ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Selasa, 31 Maret 2015

Contoh Pembawa Acara (Protokol ) Pada acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW





Asalamu 'Alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


            ALHAMDULILLAHI LADZI HADANA LIHADZA WAMA KUNA LINAHTADIYA LAULA ANHADANALLOH, ASHADU ALA ILAHA ILLALLOH WAHDAHU LAA SYARIKALAH WA ASHADU ANNA MUHAMMADAN NGABDUHU WA ROSULUH, ALLOHUMA SHOLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI  MUHAMMAD. ………...AMMA BA’DU



Yang terhormat  Bapak  Kepala Madrasah dan Bapak /Ibu guru ............... , serta teman-temanku semadrasah  yang berbahagia.

Perkenankanlah kami mengajak kepada para hadirin, untuk mengucapkan Syukur Kepada Alloh Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatnya kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita masih dalam perlindungannya. Dan dapat bermuwajahah digedung ................................. dalam rangka  Peringatan maulid Nabi Muhammad Saw.

Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw . karena atas jasa-jasa beliaulah kita bisa belajar,beribadah dan bisa  memaknai hidup ini dengan benar

Selanjutnya kami bertugas sebagai pembawa acara  dalam rangka Peringatan mauled Nabi Muhammad Saw.   pada hari ini ............. yang bertepatan dengan tanggal 12 Robil’ul  Awal 1434 H , dimana susunan acara yang akan berlangsung adalah sebagai berikut :

Acara yang pertama Pembukaan,
yang kedua Pembacaan Ayat Suci Alqur’an,
acara yang ketiga Prakata Panitia,
dilanjutkan acara keempat  Inti maulid Nabi Muhammad Saw.
Acara kelima Istirahat dan acara terakhir ádalah do’a / penutup.

Demikianlah rangkaian  acara yang akan berlangsung pada hari ini,………. mengingat waktu sudah semakin siang marilah kita mulai acara demi acara pada siang hari ini , yang pertama  Pembukaan......... Marilah kita buka acara ini dengan membaca basmalah bersama-sama..................semoga dengan bacaan basmalah ini dapat memperlancar jalanya  acara pada hari ini dan dihadapan Alloh  dinilai sebagai amal ibadah, amiin

Menginjak acara berikutnya adalah Pembacaan Ayat Suci Alqur’an...yang akan dibawakan oleh teman kita bernama ........... bersama ............ ..kepadanya dipersilahkan ...................

 Shodaqolloh hal adzim ….demikianlah pembacaan ayat suci alquran ,semoga dapat menambah pahala dan rahmat  bagi yang membaca khususnya dan umumnya bagi yang mendengarkannya.

Kemudian acara selanjutnya prakata panitia yang akan disampaikan oleh  Teman Kita Anang yuliyanto…..kepadanya  dipersilahkan......................

Demikianlah prakata dari panitia ... dan acara selanjutnya  yang kita nanti –nantikan yaitu inti Maulid Nabi Muhammad Saw yang akan disampaikan oleh Bapak ....................………
Kepada beliau dipersilahkan…………… Demikianlah Tausyiyah yang disampaikan oleh  ............... ……..semoga apa yang telah diuraikan ada guna dan manfaatnya dan Insya Alloh kita dapat mengambil hikmahnya …..amin 3x …..ya Robal ‘alamin

Acara berikutnya adalah istirahat yang akan diisi dengan gerak dan lagu  yang akan  dibawakan   oleh  adik kita ................. dan kawan-kawan..yang akan menyanyikan lagu. Tiada sempurna .............. ..............tepuk tanganya mana................. .........demikian penampilan dari ………
    
    
Acara berikutnya adalah do’a yang akan diimami oleh bapak ...............

Kini tibalah acara yang terakhir yaitu penutup...................................sebelum acara ini kami tutup , apabila ada kata-kata yang tidak berkenan selama kami memandu acara ini ,kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Dan marilah acara ini kita tutup dengan bacaan Alhamdulillah bersama-sama.
  
