah ) yang paling kuat dipegang selama ini walaupun ada banyak khilafnya.

Selasa, 02 Agustus 2016

Mendidik Anak Cepat Mengahafal Alqur'an (Hafidz Qur'an)


Dalam Hadis Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa Salam bersabda :Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Mengapa kita perlu mengajarkan Al-Qur’an dan mendorong anak-anak untuk menghafal Al-Qur’an?

  1. untuk mendapatkan ridho Allah
  2. untuk mendapatkan ketenangan hidup
  3. karena Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafalnya
  4. penghafal Al-Qur’an dapat memberikan syafaat bagi keluarganya
  5. mendapatkan banyak kemuliaan dan pahala yang berlimpah

Prinsip-prinsip mengajarkan Al-Qur’an:

  1. Tidak boleh memaksa anak ( kecuali dengan alasan, misalkan watak anak ‘pemalas’ )
  2. Lakukan kegiatan dengan cara menyenangkan
  3. Dimulai dari ayat-ayat yang mudah difahami
  4. Keteladanan dan motivasi

Kunci keberhasilan mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an:

  1. Suasana senang dan membahagiakan akan membantu anak untuk mengingat hafalannya dalam waktu yang lama, dengan demikian anak akan berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan perasaan cinta dan keterikatan terhadap Al-Qur’an.
  2. Berulang dan kontinyu

Cara memelihara dan mengembangkan memori anak:

  1. Ajari anak untuk fokus dan perhatian pada pendidiknya
  2. Faktor makanan adalah penentu untuk terpelihara kemampuan memori itu bekerja (zat-zat adiktif yang terdapat dalam makanan, perlahan tapi pasti akan merusak daya ingat anak-anak)
  3. Memberi penjelasan pada anak-anak atas nilai-nilai yang terkandung dalam bacaan yang dihafalnya, maka memori akan bekerja lebih eksis
  4. Menghormati waktu bermain dan waktu istirahat anak
  5. Jauhkan unsur-unsur yang dapat mengancam psikologi anak-anak ; celaan dan tekanan
  6. Ciptakan motivasi-motivasi agar anak cenderung menyukai aktifitas menghafal

Waktu-waktu yang tepat untuk mengajarkan anak menghafal Al-Qur’an:

  1. Tidak mengantuk
  2. Tidak letih / kelelahan
  3. Tidak kekenyangan atau sebaliknya, tidak sedang kelaparan
  4. Tidak dalam keadaan capek belajar
  5. Tidak sedang bermain
  6. Tidak dalam keadaan sakit / bad mood

Yang perlu diperhatikan tentang bakat anak dalam menghafal:

  1. Kenali bakat anak-anak dan hargai minat mereka.
  2. Fahami keterbatasan daya ingat anak karena tiap anak itu beda kemampuannya
  3. Kenali anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar dan berinteraksi

TEKNIS PENGAJARAN

1. Bayi ( 0-2 tahun )

  • Bacakan Al-Qur’an dari surat Al-Fatihah
  • Tiap hari 4 kali waktu ( pagi, siang, sore, malam )
  • Tiap 1 waktu satu surat diulang 3x
  • Setelah hari ke-5 ganti surat An-Nas dengan metode yang sama
  • Tiap 1 waktu surat yang lain-lain diulang 1x

2. Di atas 2 tahun

  • Metode sama dengan teknik pengajaran bayi. Jika kemampuan mengucapkan kurang, maka tambah waktu menghafalnya, misal dari 5 hari menjadi 7 hari.
  • Sering dengarkan murottal.

3. Di atas 4 tahun

  • Mulai atur konsentrasi dan waktu untuk menghafal serius
  • Ajari muroja’ah sendiri
  • Ajari mengahfal sendiri
  • Selalu dimotivasi supaya semangat selalu terjaga
  • Waktu menghafal 3-4x per hari

CARA MENJAGA HAFALAN

  1. Mengulang-ulang secara teratur
  2. Mendengarkan murottal
  3. Mentadabburi dan menghayati makna
  4. Menjauhi maksiat

Sabtu, 02 Juli 2016

Makna Idul Fitri Yang Sebenarnya ( Kultum )



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Kita akan membahas anggapan yang tersebar hampir di seluruh lapisan masyarakat, Idul fitri = kembali suci.