  Billahi  sabilil haq .     
Wasalamu 'Alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Kamis, 26 Maret 2015

Perbudakan Dalam Islam Adalah Kemuliaan Bagi Non Islam

Islam menuntunkan perang bukanlah kecamuk benci dan dendam untuk menumpahkan darah orang. Terbukti dari minimalnya jumlah korban yang jatuh. Bagaimana Rasulullah ﷺ mengajarkan para sahabatnya bahwa perang bukanlah pentas bercucur darah. Terbukti beliau murka kepada Usamah yang menikam musuh mengucapkan kalimat tauhid saat terdesak. Tidak, tidak demikian. Islam menjadikan perang sebagai media penyampai hidayah. Karena Islam adalah rahmat bagian sekalian alam meskipun dalam peperangan.
Kasih sayang dan rahmat itu juga tetap berkelanjutan usai debu perang kembali ke tanahnya. Tawanan hasil perang diperlakukan dengan hormat tanpa hina. Mereka memasuki gerbang hidayah. Gulatan kabut tebal kabar buruk tentang Islam, sedikit demi sedikit sirna tertiup angin hidayah. Karena mereka tinggal di lingkungan kaum muslimin. Bermuamalah dan bercengkrama bersama umat ijabah. Menyaksikan praktik Islam dengan mata kepala.
Hadits Nabi ﷺ di atas sebagai bukti betapa mulia agama ini memperlakukan tawanan. Para ulama memaknai rantai-rantai tersebut adalah rantai peperangan. Orang-orang non-Islam masuk ke negeri Islam sebagai tawanan perang. Mereka menjadi budak menelan konsekuensi setelah kalah kala berperang.
Memang aneh jika dikatakan budak bisa menjadi mulia. Sebagaimana anehnya ada kasih dan sayang dalam perang. Namun memang begitu adanya, darah rusa bisa berharga menjadi misk kasturi saat pisah dari lingkungannya. Tahi ulat sutra menjadi kain yang mahal harganya kala tidak lagi bersama indungnya.
Di antara kisah nyata tentang agungnya perbudakan di dalam Islam adalah sebuah kisah yang disampaikan oleh Ustadz Riyadh bin Badr Bajrey dan kisah ini disampaikan juga Syaikh Abu Ishaq al-Huwainy dalam salah satu ceramahnya di televisi Mesir. Kisah dua orang perawi hadits bernama Hasan bin Shaleh (lahir tahun 100 H) dan Ali bin Shaleh yang tinggal bersama ibunya.
Dikisahkan bahwa dua orang periwayat hadits ini tinggal bersama ibunya. Dan Hasan memiliki seorang budak wanita yang pada awalnya adalah non-Islam, kemudian tinggal di masyarakat Islam dan melihat mulianya nilai-nilai Islam, ia pun memeluk Islam.
Tiga anggota keluarga ini memiliki kebiasaan yang istimewa. Mereka membagi malam menjadi tiga bagian untuk beribadah dan bermunajat kepada Allah ﷻ. Sepertiga malam pertama, ibu mereka mengisinya dengan shalat malam. Kemudian di pertengahan malam, gantian Ali yang menghidupkannya. Dan sepertiga yang terakhir giliran Hasan. Dengan demikian, malam hari di rumah ini begitu hidup dengan ibadah. Budak wanita milik Hasan bin Shaleh juga terpengaruh dengan kebiasaan baik tuannya. Ia pun terbiasa bangun menunaikan shalat malam.
Qadarullah.. ibu mereka terlebih dahulu wafat meninggalkan anak-anaknya. Setelah itu, Hasan dan Ali pun membagi malam menjadi dua bagian. Setengah bagian pertama Ali shalat bermunajat kepada Allah. Setengah bagian akhir, Hasan gentian menghidupkannya. Dan demikianlah keadaan berulang setiap malam di rumah tersebut hingga meninggalnya Ali bin Shaleh. Saat Ali tiada Hasan menghidupkan sepenuh malam itu tanpa ibu dan saudaranya.
Akhirnya tiba saat perpisahan dengan budak milik Hasan bin Shaleh. Ia menjual budaknya ke orang lain. Budak itu pun tinggal di rumah lainnya. Lingkungan baru yang belum ia kenal seperti apa rupanya.
Saat tinggal di rumah baru, di tengah malam, budak itu berteriak membangunkan seisi rumah karena demikian kebiasaan lamanya.
Ia berteriak, “Ya ahla ad-daar ash-shaalah… ash-shalaah…” (wahai penghuni rumah…shalat.. shalat..)
Tuan barunya berkata, “Awa-udzdzina lil fajr?” (Memangnya sudah adzan subuh?)
Sang budak sambal kaget berkata, “Awalam tusholluu illal fajr?” (Kalian ga shalat, kecuali cuma shalat subuh saja?)
Tuannya pun menjawab, “Na’am.” (Iya).
Keesokan harinya.. budak ini pun kembali mendatangi Hasan bin Shaleh. Kemudian ia berujar, “Ruddanii ilaik.. fainnaka bi’tani ila qaumi suu.. laa yaqumunal lail..” (Kembalikan aku padamu, sesungguhnya engkau telah menjualku kepada orang-orang yang buruk karena mereka tidak mau qiyamul lail..).
——————–
Perhatikanlah! Seorang budak yang awalnya kafir, kemudian mengenal Islam, dan bagus keislamannya karena tinggal di lingkungan Islam. Inilah buah dari kasih sayang peperangan dalam Islam yaitu perbudakan. Dan inilah perbudakan yang menjadikan seorang non-Islam menjadi mulia.
Ketika seorang non muslim tinggal di negeri mayoritas non Islam, ia hanya akan menerima kabar-kabar buruk tentang Islam dari lingkungan dan media yang ada di sana. Di dunia ia tidak terbebas dari perbudakan kepada makhluk dalam peribadatan. Kemudian di akhirat ia pun kekal di dalam neraka.
Sementara dengan perang sebagaimana yang Islam ajarkan. Seorang non muslim bisa jadi menjadi budak dalam kehidupan dunia di masyarakat Islam. Akan tetapi ia tidak dizalimi. Bahkan Rasulullah ﷺ memotivasi umatnya untuk membebaskan budak. Beliau ﷺ bersabda,
إِتَّقُوااللهَ فِيْمَا مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Bertaqwalah kalian kepada Allah dan perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki.” (Shahihul Jami’ no. 106, al-Irwa’ no. 2178).
Beliau ﷺ juga bersabda,
لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا يُطِيقُ
“Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan di luar kemampuannya.” (HR. Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqi).
Dan Islam melarang bersikap buruk terhadap budak, menghinakan dan melecehkannya sebagai budak.
Nabi ﷺ bersabda,
وَلاَ يَقُلْ أَحَدُكُمْ عَبْدِي وَ أَمَتِي وَلْيَقُلْ فَتَايَ وَفَتَاتِي
“Janganlah salah seorang diantara kalian mengatakan: Hai hamba laki-lakiku, hai hamba perempuanku, akan tetapi katakanlah : Hai pemudaku (laki-laki), hai pemudiku (perempuan).” (HR. Bukhari No. 2552 dan Muslim No. 2449).
Pelajaran:
  1. Peperangan dalam Islam adalah rahmat bagi sekalian alam karena ia termasuk di anatara jalan hidayah dan surga.
  2. Perbudakan dalam Islam jauh berbeda dari perbudakan ala Barat.
  3. Perbudakan adalah realita yang terjadi dan kembali akan terjadi. Dan Islam telah siap dengan aturannya tentang roda perputara dan perubahan keadaan hidup manusia di muka bumi. Hal ini membuktikan Islam adalah agama paripurna.
  4. Salaf ash-shaleh menganggap aib bagi seseorang yang tidak mengerjakan shalat malam.

Selasa, 17 Maret 2015

Macam Macam Qolbu (Penyakit Hati)

Allah menjelaskan macam macam  hati  dalam firman-Nya surat Al Hajj ayat 52 s/d 54
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu ke-inginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keingin-an itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agarDia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur’an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Hajj: 52-54).
Hati memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan per-tarungan maka di dalamnya terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada Allah, itulah materi kehidupan.
Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya.
Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya.

Hati yang pertama selalu tawadhu’, lemah lembut dan sadar,
hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran.



Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam:
Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat.
Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati),
sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
Yang demikian itu karena hati dan anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan tidak ada penyakit di dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya.
Adapun penyimpangannya dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras serta tidak melaksanakan apa yang semestinya diinginkan daripadanya.
Seperti tangan yang putus, hidung yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak bisa melihat sesuatu. Atau karena terdapat penyakit dan kerusakan yang mengha-langinya melakukan pekerjaan secara sempurna dan berada dalam ke-benaran.
Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga macam:
Pertama:
Hati yang sehat dan selamat, yaitu hati yang selalu mene-rima, mencintai dan mendahulukan kebenaran. Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan menerima se-penuhnya.
Kedua:
Hati yang keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.
Ketiga:
Hati yang sakit, jika penyakitnya sedang kambuh maka hati-nya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.
Apa yang diperdengarkan oleh syetan dari kata-kata dan yang dibisik-kannya dari berbagai keragu-raguan dan syubhat adalah merupakan fitnah terhadap dua hati tersebut.
Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannya dan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan.
Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam ke-raguan, sedang hati yang selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.
Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang di-anyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang meng-ingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga men-jadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi.” (Diriwayatkan Muslim).
Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah dengan anyaman-anyaman tikar, yakni ke-kuatan yang merajutnya sedikit demi sedikit.

Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam:

Pertama,
hati yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah, ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan pada-nya, sampai hatinya menjadi hitam legam dan terbalik.
Inilah makna sabda beliau “cangkir yang terbalik”. Jika hati telah hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan pada dua bencana dan penyakit yang membahayakannya serta melemparkannya pada kebinasaan.
Pertama, ia memandang sesuatu yang baik sama dengan sesuatu yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana yang baik, tidak pula mengingkari kemung-karan. Bahkan mungkin karena sangat kronisnya penyakit ini, sehingga ia mempercayai bahwa yang baik itulah yang mungkar dan yang mung-kar. itulah yang baik, yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq.
Kedua, ia menjadikan hawa nafsu sebagai pedoman , ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya.
Kedua,
hati putih yang memancarkan cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi. Jika fitnah dihadapkan padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya pun menjadi semakin bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh.
Fitnah-fitnah yang menimpa hati itulah penyebab timbulnya penya-kit hati.
Di antara fitnah-fitnah itu adalah fitnah syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid’ah, fitnah keza-liman dan fitnah kebodohan.
Fitnah-fitnah yang pertama mengakibatkan rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua mengakibat-kan rusaknya ilmu dan i’tiqad (kepercayaan).
Para sahabat Radhiyallahu Anhum membagi hati menjadi empat macam. Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman,
“Hati itu ada empat macam:
Pertama, hati murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin.
Kedua, hati yang tertutup, itulah hati orang kafir.
Ketiga, hati yang terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta.
keempat, hati yang terdiri dari dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan itulah yang menguasai.”*}
Adapun yang dimaksud dengan hati murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya.
Ia bebas dan selamat dari selain kebe-naran.
Di dalamnya ada pelita yang menyala. Itulah pelita iman.
Disebut murni karena ia selamat dari berbagai syubhat batil dan syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita yang menyinarinya de-ngan cahaya ilmu dan iman.
Hati orang kafir disebut sebagai hati yang tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga ti-dak ada cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya,
sebagaimana firman Allah mengisahkan tentang orang-orang Yahudi,
“Mereka berkata, ‘Hati kami tertutup’.” (Al-Baqarah: 88).

Penutup itu Allah letakkan di atas hati mereka sebagai siksaan kare-na penolakan mereka terhadap kebenaran dan kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran.
Ia adalah hati yang mati, pende-ngaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua itu adalah dinding yang menutupinya dari penglihatan.
“Dan bila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka tidak dapat memahaminya.” (Al-Isra': 45-46).
Bila disebutkan pengesaan tauhid dan pengesaan mutaba’ah (ke-taatan) maka orang-orang yang memiliki hati ini akan segera lari men-jauhinya.


Hati orang munafik disebut sebagai hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah,
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalik-kan mereka kepada kekafiran disebabkan oleh usaha mereka sendiri.” (An-Nisa': 88).

Maksudnya Allah membalikkan dan mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka berada di dalamnya, disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah.
Inilah sejahat-jahat dan sebu-ruk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil adalah benar dan se-tia kepada para pengikut kebatilan.
Sebaliknya, ia mempercayai bahwa yang haq itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang meng-ikuti kebenaran. Wallahul musta’an (hanya kepada Allah kita memohon perto-longan).
Hati yang di dalamnya terdapat dua materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum menyala. Ia belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah mengutus para rasul.
Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang sebaliknya. Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan. Dan pada kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan kekafiran. Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergu-latan antara keduanya.

oleh : Muhammad Salafus Sholeh ( dng judul hati yang sakit )

Senin, 09 Maret 2015

Adab Adab Penuntut Ilmu

AL ILMU KHOIRU MIROTS artinya:
ILMU ADALAH SEBAI BAIK WARISAN
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah:
1. Ikhlas karena Allah.
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena Allah dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah e telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya e :
"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau sorga pada hari kiamat".( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah
Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2.Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah e bersabda :
"Sampaikanlah dariku walupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor'an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
7. Mencari kebenaran dan sabar
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.