Masyarakat, bahkan para tokoh agama, sering mengartikan idul fitri dengan kembali suci. Mereka mengartikan ‘id dengan makna kembali dan fitri diartikan suci.

Para khatib seringkali memberi kabar gembira kepada masyarakat yang telah menyelesaikan ibadah selama ramadhan, bahwa pada saat idul fitri mereka telah kembali suci, bersih dari semua dosa antara dia dengan Allah.

Kemudian diikuti dengan meminta maaf kepada sesama, tetangga kanan-kiri. Sehingga usai hari raya, mereka layaknya bayi yang baru dilahirkan, suci dari semua dosa. Tak lupa sang khatib akan mengkaitkan kejadian ini dengan nama hari raya ini, idul fitri. Dia artikan ‘Kembali Suci’. Turunan dari pemaknaan ini, sebagian masyarakat sering menyebut tanggal 1 syawal dengan ungkapan ‘hari yang fitri’.

Setidaknya ada 2 kesalahan fatal terkait ceramah khatib di atas,

Pertama, memaknai idul fitri dengan kembali suci. Dan ini kesalahan bahasa

Kedua, keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua muslim dosanya diampuni.

video yufidtv di harddisk eksternalvideo yufidtv di harddisk eksternal
Mengapa salah? Berikut rincian keterangan masing-masing;

Arti Idul Fitri secara Bahasa

Idul fitri berasal dari dua kata; id [arab: عيد] dan al-fitri [arab: الفطر].

Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu [arab: عاد – يعود], yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Ibnul A’rabi mengatakan,

سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد

Hari raya dinamakan id karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru. (Lisan Al-Arab, 3/315).

Ada juga yang mengatakan, kata id merupakan turunan kata Al-Adah [arab: العادة], yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (Tanwir Al-Ainain, hlm. 5).

Selanjutnya kita akan membahas arti kata fitri.

Perlu diberi garis sangat tebal dengan warna mencolok, bahwa fitri TIDAK sama dengan fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir sama, banyak masyarakat indonesia menyangka bahwa itu dua kata yang sama. Untuk lebih menunjukkan perbedaannnya, berikut keterangan masing-masing,

Pertama, Kata Fitrah

Kata fitrah Allah sebutkan dalam Al-Quran,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (QS. Ar-Rum: 30).

Ibnul Jauzi menjelaskan makna fitrah,

الخلقة التي خلق عليها البشر

“Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi tersebut.” (Zadul Masir, 3/422).

Dengan demikian, setiap manusia yang dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah. Telah mengenal Allah sebagai sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya, sehingga ada yang menganut ajaran nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan.

Kedua, kata Fitri

Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya

1. Hadis tentang anjuran untuk menyegerahkan berbuka,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون

“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.” (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih).

Kata Al-Fithr pada hadis di atas maknanya adalah berbuka, bukan suci. Makna hadis ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr kita artikan suci.

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berSUCI dengan terbitnya bintang”

Dan tentu saja, ini keluar dari konteks hadis.

2. Hadis tentang cara penentuan tanggal 1 ramadhan dan 1 syawal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ

“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani).

Makna hadis di atas akan menjadi aneh, ketika kita artikan Al-Fithr dengan suci.

“Hari suci adalah hari dimana kalian semua bersuci”.dan semacam ini tidak ada dalam islam.

Karena itu sungguh aneh ketika fitri diartikan suci, yang sama sekali tidak dikenal dalam bahasa arab.

Suci Seperti Bayi?

Selanjutnya kita bahas konsekuensi dari kesalahan mengartikan idul fitri. Karena anggapan bahwa idul fitri = kembali suci, banyak orang keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, semua dosanya diampuni dan menjadi suci.

Keyakinan semacam ini termasuk kekeliruan yang sangat fatal. Setidaknya ada 2 alasan untuk menunjukkan salahnya keyakinan ini,

Pertama, keyakinan bahwa semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama dengan memastikan bahwa seluruh amal puasa kaum muslimin telah diterima oleh Allah, dan menjadi kaffarah (penghapus) terhadap semua dosa yang meraka lakukan, baik dosa besar maupun dosa kecil. Padahal tidak ada orang yang bisa memastikan hal ini, karena tidak ada satupun makhluk yang tahu apakah amalnya diterima oleh Allah ataukah tidak.

Terkait dengan penilaian amal, ada 2 hal yang perlu kita bedakan, antara keabsahan amal dan diterimanya amal.

1. Keabsahan amal.

Amal yang sah artinya tidak perlu diulangi dan telah menggugurkan kewajibannya. Manusia bisa memberikan penilaian apakah amalnya sah ataukah tidak, berdasarkan ciri lahiriah. Selama amal itu telah memenuhi syarat, wajib, dan rukunnya maka amal itu dianggap sah.

2. Diterimanya amal

Untuk yang kedua ini, manusia tidak bisa memastikannya dan tidak bisa mengetahuinya. Karena murni menjadi hak Allah. Tidak semua amal yang sah diterima oleh Allah, namun semua amal yang diterima oleh Allah, pastilah amal yang sah.

Karena itulah, terkait diterimanya amal, kita hanya bisa berharap dan berdoa. Memohon kepada Allah, agar amal yang kita lakukan diterima oleh-Nya. Seperti inilah yang dilakukan orang shaleh masa silam. Mereka tidak memastikan amalnya diterima oleh Allah, namun yang mereka lakukan adalah memohon dan berdoa kepada Allah agar amalnya diterima.

Siapakah kita diandingkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Seusai memperbaiki bangunan Ka’bah, beliau tidak ujub dan memastikan amalnya diterima. Namun yang berliau lakukan adalah berdoa,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ya Allah, terimalah amal dari kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat dan generasi pengikut mereka. Yang mereka lakukan adalah berdoa dan bukan memastikan.

Mu’alla bin Fadl mengatakan:

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم

“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan.” (Lathaiful Ma›arif, Ibnu Rajab, hal.264)

Karena itu, ketika bertemu sesama kaum muslimin seusai ramadhan, mereka saling mendoakan,

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم

“Semoga Allah menerima amal kami dan kalian”

Inilah yang selayaknya kita tiru. Berdoa memohon kepada Allah agar amalnya diterima dan bukan memastikan amal kita diterima.

Kedua, sesungguhnya ramadhan hanya bisa menghapuskan dosa kecil, dan bukan dosa besar. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر

“Antara shalat 5 waktu, jumatan ke jumatan berikutnya, ramadhan hingga ramadhan berikutnya, akan menjadi kaffarah dosa yang dilakukan diantara amal ibadah itu, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Ahmad 9197 dan Muslim 233).

Kita perhatikan, ibadah besar seperti shalat lima waktu, jumatan, dan puasa ramadhan, memang bisa menjadi kaffarah dan penebus dosa yang kita lakukan sebelumnya. Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan syarat: ‘selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Adanya syarat ini menunjukkan bahwa amal ibadah yang disebutkan dalam hadis, tidak menggugurkan dosa besar dengan sendirinya. Yang bisa digugurkan hanyalah dosa kecil.

Lantas bagaimana dosa besar bisa digugurkan?

Caranya adalah dengan bertaubat secara khusus, memohon ampun kepada Allah atas dosa tersebut. Sebagaimana Allah telah tunjukkan hal ini dalam Al-Quran,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisa: 31).

Allahu a’lam bI Showab


Contoh Sambutan Adik Kelas Pada Acara Wisuda/Akhirussannah



KESAN DAN PESAN DARI ADIK
Asalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

         ALHAMDULILLAHI ROBIL “ALAMIN , ALLADZI ARSALA ROSULA BILHUDA WADINIL HAQ LIYUDZHIROHU ’ALA DINNI KULLIH WAKAFA BILLAHI SYAHIDA ASHADU ALA ILAHA ILLALLOH WAHDAHU LAASYARIKALAH WA ASHADU ANNA MUHAMMADAN NGABDUHU WA ROSULUH, ALLOHUMA SHOLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI  MUHAMMAD. Amma ba’du

Yang terhormat , Bapak Pengawas Pendidikan Agama Islam , Bapak Ibu Pengurus Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kayutrejo , bapak Ketua komite, Bapak/ Ibu tokoh Masyarakat ,  Bapak /Ibu Wali Murid , Bapak Kepala Madrasah dan  Bapak /Ibu guru serta teman-temanku semadrasah  yang berbahagia.

            Marilah kita panjatkan  puji syukur kehadirat Alloh Swt, yang telah menciptakan manusia Dengan Desain Yang Sempurna,  Sehingga  Diharapkan Dapat Menjadi Manusia Yang Terdidik Dan Mempunyai akhlak yang mulia. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi akhirruzaman Muhammad Saw,  yang telah mendidik umatnya  sehingga mengerti makna hidup yang sebenarnya.

            Selanjutnya saya disini mewakili teman-teman kelas  satu sampai dengan kelas lima yang ingin menyampaikan kesan dan pesan kami kepada kakak-kakakku kelas enam yang telah lulus,selama kami bersua,bercengkrama dengan kakak, kami  sebagai seorang adik tentu  banyak merasakan kesan yang mendalam yang tergores disanubari adik. sedih, pilu, senang, bahagia mewarnai kebersamaan kita, Terkadang lidah ini tajam hingga melukai hati kakak, terkadang tingkah dan canda yang tanpa adik sadari telah menorehkan luka dan menyinggung perasaan kakak , maka dari itu maafkanlah adik-adikmu ini ya kak...!, yang mungkin selama ini adikmu tak sengaja untuk membuat hati kakak gundah.

          Sebenarnya adik-adikmu ini masih pingin  sekali mengharapkan kehadiran kakak-kakak semuanya  untuk belajar bersama, bercanda, bersenda gurau mengisi waktu di Madrasah yang kita cintai ini, memang perjalanan waktu begitu cepat tahun demi tahun telah kita lalui, banyak sudah kesan dan pesan yang kita torehkan serta  nasihat yang kudapati dari kakak, suka dan duka telah kita lalui bersama, adikmu ini masih terlalu kecil untuk kau tinggalkan kak, masih butuh bimbinganmu ,tapi............mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas kami semua harus merelakan kakak pergi meninggalkan madrasah yang kita cintai ini. Madrasah yang telah membesarkan  kita,madrasah yang telah mendidik kita hingga bisa apa-apa yang semula kita tak bisa apa-apa.     Sekali lagi maafkanlah adikmu yang nakal ini ya kak............!

          Selanjutnya izinkanlah adikmu yang masih imut ini menyampaikan pesan pada kakak. Dalam sebuah hadist , nabi Muhammad saw telah bersabda  yang artinya:

       Kerugian yang paling besar dihari qiyamat ialah orang yang diberi kemampuan ketika hidupnya didunia untuk mencari ilmu, akan tetapi ia tidak mencarinya ( alhadits ) ”

dengan berdasar hadits diatas, kakak-kakakku , marilah kita selalu mempergunakan umur kita untuk selalu menuntut ilmu seluas-luasnya karena ilmu sebuah cahaya yang akan menerangi hati nurani dan menerangi jalan hidup kita baik kehidupan dunia maupun kehidupan ukhrowi.dan InsaAlloh  Do’a bapak/ibu guru dan adik-adikmu selalu menyertai kakak agar berhasil dan sukses dalam meraih cita-cita.

         Walaupun nanti kakak telah pergi  kami semua berharap kaka tidak melupakan kami semua, masih banyak kesempatan untuk selalu bersua dilain waktu dan kesempatan. ........disaat terakhir saya disini rasanya mata ini ingin menumpahkan airmata  sebagai tanda berat hati ntuk melepas kepergian kakak-kakak semuanya, maka dari itu saya cukupkan sekian apabila ada kata-kata yang tidak berkenan dihati para mustami, saya mohon maaf yang sebasar-besarnya.dan selamat jalan buat kakak-kakakku semoga sukses dalam segala hal . amiin.
Billahi Fii  Sabillil  Haq   


Wa'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh