ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Senin, 25 Februari 2013

Istana Alhambra Granada Warisan Kejayaan Islam Masa Silam


 Istana Alhambra didirikan oleh kerajaan Bani Ahmar atau bangsa Moor dari daerah Afrika Utara. Bani Ahmar adalah penguasa kerajaan Islam terakhir yang berkuasa di Andalusia (Spanyol).
Istana Alhambra berdiri kokoh di bukit La Sabica, Granada, Spanyol. Ia menjadi saksi bisu sekaligus bukti sejarah kejayaan Islam di Spanyol (dulu Andalusia).
Nama Alhambra berasal dari bahasa Arab, hamra’ , bentuk jamak dari ahmar yang berarti “merah”. Dinamakan Istana Alhambra–yang berarti Istana Merah–karena bangunan ini banyak dihiasi ubin-ubin dan bata-bata berwarna merah, serta penghias dinding yang agak kemerah-merahan dengan keramik yang bernuansa seni Islami, di samping marmer-marmer yang putih dan indah.
Namun demikian, ada pula yang berpendapat, nama Alhambra diambil dari Sultan Muhammad bin Al-Ahmar,  pendiri kerajaan Islam Bani Ahmar –kerajaan Islam terakhir yang berkuasa di Spanyol (1232-1492 M).
Selain menjadi bukti kejayaan Islam, Istana Alhambra yang bernilai seni arsitektur tinggi ini juga memperlihatkan peradaban tinggi umat Islam tempo dulu.
Istana Alhambra adalah simbol puncak kejayaan Islam di Spanyol. Islam masuk ke negeri ini dibawa oleh pasukan Islam pimpinan Thariq bin Ziyad yang dikirim raja muda Islam di Afrika, Musa bin Nusair. Pasukan Islam sendiri datang untuk memerdekakan Andalusia (Spanyol) dari kekacauan hebat atas permintaan Gubernur Ceuta, Julian.

Tempat tinggal Raja Moor tempo dulu
Thariq membawa sekitar 12.000 pasukan ke Gibraltar pada Mei 711 M. Ia memasuki Spanyol lewat selat di antara Maroko dan Spanyol yang kemudian diberi nama sesuai dengan namanya, Jabal Thariq.
Tanggal 19 Juli 711 M pasukan Islam mengalahkan pasukan Kristen di daerah Muara Sungai Barbate, dan terus menguasai kota-kota penting –Toledo, Kordoba, Malaga, dan Granada, hingga akhirnya Spanyol berada di bawah kekuasaan Khilafah Bani Umayyah (Suriah). Sejumlah kerajaan Islam pun berdiri di Spanyol, seperti di Toledo (Raja Muda, 711-756 M), Malaga (Raja Hamudian, 1010-1057), Saragoza (Raja Tujbiyah, 1019-1039 dan Raja Huddiyah, 1039-1142), Valencia (Raja Amiriyah, 1021-1096), Badajos (Raja Aftasysyiyah, 1022-1094), Sevilla (Raja Abbadiyah, 1023-1069), dan Toledo (Raja Dzun Nuniyah, 1028-1039).

Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Spanyol dengan ibukotanya Cordoba. Selain Istana Alhambra, satu lagi monumen penting kejayaan Islam di Spanyol adalah Masjid Cordoba yang kini beralihfungsi menjadi Gereja Santa Maria de la Sede atau katedral “Virgin of Assumption”.
Daulah Bani Ahmar
Istana Alhambra didirikan oleh kerajaan Bani Ahmar atau bangsa Moor (Moria) dari daerah Afrika Utara. Bangsa Moor adalah penguasa kerajaan Islam terakhir yang berkuasa di Andalusia (Spanyol), Daulah Bani Ahmar (1232-1492 M). Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Muhammad bin Al-Ahmar atau Bani Nasr yang masih keturunan Sa’id bin Ubaidah, seorang sahabat Rasulullah saw dari suku Khazraj di Madinah.

Pembangunan Istana Alhambra dilakukan secara bertahap, antara tahun 1238 dan 1358 M. Istana ini dilengkapi taman juga bunga-bunga indah nan harum. Ada juga Hausyus Sibb (Taman Singa) yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer.
Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan 12 patung singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut keluar air yang memancar. Di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang indah, yaitu Ruangan Al-Hukmi (Baitul Hukmi), yakni ruangan pengadilan dengan luas 15 m x 15 m yang dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354); Ruangan Bani Siraj (Baitul Bani Siraj), ruangan berbentuk bujur sangkar dengan luas bangunan 6,25 m x 6,25 m yang dipenuhi dengan hiasan-hisan kaligrafi Arab.
Ada pula Ruangan Bersiram (Hausy ar-Raihan), ruangan yang berukuran 36,6 m x 6,25 m yang terdapat pula al-birkah atau kolam pada posisi tengah yang lantainya terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan kedalaman 1,5 m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari marmer; Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar; Ruangan Sultan (Baitul al-Mulk); dan masih banyak ruangan-ruangan lainnya, seperti ruangan Duta, ruangan As-Safa’, ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri. Di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk.
Selain itu, istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang kemerah-merahan. Yang lebih unik lagi pada bagian luar dan dalam istana ini ditopang oleh pilar-pilar panjang sebagai penyangga juga penghias istana Alhambra. Dinding luar dan dalam istana banyak dihiasi kaligrafi dengan ukiran khas yang sulit dicari tandingannya hingga kini.
Pada masa kejayaannya, istana ini dilengkapi pula dengan barang-barang berharga yang terbuat dari logam mulia, perak, dan permadani-permadani indah yang masih alami (buatan tangan).
Daulah Bani Ahmar bermula dari kerajaan kecil, namun dengan cepat menjadi kerajaan kuat dan megah, hingga berkuasa selama sekitar 2,5 abad. Selain keshalihan dan kecerdasan para pemimpinnya, kejayaan Daulah Bani Ahmar ditunjang oleh keadaan alam wilayah Granada yang termasuk bukit atau pegunungan yang indah, dengan ketinggian kurang lebih 150 m, dan luas kira-kira 14 ha. Dengan kondisi geografis demikian, daerah kerajaan ini sulit dimasuki musuh. Daerah ini sekarang dinamakan Bukit La Sabica.
Raja-raja Bani Ahmar sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Saat itu bidang pertanian dan perdagangan sangat maju. Yang menyebabkan kerajaan ini jatuh adalah kerapuhan dari dalam, yakni sengketa yang terjadi di dalam kerajaan sendiri.
Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah, raja terakhir Bani Ahmar, tidak berhasil mempertahankan kerukunan keluarga kerajaan. Akhirnya energi mereka terkuras. Akibat fatalnya, kerajaan pun tidak dapat bertahan ketika datang serangan dari dua buah kerajaan Kristen yang bersatu, Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella. Kedua pemimpin kerajaan ini pula yang mendukung penjelajahan Columbus tahun 1492 M.
Pada pertengahan 1491, Raja Ferdinand V mengepung Granada selama tujuh bulan. Ia berhasil menguasai kota Malaga –kota pelabuhan terkuat di Andalusia, lalu Guadix dan Almunicar, Baranicar, dan Almeria. Basis kerajaan Bani Ahmar, Granada, pun akhirnya tunduk, tepatnya tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Kota ini diserahkan oleh raja terakhir Bani Ahmar, Abu Abdillah. Prosesi penyerahan Granada dilakukan di halaman Istana Alhambra.
Keberhasilan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella menguasai Granada, membuat Paus Alexander VI (1431-1503) yang terkenal dengan perjanjian Tordesillasnya tahun 1494 memberi gelar kepada raja dan ratu ini sebagai “Catholic Monarch” atau “Los Reyes Catolicos” atau Raja Katolik.
Kejatuhan Daulah Bani Ahmar merupakan akhir sejarah kejayaan Islam di Spanyol. Pasca kejatuhan kerajaan Islam terakhir ini, umat Islam diberi dua pilihan: berpindah keyakinan (masuk Kristen) atau keluar dari tanah Spanyol.
Memasuki Abad 16, Andalusia (Spanyol) yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam, bersih dari keberadaan umat Islam. Kemegahan dan keindahan Istana Alhambra pun luntur setelah menjadi Istana Kristen. Demikian pula Masjid Cordova yang dijadikan katedral “Virgin of Assumption”.
Namun Islam tidak benar-benar lenyap di negeri ini. Kini umat Islam di Spanyol diperkirakan sudah mencapai 750.000 orang (data sensus 2000) dari 40 juta jumlah total penduduk Spanyol. Islam menggeliat bangkit ketika pemerintah Spanyol mengakui Islam sebagai agama resmi berdasarkan UU Kebebasan Beragama yang disahkan pada Juni 1967.
Di ibukota Madrid terdapat 500 ribu Muslim, kebanyakan imigran asal Maroko, Algeria, dan negara-negara Arab lain. Gema adzan pun mulai marak berkumandang di beberapa masjid. Belum lagi banyak pesepakbola Muslim di klub-klub sepakbola elit Spanyol saat ini. Semoga kejayaan masa lampau itu kembali diraih. Allahu Akbar!

Sabtu, 23 Februari 2013

Fakta Ilmiah Tentang Sujud (Sholat)

Orang yang sholat sejak kecil secara konsiten / istiqomah ia akan terhindar dari stroke , dan manfaat lain dari sujud / sholat yaitu
1. Mengalirnya darah ke otak ...

Aliran getah bening dipompa kebagian leher dan ketiak. Posisi jantung diatas otak menyebabkan darah yang kaya akan oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Karena itu lakukan sujud dgn tuma'ninah agar darah mencukupi kapasitasnya ke otak. (Dr. Fidelma, neurolog dari Amerika)

2. Apabila otak mendapatkan pasokan darah dan kaya oksigen, maka dapat memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tuma'ninah dan terus menerus dapat memacu kecerdasan. (Prof. Sholeh, risetnya telah mendpt pengakuan dari Harvard Univesity, AS)

3. Melatih kekuatan otot tertentu, termasuk otot dada, dimana terjadi kontraksi pada otot tersebut. Kebiasaan sujud mengembalikan serta mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali/fiksasi.

4. Radiasi yg ditimbulkan oleh teknologi listrik dapat memberikan efek samping dan membahayakan organ² tubuh, terutama otak. Dimana kalau dibiarkan akan menimbulkan penyakit kejang otot, radang tenggorokan, mudah lelah, stress,migrain, hingga pikun di usia dini.

Nah ketika sujud, kelebihan ion² positif yang ada di dalam tubuh kita akan mengalir ke bumi, karena bumi adalah tempat ion2 negatif. Maka terjadilah proses netralisasi radiasi listrik dan magnet tersebut.

Sujud yang sempurna adalah dengan menempelkan 7 anggota badan (dahi,hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki) ke bumi.

(Dr. Muhammad Dhiyaa'uddin Hamid, dosen jurusan Biologi dan ketua department radiasi makanan pd Lembaga Penelitian Tekhnologi Radiasi)

Kisah Nabi Luth AS

Nabi Luth adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Hasan bin Tareh adalah saudara sekandung dari Nabi Ibrahim. Ia beriman kepada bapa saudaranya Nabi Ibrahim mendampinginya dalam semua perjalanan dan sewaktu mereka berada di Mesir berusaha bersama dalam bidang perternakan yang berhasil dengan baik binatang ternaknya berkembang biak sehingga dalam waktu yang singkat jumlah yang sudah berlipat ganda itu tidak dapat ditampung dalam tempat yang disediakan . Akhirnya perkongsian Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternakan serta harta milik perusahaan mereka di bahagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim pindah ke Yordania dan bermukim di sebuah tempat bernama Sadum.

Nabi Luth Diutuskan Oleh Allah Kepada Rakyat Sadum

Masyarakat Sadum adalah masyarakat yang rendah tingkat moralnya,rusak mentalnya, tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Kemaksiatan dan kemungkaran bermaharajalela dalam pergaulan hidup mrk. Pencurian dan perampasan harta milik menrupakan kejadian hari-hari di mana yang kuat menjadi kuasa sedang yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseks {liwat} di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua-dua jenis kemungkaran ini begitu bermaharajalela di dalam masyarakat sehinggakan ianya merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sadum.

Seorang pendatang yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari diganggu oelh mrk. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi rebutan di antara mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.

Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian paras penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh dan Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kejahilan dan kesesatan serta membawa mereka alam yang bersih ,bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis dan syaitan. Ia memberi penerang kepada mereka bahwa Allah telah mencipta mereka dan alam sekitar mrk tidak meredhai amal perbuatan mrk yang mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal kebajikan mereka. Yang berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan syurga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.

Nabi Luth berseru kepada mrk agar meninggalkan adat kebiasaan iaitu melakukan perbuatan homoseks dan lesbian karena perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung didalam penciptaan manusia menjadi dua jenis iaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di beri nasihat dan dianjurkan supaya menghormati hak dan milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perompakan serta pencurian yang selalu mrk lakukan di antara sesama mrk dan terutama kepada pengunjung yang datang ke Sadum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mrk sendiri, karena akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya.

Demikianlah Nabi Luth melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya.Ia tidak henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau secara berseorangan mengajak agak mrk beriman dan percaya kepada Allah menyembah-Nya melakukan amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah berakar sgt di dalam pergaulan hidup mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan syaitan sudah begitu kuat menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakkan Nabi Luth yyang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tanah yang subur di dalam hati dan fikiran mereka dan berlalu laksana suasana teriakan di tengah-tengah padang pasir .Telinga-telinga mereka sudah menjadi pekak bagi ajaran-ajaran Nabi Luth sedang hati dan fikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran -ajaran syaitan dan iblis.

Akhirnya kaum Luth merasa dan kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putus itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusir dirinya dari sadum bersama semua keluarganya. dari pihak Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahawa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan fikiran serta mensia-siakan masa. Ubat satu-satunya, menurut fikiran Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak itu yang sudah parah itu menular kepada tetangga-tetangga dekatnya, ialah dengan membasmikan mereka dari atas bumi sebagai pembalasan ke atas terhadap kekerasan kepala mrk juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat disekelilingnya. beliau memohon kepada Allah agar kepada kaumnya masyarakat Sadum diberi pengajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.

Para Malaikat Tamunya Nabi Ibrahim Bertamu Kepada Nabi Luth.

Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah s.w.t. Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat menyamar sebagai manusia biasa. Mrk adalah malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq, dan memberitahu kepada mrk bahwa dia adalah utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth penduduk kota Sadum. Dalam kesempatan pertemuan mana Nabi Ibrahim telah mohon agar penurunan azab keatas kaum Sadum ditunda ,kalau-kalau mereka kembali sedar mendebgarkan dan mengikuti ajakan Luth serta bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim mohon agar anaksaudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan diturunkan keatas kaum Saum permintaan mana oleh para malaikat itu diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.

Para malaikat itu sampai di Sadum dengan menyamar sebagai lelaki remaja yang berparas tampan dan bertubuh yang elok dan bagus. Dalam perjalanan mrk hendak memasuki kota, mrk berselisih dengan seorang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil dari sebuah perigi. Para malaikat atau lelaki remaja itu bertanya kepada si gadis kalau-kalau mrk diterima ke rumah sebagai tetamu. Si gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia beruding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditngglkanlah para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya.

Si ayah iaitu Nabi Luth sendiri mendengar lapuran puterinya menjadi binggung jawapan apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu-tamu remaja yang berparas tampan dan kacak akan mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang tergila-gila oleh remaja-remaja yang mempunyai tubuh bagus dan wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.

Timbang punya timbang dan fikir punya fikir akhirnya diputuskan oleh Nabi Luth bahwa ia akan menerima mrk sebagai tamu di rumahnya apa pun yang akan terjadi sebagai akibat keputusannya ia pasrahkan kepada Allah yang akan melindunginya. Lalu pergilah ia sendiri menjemput tamu-tamu yang sedang menanti di pinggir kota dan diajaklah mrk bersama-sama ke rumah pada saat kota Sadum sudah diliputi kegelapan dan manusianya sudah nyenyak tidur di rumah masing-masing.
Nabi Luth berusah dab berpesan kepada isterinya dan kedua puterinya agar merahsiakan kedatangan tamu-tamu, jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Akan tetapi isteri Nabi Luth yang memang sehaluan dan sependirian dengan penduduk Sadum telah membocorkan berita kedatangan para tamu dan terdengarlah oleh pemuka-pemuka mereka bahwa Luth ada tetamu terdiri daripada remaja-remaja yang tampan parasnya dan memiliki tubuh yang sangat menarik bagi para penggemar homoseks.

Terjadilah apa yang dikhuatirkan oleh Nabi Luth. Begitu tersiar dari mulut ke mulut berita kedatangan tamu-tamu remaja di rumah Luth, berdatanglah mereka ke rumahnya untuk melihat para tamunya dan memuaskan nafsunya. Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mrk dan berseru agar mrk kembali ke rumah masing-masing dan jgn menggunggu tamu-tamu yang datangnya dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan .Mrk diberi nasihat agar meninggalkan adat kebiasaan yang keji itu yang bertentangan dengan fitrah manusia dan kudrat alam di mana Tuhan telah menciptkan manusia berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makhluk yang termulia di atas bumi. nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mrk dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak senonoh, sebelum mrk dilanda azab dan seksaan Allah.

Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth dihiraukan dan dipedulikan ,mrk bahkan mendesak akan menolak pintu rumahnya dengan paksa dan kekerasan kalau pintu tidak di buka dengan sukarela. Merasa bahwa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang penyerbu dari kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya:" Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam .Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fizikal yang dapat menolak kekerasan mereka , tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani mrk yang dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghalaukan gangguan terhadap tamu-tamuku dirumahku sendiri.

Begitu Nabi Luth selesai mengucapkan keluh-kesahnya para tamu segera mengenalkan diri kepadanya dan memberi identitinya, bahawa mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang bertamu kepadanya dan bahwa mereka datang ke Sadum untuk melaksanakan tugas menurunkan azab dan seksa atas rakyatnya yang membangkang dan enggan membersihkan masyarakatnya dari segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor.
Kepad Nabi Luth para malaikat itu menyarankan agar pintu rumahnya dibuka lebar-lebar untuk memberi kesempatan bagi orang -orang yang haus homoseks itu masuk. Namun malangnya apabila pintu dibuka dan para penyerbu menindakkan kaki untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mrk dan tidak dapat melihat sesuatu. mrk mengusap-usap mata, tetapi ternyata sudah menjadi buta.

Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau bilau berbentur antara satu dengan lain berteriak-teriak menanya-nanya gerangan apa yang menjadikan mereka buta dengan mendadak para berseru kepada Nabi Luth agar meninggalkan segera perkampungan itu bersam keluarganya, karena masanya telah tiba bagi azab Allah yang akan ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar perjalanan ke luar kota jangan seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.

Nabi Luth keluar dari rumahnya sehabis tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh ke kanan mahupun kekiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi tamunya.Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth tidak tergamak meninggalkan kaumnya. Ia berada dibelakang rombongan Nabi Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak henti-henti menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas kaumnya, seakan-akan menragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu langkah Nabi Luth berserta kedua puterinya melewati batas kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafiq itu. Getaran itu mendahului suatu gempa bumi yang kuat dan hebat disertai angin yang kencang dan hujan batu sijjil yang menghancurkan dengan serta-merta kota Sadum berserta semua pemghuninya .Demikianlah mukjizat dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.

Kisah Nabi Luth Di Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Luth dalam Al-Quran terdapat pada 85 ayat dalam 12 surah diantaranya surah "Al-Anbiyaa" ayat 74 dan 75 , surah "Asy-Syu'ara" ayat 160 sehingga ayat 175 , surah "Hud" ayat 77 sehingga ayat 83 , surah "Al-Qamar" ayat 33 sehingga 39 dan surah "At-Tahrim" ayat 10 yang mengisahkan isteri Nabi Luth yang mengkhianati suaminya.

Senin, 18 Februari 2013

Tafsir Surat Al-Fatihah


"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,[1].Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,[2]. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,[3]. Yang menguasai hari pembalasan,[4]. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan,[5]. Tunjukilah kami jalan yang lurus,[6]. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat[7]."

Beberapa Penjelasan

A. Status Surat

Surat ini adalah surat Makkiyyah berdasarkan pendapat mayoritas ulama. (Tafsîr al-Baghawiy:1/16; al-Muharrir al-Wajîz:1/61)

B. Nama Surat

Surat ini memiliki nama yang banyak sekali dan ini menunjukkan kemuliaan dan keagungannya, sebab banyak nama menunjukkan kemuliaan si empunya nama itu.

Diantara nama-namanya yang masyhur:
- Fâtihah al-Kitâb
- Ummul Kitâb
- Al-Qur`ân al-'Azhîm
- Ummul Qur`ân
- As-Sab'ul Matsâniy

C. Keutamaannya

Surat ini memiliki keutamaan yang agung dan telah dijelaskan mengenainya oleh banyak hadits, diantaranya:

1. Hadits yang diriwayatkan oleh 'Ubâdah bin ash-Shâmit dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang bersabda, "Tidak (sah/sempurna) shalat seorang yang tidak membaca Fâtihah al-Kitab (Pembuka Kitabullah, al-Fâtihah)." (Shahîh al-Jâmi', kitab al-Adzân:1/184)

2. Dari Abu Hurairah radliyallâhu 'anhu, dia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Allah Ta'ala berfirman, 'Aku telah membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku dengan dua bagian; separuhnya untuk-Ku dan separuhnya lagi untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.
Bila seorang hamba mengucapkan, 'al-Hamdulillâhi Rabbil 'Alamîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.'
Dan bila dia mengucapkan, 'ar-Rahmânir Rahîm.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.'

Dan bila dia mengucapkan, 'Mâliki Yawmid Dîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.'

Dan bila dia mengucapkan, 'Iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Inilah (bagian) yang diantara-Ku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.'

Dan bila dia mengucapkan, 'Ihdinash Shirâthal Mustaqîm Shirâthal Ladzîna An'amta 'alaihim Ghairil Maghdlûbi 'alaihim wa ladl Dlâllîn.'
Allah Ta'ala menjawab, 'Inilah yang buat hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya." (HR.Muslim)

Dan banyak lagi hadits lainnya yang shahih mengenai keutamaan surat ini.

D. Keutamaan Ucapan " Amîn "

Di dalam kitab Shahîh al-Bukhâriy, terdapat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Bila Imam mengucapkan 'Waladl Dlâllîn', maka katakanlah 'Amîn', sebab siapa saja yang pengaminannya bertepatan dengan pengaminan Malaikat, maka akan diampuni baginya dosa-dosa terdahulu." (HR.al-Bukhâriy)
Sedangkan di dalam Shahîh Muslim, disebutkan, "Bila Imam mengucapkan 'Waladl Dlâllin', maka katakanlah 'Amîn', niscaya Allah akan menjawab (mengabulkan bagi) kamu." (HR.Muslim)

E. Membacanya Di Dalam Shalat

Membaca al-Fâtihah wajib hukumnya bagi setiap Muslim pada setiap raka'at shalat dan tidak dapat diganti dengan membaca terjemahan atau lainnya.
Membacanya adalah termasuk rukun shalat, baik yang fardlu maupun sunnah dan hendaknya bagi makmum pada shalat Jahriyyah (yang dinyaringkan bacaannya), membacanya dengan Sirr (pelan, tidak nyaring).
(Mengenai hukum membaca surat al-Fâtihah dalam shalat ini te0rdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama-red.,)

F. Makna Kalimat
  • "Alhamdu" artinya sanjungan/pujian atas Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat yang memang Dia layak atasnya.
  • "Lillâhi" artinya Dia-lah Yang dituhankan dan disembah, Yang berhak untuk diesakan di dalam beribadah terhadap-Nya.
  • "Rabb" artinya al-Murabbi, yaitu al-Mâlik (Pemilik). "Rabb" adalah nama dari nama-nama Allah Ta'ala dan penggunaan kata ini di dalam bahasa Arab untuk selain-Nya hanya dalam bentuk Mudlâf (Majemuk), seperti ungkapan, "Rabbud Dâr" (pemilik/tuan rumah), dan sebagainya.
  • "al-'Alamîn" artinya semua yang selain Allah (alam semesta)

  • "ar-Rahmânir Rahîm" yaitu dua nama yang menunjukkan bahwa Dia Ta'ala adalah Pemilik rahmat (Maha pengasih) yang amat luas dan agung.
  • "Mâliki Yawmid Dîn" yakni hari Kiamat. Dinamakan dengan Yawmud Dîn karena Allah Ta'ala menyuruh mereka beribadah dengan amal-amal mereka; bila baik, maka baik balasannya dan bila buruk, maka buruk balasannya. Dan makna Mâliki Yawmid Dîn adalah bahwa semua perintah itu adalah hanya untuk Allah dan amat tampak sekali secara sempurna bagi para makhluk kesempurnaan kepemilikan-Nya dan terputusnya kepemilikan para makhluk.
  • "Iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în" yakni kita tidak menyembah kecuali Allah semata dan kita tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya, sehingga kita mengkhususkannya di dalam beribadah dan meminta pertolongan serta meninggalkan selain-Nya. 'Ibadah adalah sebutan yang mencakup setiap perkataan, perbuatan lahir dan batin yang dicintai Allah dan diridlai-Nya. Sedangkan arti Isti'ânah (minta tolong) adalah berpegang kepada Allah di dalam mendapatkan manfa'at dan menolak hal yang membahayakan disertai kepercayaan terhadap-Nya di dalam mendapatkan hal itu. sedangkan kenapa 'ibadah didahulukan atas Isti'ânah adalah sebagai bentuk perhatian di dalam mendahulukan hak-Nya di atas hak hamba-Nya.
  • "Ihdinash Shirâthal Mustaqîm" yakni tunjukkan dan berilah kami petunjuk serta taufiq. Ash-Shirâth al-Mustaqîm adalah jalan yang dijelaskan dan menyampaikan kepada Allah, yaitu Islam dan jalan orang-orang yang diberi nikmat kepada mereka, yaitu dari kalangan para Nabi, orang-orang yang jujur, syuhada dan orang-orang yang shalih.

  • "Ghairil Maghdlûbi 'Alaihim" yaitu orang-orang yang mengenal al-Haq namun meninggalkannya seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang yang menyerupai mereka dari kalangan orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya.
  • "Waladl Dlâllîn" , yaitu orang-orang Nashrani dan siapa saja yang menyembah Allah dalam kondisi jahil dan sesat.
  • "Amîn" , ini tidak termasuk ayat dalam surat al-Fâtihah, maknanya adalah Ya Allah, perkenankanlah. Dianjurkan bagi Imam untuk mengucapkannya, demikian juga dengan Makmum dan orang yang shalat sendirian.
Sekalipun surat ini ringkas namun mengandung hal yang tidak satu suratpun dari surat-surat di dalam al-Qur'an mengandungnya. Ia mengandung jenis-jenis tauhid; tauhid Rubûbiyyah, yaitu pada firman-Nya "Rabbil 'Alamîn" ;tauhid Ulûhiyyah, yaitu diambil dari lafazh al-Jalâlah "Allâh" dan dari firman-Nya "Iyyâka Na'budu Wa Iyyâka Nasta'în" ; tauhid Asmâ` dan Shifât , yaitu menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah. Dalam hal ini melalui penetapan pujian terhadap-Nya dan hal lainnya.

G. Kandungan Surat
  • Penetapan tiga jenis tauhid.
  • Penetapan kenabian, yaitu pada firman-Nya "Ihdinash Shirâthal Mustaqîm" sebab hal ini tidak mungkin dicapai tanpa adanya risalah (kerasulan).
  • Penetapan adanya balasan dan hisab terhadap amal-amal, yaitu pada firman-Nya "Mâliki Yawmid Dîn".
  • Bahwa shalat yang tidak dibaca di dalamnya surat al-Fâtihah dianggap kurang (Khidâj).
  • Surat ini mengandung doa-doa yang paling komplit dan paling bermanfa'at bagi seorang hamba, yaitu "Ihdinash Shirâthal Mustaqîm". Oleh karena itu, seseorang wajib berdoa kepada Allah pada setiap raka'at dari shalatnya karena dia menghajatkan hal itu.

Urgensi Kisah Dalam al-Qur’an


Definisi

Secara bahasa kata al-Qashash dan al-Qushsh maknanya mengikuti atsar (jejak/bekas). Sedangkan secara istilah maknanya adalah informasi mengenai suatu kejadian/perkara yang berperiodik di mana satu sama lainnya saling sambung-menyambung (berangkai).

Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT, “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah.?” (QS.an-Nisa’/4:87). Hal ini, karena kesesuaiannya dengan realitas sangatlah sempurna.

Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT, “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu.” (QS.Yusuf/12:3). Hal ini, karena ia mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam capaian balaghah dan keagungan maknanya.

Kisah al-Qur’an juga merupakan kisah paling bermanfa’at sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf/12:111). Hal ini, karena pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlaq amat kuat.

Jenis-Jenis Kisah

Kisah al-Qur’an terbagi menjadi 3 jenis:

1. Kisah mengenai para nabi dan Rasul serta hal-hal yang terjadi antara mereka dan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir.

2. Kisah mengenai individu-individu dan golongan-golongan tertentu yang mengandung pelajaran. Karenanya, Allah mengisahkan mereka seperti kisah Maryam, Luqman, orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya (seperti tertera dalam surat al-Baqarah/2:259-red), Dzulqarnain, Qarun, Ash-habul Kahf, Ash-habul Fiil, Ash-habul Ukhdud dan lain sebagainya.

3. Kisah mengenai kejadian-kejadian dan kaum-kaum pada masa Nabi Muhammad SAW seperti kisah perang Badar, Uhud, Ahzab (Khandaq), Bani Quraizhah, Bani an-Nadhir, Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan sebagainya.

Beberapa Hikmah Penampilan Kisah

Hikmah yang dapat dipetik banyak sekali, di antaranya:

a. Penjelasan mengenai hikmah Allah SWT dalam kandungan kisah-kisah tersebut, sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (al-Qamar/54:4-5)

b. Penjelasan keadilan Allah SWT melalui hukuman-Nya terhadap orang-orang yang mendustakan-Nya. Dalam hal ini, firman-Nya mengenai orang-orang yang mendustakan itu, “Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfa’at sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan.” (QS. hud/11:101)

c. Penjelasan mengenai karunia-Nya berupa diberikannya pahala kepada orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing.” (QS. Al-qamar/54:34)

d. Hiburan bagi Nabi SAW atas sikap yang dilakukan orang-orang yang mendustakannya terhadapnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Kuu.” (QS.fathir/35:25-26)

e. Sugesti bagi kaum Mukminin dalam hal keimanan di mana dituntut agar tegar di atasnya bahkan menambah frekuensinya sebab mereka mengetahui bagaimana kaum Mukminin terdahulu selamat dan bagaimana mereka menang saat diperintahkan berjihad. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dari menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikian itulah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS.al-Anbiya’/21:88) Dan firman-Nya yang lain, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS.ar-Rum/30:47)

f. Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran. Hal ini sebagaimana firman-Nyma, “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereak dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS.muhammad/47:10)

g. Menetapkan risalah Nabi Muhammad SAW, sebab berita-berita tentang umat-umat terdahulu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang ghaib yang Kmai wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (QS.Hud/11:49) Dan firman-Nya, “”Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Ibrahim/14:9)

Apa Faedah Pengulangan Kisah?

Ada di antara kisah-kisah al-Qur’an yang hanya disebutkan satu kali saja seperti kisah Luqman dan Ash-habul Kahf. Ada pula yang disebutkan berulang kali sesuai dengan kebutuhan dan mashlahat. Pengulangan ini pun tidak dalam satu aspek, tetapi berbeda dari aspek panjang dan pendek, lembut dan keras serta penyebutan sebagian aspek lain dari kisah itu di satu tempat namun tidak disebutkan di tempat lainnya.

Hikmah Pengulangan Kisah

Di antara hikmah pengulangan kisah ini adalah:

- Penjelasan betapa urgennya kisah sebab dengan pengulangannya menunjukkan adanya perhatian penuh terhadapnya.

- Menguatkan kisah itu sehingga tertanam kokoh di hati semua manusia
- Memperhatikan masa dan kondisi orang-orang yang diajak bicara. Karena itu, anda sering mendapatkan kisahnya begitu singkat dan biasanya keras bila berkenaan dengan kisah-kisah dalam surat-surat Makkiyyah, namun hal sebaliknya terjadi pada kisah-kisah dalam surat-surat Madaniyyah

- Penjelasan sisi balaghah al-Qur’an dalam pemunculan kisah-kisah tersebut dari sisi yang satu atau dari sisi yang lainnya sesuai dengan tuntutan kondisi

- Nampak terangnya kebenaran al-Qur’an dan bahwa ia berasal dari Allah SWT dimana sekali pun kisah-kisah tersebut dimuat dalam beragam jenis namun tidak satu pun terjadi kontradiksi.

(SUMBER: Ushuul Fi at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal.48-51)

Sabtu, 16 Februari 2013

(Pelanggaran Sampai Isro' ) Kisah Nabi Muhammad (3)

Muslimin Lari Dari Mekah Ke Celah-celah Gunung
SELAMA tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak Quraisy untuk memboikot Muhammad dan mengepung Muslimin itu tetap berlaku. Dalam pada itu Muhammad dan keluarga serta sahabat-sahabatnya sudah mengungsi ke celah-celah gunung di luar kota Mekah, dengan mengalami pelbagai macam penderitaan, sehingga untuk mendapatkan bahan makanan sekadar menahan rasa laparpun tidak ada. Baik kepada Muhammad atau kaum Muslimin tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan orang, kecuali dalam bulan-bulan suci. Pada waktu itu orang-orang Arab berdatangan ke Mekah berziarah, segala permusuhan dihentikan - tak ada pembunuhan, tak ada penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas dendam.

Pada bulan-bulan itu Muhammad turun, mengajak orang-orang Arab itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka arti pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami Muhammad demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya dari kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang itu lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya, kesabaran dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah dapat memikat hati orang banyak, hati yang tidak begitu membatu, tidak begitu kaku seperti hati Abu Jahl, Abu Lahab dan yang sebangsanya.

Akan tetapi, penderitaan yang begitu lama, begitu banyak dialami kaum Muslimin karena kekerasan pihak Quraisy - padahal mereka masih sekeluarga: saudara, ipar, sepupu - banyak diantara mereka itu yang merasakan betapa beratnya kekerasan dan kekejaman yang mereka lakukan itu. Dan sekiranya tidak ada dari penduduk yang merasa simpati kepada kaum Muslimin, membawakan makanan ke celah-celah gunung1 tempat mereka mengungsi itu, niscaya mereka akan mati kelaparan. Dalam hal ini Hisyam ibn 'Amr termasuk salah seorang dari kalangan Quraisy yang paling simpati kepada Muslimin.

Tengah malam ia datang membawa unta yang sudah dimuati makanan atau gandum. Bilamana ia sudah sampai di depan celah gunung itu, dilepaskannya tali untanya lalu dipacunya supaya terus masuk ke tempat mereka dalam celah itu.


Zuhair Dan Kawan-kawannya Membatalkan Piagam
Merasa kesal melihat Muhammad dan sahabat-sahabatnya dianiaya demikian rupa, ia pergi menemui Zuhair b. Abi Umayya (Banu Makhzum). Ibu Zuhair ini adalah Atika bint Abd'l-Muttalib (Banu Hasyim).

"Zuhair," kata Hisyam "Kau sudi menikmati makanan, pakaian dan wanita-wanita, padahal, seperti kau ketahui, keluarga ibumu demikian rupa tidak boleh berhubungan dengan orang, berjual-beli, tidak boleh saling mengawinkan? Aku bersumpah, bahwa kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibu, keluarga Abu'l-Hakam ibn Hisyam, lalu aku diajak seperti mengajak kau, tentu akan kutolak."

Keduanya kemudian sepakat akan sama-sama membatalkan piagam itu. Tapi meskipun begitu harus mendapat dukungan juga dari yang lain, dan secara rahasia mereka harus diyakinkan. Pendirian kedua orang itu kemudian disetujui oleh Mut'im b. 'Adi (Naufal), Abu'l-Bakhtari b. Hisyam dan Zamia bin'l-Aswad (keduanya dari Asad). Kelima mereka lalu sepakat akan mengatasi persoalan piagam itu dan akan membatalkannya.

Dengan tujuh kali mengelilingi Ka'bah keesokannya pagi-pagi Zuhair b. Umayya berseru kepada orang banyak: "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian padahal Banu Hasyim binasa tidak dapat mengadakan hubungan dagang! Demi Allah saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"

Tetapi Abu Jahl, begitu mendengar ucapan itu, iapun berteriak: "Bohong! Tidak akan kita robek!"

Saat itu juga terdengar suara-suara Zam'a, Abu'l-Bakhtari, Mut'im dan 'Amr ibn Hisyam mendustakan Abu Jahl dan mendukung Zuhair.

Abu Jahl segera menyadari bahwa peristiwa ini akan terselesaikan juga malam itu dan orangpun sudah menyetujui. Kalau dia menentang mereka juga, tentu akan timbul bencana. Merasa kuatir, lalu cepat-cepat ia pergi. Waktu itu, ketika Mut'im bersiap akan merobek piagam tersebut, dilihatnya sudah mulai dimakan rayap, kecuali pada bagian pembukaannya yang berbunyi: "Atas namaMu ya Allah..."

Dengan demikian terdapat kesempatan pada Muhammad dan sahabat-sahabat pergi meninggalkan celah bukit yang curam itu dan kembali ke Mekah. Kesempatan berjual-beli dengan Quraisy juga terbuka, sekalipun hubungan antara keduanya seperti dulu juga, masing-masing siap-siaga bila permusuhan itu kelak sewaktu-waktu memuncak lagi.

Beberapa penulis biografi dalam hal ini berpendapat, bahwa diantara mereka yang bertindak menghapuskan piagam itu terdapat orang-orang yang masih menyembah berhala. Untuk menghindarkan timbulnya bencana, mereka mendatangi Muhammad dengan permintaan supaya ia mau saling mengulurkan tangan dengan Quraisy dengan misalnya memberi hormat kepada dewa-dewa mereka sekalipun cukup hanya dengan jari-jarinya saja dikelilingkan. Agak cenderung juga hatinya atas usul itu, sebagai pengharapan atas kebaikan hati mereka. Dalam hatinya seolah ia berkata: "Tidak apa kalau saya lakukan itu. Allah mengetahui bahwa saya tetap taat."

Atau karena mereka yang telah menghapuskan piagam dan beberapa orang lagi itu, pada suatu malam mengadakan pertemuan dengan Muhammad sampai pagi. Dalam perbicaraan itu mereka sangat menghormatinya, menempatkannya sebagai yang dipertuan atas mereka, mengajaknya kompromi, seraya kata mereka:

"Tuan adalah pemimpin kami ..."

Sementara mereka masih mengajaknya bicara itu, sampai-sampai hampir saja ia mengalah atas beberapa hal menurut kehendak mereka. Ini adalah dua sumber hadis, yang pertama sebagian diceritakan oleh Sa'id b. Jubair, sedang yang kedua oleh Qatada. Kata mereka kemudian Allah melindungi Muhammad dari kesalahan, dengan firmanNya:

"Dan hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau tentang yang sudah Kami wahyukan kepadamu, supaya engkau mau atas nama Kami memalsukan dengan yang lain. Ketika itulah mereka mengambil engkau menjadi kawan mereka. Dan kalaupun tidak Kami tabahkan hatimu, niscaya engkau hampir cenderung juga kepada mereka barang sedikit. Dalam hal ini, akan Kami timpakan kepadamu hukuman berlipat ganda, dalam hidup dan mati. Selanjutnya engkau tiada mempunyai penolong menghadapi Kami." (Qur'an, 17: 73-75)

Ayat-ayat ini turun - menurut dugaan mereka yang membawa cerita gharaniq - sehubungan dengan cerita bohong itu seperti yang sudah kita lihat. Sedang kedua ahli hadis ini menghubungkannya pada cerita pembatalan piagam. Sebaliknya menurut hadis 'Ata, lewat Ibn 'Abbas, ayat-ayat ini turun sehubungan dengan delegasi Thaqif, yang datang meminta kepada Muhammad supaya lembah mereka dianggap suci seperti pohon, burung dan binatang di Mekah. Dalam hal ini Nabi a.s. masih maju-mundur sebelum ayat-ayat tersebut turun.

Apapun juga yang sebenarnya terjadi, terhadap peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat itu sumber-sumber tersebut tidak berbeda, yaitu melukiskan salah satu segi kebesaran jiwa Muhammad, di samping kejujuran dan keikhlasannya dengan suatu lukisan yang sungguh kuat sekali. Segi ini yang juga dilukiskan oleh ayat-ayat yang sudah kita kutipkan dari Surah "Abasa" (80) dan pula seluruh sejarah kehidupan Muhammad membuktikannya pula. Secara terus-terang dikatakan, bahwa dia adalah manusia biasa seperti yang lain, tapi yang telah mendapat wahyu Tuhan guna memberikan bimbingan, dan bahwa dia, sebagai manusia biasa, tidak luput dari kesalahan kalau tidak karena mendapat perlindungan Tuhan. Ia telah bersalah ketika bermuka masam dan berpaling dari Ibn Umm Maktum, dan hampir pula salah sehubungan dengan turunnya Surah "Isra" (17), juga hampir pula ia tergoda tentang apa yang telah diwahyukan kepadanya untuk dipalsukan dengan yang lain.

Apabila wahyu turun kepadanya memberi peringatan atas perbuatannya terhadap orang buta itu, dan terhadap godaan Quraisy yang hampir menjerumuskannya, maka kejujurannya dalam menyampaikan wahyu itu kepada orang sama pula seperti ketika menyampaikan amanat Tuhan itu. Tak ada sesuatu yang akan menghalanginya ia menyatakan apa yang sebenarnya tentang dirinya itu. Tak ada sikap sombong dan congkak, tidak ada rasa tinggi hati.

Jadi kebenaranlah, dan hanya kebenaran semata yang ada dalam risalahnya itu. Apabila dalam menanggung siksaan orang lain demi idea yang diyakininya, orang yang berjiwa besar masih sanggup memikulnya, maka pengakuan orang besar itu bahwa ia hampir-hampir tergoda, tidaklah menjadi kebiasaan, sekalipun oleh orang-orang besar sendiri. Hal-hal semacam itu biasanya oleh mereka disembunyikan dan yang diperhitungkan hanya harga dirinya, meskipun dengan susah payah. Inilah kebesaran yang tak ada taranya, lebih besar dari orang besar. Itulah sebenarnya kebesaran jiwa yang dapat memperlihatkan kebenaran secara keseluruhan. Itulah yang juga lebih luhur dari segala kebesaran, dan lebih besar dari segala yang besar, yakni sifat kenabian yang menyertai Rasul itu dengan segala keikhlasan dan kejujurannya meneruskan Risalah Kebenaran Tertinggi.

Sesudah piagam disobek, Muhammad dan pengikut-pengikutnyapun keluar dari lembah bukit-bukit itu. Seruannya dikumandangkan lagi kepada penduduk Mekah dan kepada kabilah-kabilah yang pada bulan-bulan suci itu datang berziarah ke Mekah. Meskipun ajakan Muhammad sudah tersiar kepada seluruh kabilah Arab di samping banyaknya mereka yang sudah menjadi pengikutnya, tapi sahabat-sahabat itu tidak selamat dari siksaan Quraisy, juga dia tidak dapat mencegahnya.

Abu Talib dan Khadijah Wafat

Beberapa bulan kemudian sesudah penghapusan piagam itu, secara tiba-tiba sekali dalam satu tahun saja Muhammad mengalami dukacita yang sangat menekan perasaan, yakni kematian Abu Talib dan Khadijah secara berturut-turut. Waktu itu Abu Talib sudah berusia delapanpuluh tahun lebih. Setelah Quraisy mengetahui ia dalam keadaan sakit yang akan merupakan akhir hayatnya, mereka merasa kuatir apa yang akan terjadi nanti antara mereka dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apalagi sesudah ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Karena itu pemuka-pemuka Quraisy segera mendatangi Abu Talib, untuk kemudian mengatakan:

"Abu Talib, seperti kau ketahui, kau adalah dari keluarga kami juga. Keadaan sekarang seperti kau ketahui sendiri, sangat mencemaskan kami. Engkau juga sudah mengetahui keadaan kami dengan kemenakanmu itu. Panggillah dia. Kami akan saling memberi dan saling menerima. Dia angkat tangan dari kami, kamipun akan demikian. Biarlah kami dengan agama kami dan dia dengan agamanya sendiri pula."

Muhammad datang tatkala mereka masih berada di tempat pamannya itu. Setelah diketahuinya maksud kedatangan mereka, iapun berkata:

"Sepatah kata saja saya minta, yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab."

"Ya, demi bapamu," jawab Abu Jahl. "Sepuluh kata sekalipun silakan!"

Kata Muhammad: "Katakan, tak ada tuhan selain Allah, dan tinggalkan segala penyembahan yang selain Allah."

"Muhammad, maksudmu supaya tuhan-tuhan itu dijadikan satu Tuhan saja?" kata mereka.

Kemudian mereka berkata satu sama lain: "Orang ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah kalian!"

Ketika Abu Talib meninggal hubungan Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah.

Dan sesudah Abu Talib, disusul pula dengan kematian Khadijah, Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, Khadijah yang telah mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan iman yang ada padanya. Khadijah, yang dulu menghiburnya bila ia mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Ia adalah bidadari yang penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan bibirnya Muhammad melihat arti yang penuh percaya kepadanya, sehingga ia sendiripun tambah percaya kepada dirinya. Abu Talibpun meninggal, orang yang menjadi pelindung dan perisai terhadap segala tindakan musuh. Pengaruh apakah yang begitu sedih, begitu pedih menusuk jiwa Muhammad 'alaihissalam?! Yang pasti, dua peristiwa itu akan meninggalkan luka parah dalam jiwa orang - yang bagaimanapun kuatnya - akan menusukkan racun putus asa kedalam hatinya. Ia akan dikuasai perasaan sedih dan duka, akan dirundung kepiluan dan akan membuatnya jadi lemah, tak dapat berpikir lain di luar dua peristiwa yang sangat mengharukan itu.

Gangguan Quraisy Kepada Muhammad
Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membelanya itu Muhammad melihat Quraisy makin keras mengganggunya. Yang paling ringan diantaranya ialah ketika seorang pandir Quraisy mencegatnya di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepalanya. Tahukah orang apa yang dilakukan Muhammad? Ia pulang ke rumah dengan tanah yang masih di atas kepala. Fatimah puterinya lalu datang mencucikan tanah yang di kepala itu. Ia membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangis anaknya, lebih-lebih anak perempuan. Setitik air mata kesedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang puteri adalah sepercik api yang membakar jantung, membuatnya kaku karena pilu, dan karena pilunya ia akan menangis kesakitan. Juga secercah duka yang menyelinap ke dalam hati adalah rintihan jiwa yang sungguh keras, terasa mencekik leher dan hampir pula menggenangi mata.

Sebenarnya Muhammad adalah seorang ayah yang sungguh bijaksana dan penuh kasih kepada puteri-puterinya. Apakah yang kita lihat ia lakukan terhadap tangisan anak perempuan yang baru saja kehilangan ibunya itu? Yang menangis hanya karena malapetaka yang menimpa ayahnya? Tidak lebih dan semua itu ia hanya menghadapkan hatinya kepada Allah dengan penuh iman akan segala pertolonganNya.

"Jangan menangis anakku," katanya kepada puterinya yang sedang berlinang air mata itu. "Tuhan akan melindungi ayahmu."

Kemudian diulangnya: "Sebelum wafat Abu Talib orang-orang Quraisy itu tidak seberapa mengganggu saya."

Sesudah peristiwa itu gangguan Quraisy kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Ia merasa tertekan sekali.

Kepergian Muhammad ke Ta'if dan Penolakan Thaqif
Terasing seorang diri, ia pergi ke Ta'if2, dengan tiada orang yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar bersorak-sorai dan memakinya.

Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun kepunyaan 'Utba dan Syaiba anak-anak Rabi'a. Orang-orang yang pandir itu kembali pulang. Ia lalu duduk di bawah naungan pohon anggur. Ketika itu keluarga Rabi'a sedang memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya. Sesudah agak reda, ia mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:

"Allahumma yang Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. O Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat - daripada kemurkaanMu yang akan Kautimpakan kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga3."

Dalam memperhatikan keadaan itu hati kedua orang anak Rabi'a itu merasa tersentak. Mereka merasa iba dan kasihan melihat nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang beragama Nasrani bernama 'Addas, diutus kepadanya membawakan buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas buah-buahan itu Muhammad berkata: "Bismillah!" Lalu buah itu dimakannya.

'Addas memandangnya keheranan.

"Kata-kata ini tak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini," kata 'Addas.

Lalu Muhammad menanyakan negeri asal dan agama orang itu. Setelah diketahui bahwa orang tersebut beragama Nasrani dari Nineveh, katanya:

"Dari negeri orang baik-baik, Yunus anak Matta."

"Dari mana tuan kenal nama Yunus anak Matta!" tanya 'Addas.

"Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku juga Nabi," jawab Muhammad.

Saat itu 'Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan kaki Muhammad. Sudah tentu kejadian ini menimbulkan keheranan keluarga Rabi'a yang melihatnya. Sungguhpun begitu mereka tidak sampai akan meninggalkan kepercayaan mereka. Dan tatkala 'Addas sudah kembali mereka berkata:

"'Addas, jangan sampai orang itu memalingkan kau dari agamamu, yang masih lebih baik daripada agamanya."

Gangguan orang yang pernah dialami Muhammad seolah dapat meringankan perbuatan buruk yang dilakukan Thaqif itu, meskipun mereka tetap kaku tidak mau mengikutinya. Keadaan itu sudah diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah itu, ia memperkenalkan diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran. Diberitahukannya kepada mereka, bahwa ia adalah Nabi yang diutus, dan dimintanya mereka mempercayainya.

Namun sungguhpun begitu, Abu Lahab pamannya tidak membiarkannya, bahkan dibuntutinya ke mana ia pergi. Dihasutnya orang supaya jangan mau mendengarkan.

Muhammad sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan ia mendatangi Banu Kinda4 ke rumah-rumah mereka, mendatangi Banu Kalb5, juga ke rumah-rumah mereka, Banu Hanifa6 dan Banu 'Amir bin Sha'sha'a7. Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau mendengarkan. Banu Hanifa bahkan menolak dengan cara yang buruk sekali. Sedang Banu 'Amir menunjukkan ambisinya, bahwa kalau Muhammad mendapat kemenangan, maka sebagai penggantinya, segala persoalan nanti harus berada di tangan mereka. Tetapi setelah dijawab, bahwa masalah itu berada di tangan Tuhan, merekapun lalu membuang muka dan menolaknya seperti yang lain-lain.

Adakah kegigihan kabilah-kabilah yang mengadakan oposisi terhadap Muhammad itu karena sebab-sebab yang sama seperti yang dilakukan oleh Quraisy? Kita sudah melihat, bahwa Banu 'Amir ini mempunyai ambisi ingin memegang kekuasaan bila bersama-sama mereka nanti ia mendapat kemenangan. Sebaliknya kabilah Thaqif pandangannya lain lagi. Ta'if di samping sebagai tempat musim panas bagi penduduk Mekah karena udaranya yang sejuk dan buah anggurnya yang manis-manis, juga kota ini merupakan pusat tempat penyembahan Lat. Ke tempat itu orang berziarah dan menyembah berhala. Kalau Thaqif ini sampai menjadi pengikut Muhammad, maka kedudukan Lat akan hilang. Permusuhan mereka dengan Quraisypun akan timbul, yang sudah tentu akibatnya akan mempengaruhi perekonomian mereka pada musim dingin. Begitu juga halnya dengan yang lain, setiap kabilah mempunyai penyakit sendiri yang disebabkan oleh keadaan perekonomian setempat. Dalam menentang Islam itu, pengaruh ini lebih besar terhadap mereka daripada pengaruh kepercayaan mereka dan kepercayaan nenek-moyang mereka, termasuk penyembahan berhala-berhala.

Makin besar oposisi yang dilakukan kabilah-kabilah itu, Muhammad makin mau menyendiri. Makin gigih pihak Quraisy melakukan gangguan kepada sahabat-sahabatnya, makin pula ia merasakan pedihnya.


Menikah dengan Aisyah Puteri Abu Bakr dan Janda Sauda
Masa berkabung terhadap Khadijah itupun sudah pula berlalu. Terpikir olehnya akan beristeri, kalau-kalau isterinya itu kelak akan dapat juga menghiburnya, dapat mengobati luka dalam hatinya, seperti dilakukan Khadijah dulu. Tetapi dalam hal ini ia melihat pertaliannya dengan orang-orang Islam yang mula-mula itu harus makin dekat dan perlu dipererat lagi. Itu sebabnya ia segera melamar puteri Abu Bakr, Aisyah. Oleh karena waktu itu ia masih gadis kecil yang baru berusia tujuh tahun, maka yang sudah dilangsungkan baru akad nikah, sedang perkawinan berlangsung dua tahun kemudian, ketika usianya mencapai sembilan tahun.

Sementara itu ia kawin pula dengan Sauda, seorang janda yang suaminya pernah ikut mengungsi ke Abisinia dan kemudian meninggal setelah kembali ke Mekah. Saya rasa pembacapun akan dapat menangkap arti kedua ikatan ini. Arti pertalian perkawinan dan semenda yang dilakukan oleh Muhammad itu, nanti akan lebih jelas.

Isra' dan Mi'raj
Pada masa itulah Isra' dan Mi'raj terjadi. Malam itu Muhammad sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani'. Ketika itu Hindun mengatakan:

"Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: 'Umm Hani', saya sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat."

Kataku: "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"

"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka," jawabnya.

Orang yang mengatakan, bahwa Isra' dan Mi'raj Muhammad 'alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm Hani' ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah: "Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan isra'
8 itu dengan ruhnya." Juga Mu'awiya b. Abi Sufyan ketika ditanya tentang isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia." (Qur'an, 17:60)

Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa isra' dari Mekah ke Bait'l-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang pernah dikatakan oleh Muhammad, bahwa dalam isra' itu ia berada di pedalaman, seperti yang akan disebutkan ceritanya nanti. Sedang mi'raj ke langit adalah dengan ruh. Di samping mereka itu ada lagi pendapat bahwa isra' dan mi'raj itu keduanya dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini di kalangan ahli-ahli ilmu kalam banyak sekali dan ribuan pula tulisan-tulisan sudah dikemukakan orang. Sekitar arti isra' ini kami sendiri sudah mempunyai pendapat yang ingin kami kemukakan juga. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang yang mengemukakannya sebelum kita, atau belum. Tetapi, sebelum pendapat ini kita kemukakan - dan supaya dapat kita kemukakan - perlu sekali kita menyampaikan kisah isra, dan mi'raj ini seperti yang terdapat dalam buku-buku sejarah hidup Nabi.

Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang terjemahannya sebagai berikut:

"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.

"Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.

"Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendakiNya.

"Seterusnya mereka sampai ke Bait'l-Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa. Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.

"Langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas. Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api. Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan salju dengan api, telah menyatukan semua hambaMu setia menurut ketentuan Mu.

"Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta mengkuduskan Tuhan.

"Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu, tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidrat'l-Muntaha yang terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang gelap gulita disertai berjuta-juta tabir kegelapan, api, air, udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.

"Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.

"Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.

"Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai, lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.

"Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa. Musa berkata kepadanya:

"Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.

"Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan ketentuan yang lima kali.

"Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi. Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Bait'l-Maqdis ke Mekah naik hewan bersayap."

Demikian cerita Dermenghem tentang Isra' dan Mi'raj. Kitapun dapat melihat, apa yang diceritakannya itu memang tersebar luas dalam buku-buku sejarah hidup Nabi, sekalipun akan kita lihat juga bahwa semua itu berbeda-beda. Di sana-sini dilebihi atau dikurangi.

Salah satu contoh misalnya cerita Ibn Hisyam melalui ucapan Nabi 'alaihissalam sesudah berjumpa dengan Adam di langit pertama, ketika mengatakan: "Kemudian kulihat orang-orang bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?". "Mereka yang memakan harta anak-anak yatim secara tidak sah," jawab Jibril. Kemudian kulihat orang-orang dengan perut yang belum pernah kulihat dengan cara keluarga Fir'aun menyeberangi mereka seperti unta yang kena penyakit dalam kepalanya, ketika dibawa ke dalam api. Mereka diinjak-injak tak dapat beranjak dari tempat mereka. Aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?". "Mereka itu tukang-tukang riba," jawabnya. Kemudian kulihat orang-orang, di hadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping ada daging yang buruk dan busuk. Mereka makan daging yang buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku bertanya: "Siapakah mereka itu, Jibril"? "Mereka orang-orang yang meninggalkan wanita yang dihalalkan Tuhan dan mencari wanita yang diharamkan," jawabnya. Kemudian aku melihat wanita-wanita yang digantungkan pada buah dadanya. Lalu aku bertanya: "Siapa mereka itu, Jibril?" "Mereka itu wanita yang memasukkan laki-laki lain bukan dari keluarga mereka ..." Kemudian aku dibawa ke surga. Di sana kulihat seorang budak perempuan, bibirnya merah. Kutanya dia: "Kepunyaan siapa engkau?" Aku tertarik sekali waktu kulihat. "Aku kepunyaan Zaid ibn Haritha," jawabnya. Maka Rasulullah s.a.w. lalu memberi selamat kepada Zaid ibn Haritha."

Selain dari buku Ibn Hisyam ini, dalam buku-buku sejarah hidup Nabi yang lain dan dalam buku-buku tafsir orang akan melihat bermacam-macam hal lagi di samping itu. Sudah menjadi hak setiap penulis sejarah bila akan bertanya-tanya, sampai di mana benar ketelitian dan penyelidikan yang mereka adakan dalam hal ini semua; mana yang boleh dijadikan pegangan (askripsi) sampai kepada Nabi sesuai dengan pegangan yang sahih (otentik), dan mana pula yang hanya berupa buah khayal orang-orang tasauf dan sebangsanya.

Kalau di sini tidak cukup ruangan untuk mengadakan ketentuan atau penyelidikan dalam bidang tersebut, dan kalau bukan pula di sini tempatnya untuk menyatakan apakah isra' dan mi'raj itu keduanya dengan jasad, ataukah mi'raj dengan ruh dan isra' dengan jasad, ataukah isra' dan mi'raj itu semuanya dengan ruh - maka sudah tentu bahwa tiap pendapat itu akan ada dasarnya pada ahli-ahli ilmu kalam dan tak ada salahnya, kalau atas pendapat-pendapat itu orang menyatakan pendiriannya sendiri, yang akan berbeda pula satu dari yang lain.

Jadi barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa isra' dan mi'raj itu keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah seperti yang kita kemukakan tadi dan sudah berulang-ulang pula disebutkan dalam Qur'an dan diucapkan Rasul.

"Sungguh aku ini manusia seperti kamu juga yang diberikan wahyu kepadaku. Tetapi Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa," (Qur'an. 18: 110)
dan bahwa satu-satunya mujizat Muhammad ialah Qur'an, dan
"Bahwasanya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukanNya, tetapi Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, siapa saja yang dikehendakiNya." (Qur'an, 4:48)

Orang yang berpendapat demikian ini -sebenarnya melebihi yang lain- ia akan bertanya, apa sebenarnya arti isra' dan mi'raj itu. Di sinilah letak pendapat yang ingin kita kemukakan. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang mengemukakan hal ini sebelum kita, atau belum.

Isra' dan mi'raj ini dalam hidup kerohanian Muhammad mempunyai arti yang tinggi dan agung sekali, suatu arti yang lebih besar dari yang biasa mereka lukiskan itu, yang kadang tidak sedikit dikacau dan dirusak oleh imajinasi ahli-ahli ilmu kalam yang subur itu. Jiwa yang sungguh kuat itu, tatkala terjadi isra' dan mi'raj, telah dipersatukan oleh kesatuan wujud ini, yang sudah sampai pada puncak kesempurnaannya. Pada saat itu tak ada sesuatu tabir ruang dan waktu atau sesuatu yang dapat mengalangi intelek dan jiwa Muhammad, yang akan membuat penilaian kita tentang hidup ini menjadi nisbi, terbatas oleh kekuatan-kekuatan kita yang sensasional, yang dapat diarahkan menurut akal pikiran. Pada saat itu semua batas jadi hanyut di depan hati nurani Muhammad. Seluruh alam semesta ini sudah bersatu ke dalam jiwanya, yang lalu disadarinya, sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi -sejak dunia mulai berkembang sampai ke akhir zaman. Digambarkannya dalam perkembangan kesunyian dirinya dalam mencapai kesempurnaan itu, dengan jalan kebaikan dan keindahan dan kebenaran, dalam mengatasi dan mengalahkan segala kejahatan, kekurangan, keburukan dan kebatilan, dengan karunia dan ampunan Tuhan juga. Orang tidak akan mencapai keluhuran demikian itu, kalau tidak dengan suatu kekuatan yang berada di atas kodrat manusia yang pernah dikenalnya.

Apabila sesudah itu kemudian datang orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad yang tidak sanggup mengikuti jejak pikirannya yang begitu tinggi, dengan kesadaran yang begitu kuat tentang kesatuan alam, kesempurnaan serta perjuangannya mencapai kesempurnaan itu, maka hal ini tidak mengherankan dan bukan pula aib tentunya. Orang-orang yang piawai dan jenial memang bertingkat-tingkat. Dalam kita mencapai kebenaran inipun selalu terbentur pada batas-batas ini; tenaga kita sudah tidak mampu mengatasinya.

Apabila kita mau menyebutkan sebagai contoh -dengan sedikit perbedaan tentunya, sehubungan dengan apa yang kita hadapi sekarang ini- cerita orang-orang buta yang ingin mengetahui gajah itu apa, maka salah seorang dari mereka itu akan berkata, bahwa gajah itu ialah seutas tali yang panjang, sebab kebetulan yang terpegang adalah buntutnya; yang seorang lagi berkata, bahwa gajah itu sebatang pohon, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah kakinya; yang ketiga berkata, bahwa gajah itu runcing seperti anak panah, sebab kebetulan yang dijumpainya adalah taringnya; yang keempat berkata, bahwa gajah itu bulat panjang dan bengkok, banyak bergerak-gerak, sebab kebetulan yang dipegangnya adalah belalainya.

Contoh ini sebenarnya masih sejalan dengan gambaran yang terbayang ketika orang yang tidak buta itu melihat gajah untuk pertama kalinya. Boleh juga kiranya kita mengambil perbandingan antara persepsi (kesadaran) Muhammad menangkap esensi kesatuan alam ini serta penggambarannya kedalam isra'dan mi'raj yang berhubungan dengan waktu pertama sejak sebelum Adam sampai pada akhir hari kebangkitan dan yang akan menghilangkan pula kesudahan ruang ini, ketika ia melihat dengan mata batin dari Sidrat'l Muntaha ke alam semesta ini, yang ada sekarang di hadapannya dan sudah seperti kabut -dengan persepsi (kesadaran) kebanyakan orang yang dapat menangkap arti isra'-mi'raj itu. Tatkala itu ia berhadapan dengan bagian-bagian yang tidak termasuk kesatuan alam, sedang hidupnya hanya seperti partikel-partikel tubuh, bahkan seperti partikel-partikel yang melekat pada tubuh itu dengan susunannya yang tidak terpengaruh karenanya. Dari mana pula partikel-partikel daripada hidup tubuh itu, dari denyutan jantungnya, pancaran jiwanya, pikirannya yang penuh dengan enersi yang tak kenal batas; sebab, dari wujud hidup itulah ia berhubungan dengan segala kehidupan alam ini.

Isra' dengan ruh dalam pengertiannya adalah seperti isra' dan mi'raj juga yang semuanya dengan ruh. Ini adalah begitu luhur, begitu indah dan agung. Ia merupakan suatu gambaran yang kuat sekali dalam arti kesatuan rohani sejak dari awal yang azali sampai pada akhir yang abadi. Ini adalah suatu pendakian ke atas Gunung Sinai, tatkala Tuhan berbicara dengan Musa, dan ke Bethlehem, tempat Isa dilahirkan. Pertemuan rohani demikian ini sudah mengandung selawat bagi Muhammad, Isa, Musa dan Ibrahim, suatu manifestasi yang kuat sekali dalam arti kesatuan hidup agama sebagai suatu sendi kesatuan alam dalam edarannya yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan.

Ilmu pengetahuan pada masa kita sekarang ini mengakui isra' dengan ruh dan mengakui pula mi'raj dengan ruh. Apabila tenaga-tenaga yang bersih itu bertemu, maka sinar yang benarpun akan memancar. Dalam bentuk tertentu sama pula halnya dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan kepada Marconi ketika ia menemukan suatu arus listrik tertentu dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang ether arus listrik itu telah dapat menerangi kota Sydney di Australia.

Ilmu pengetahuan zaman kita sekarang ini membenarkan pula teori telepati serta pengetahuan lain yang bersangkutan dengan itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang ether dengan radio, telephotography (facsimile transmisi) dan teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap suatu pekerjaan khayal belaka. Tenaga-tenaga yang masih tersimpan dalam alam semesta ini setiap hari masih selalu memperlihatkan yang baru kepada alam kita. Apabila jiwa sudah mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti yang sudah dicapai oleh jiwa Muhammad itu, lalu Allah memperjalankan dia pada suatu malam dari Masjid'l-Haram ke al-Masjid'l-Aqsha, yang disekelilingnya sudah diberi berkah guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaranNya, maka itupun oleh ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan. Arti semua ini ialah pengertian-pengertian yang begitu kuat dan luhur, begitu indah dan agung, dan telah pula membayangkan kesatuan rohani dan kesatuan alam semesta ini begitu jelas dan tegas dalam jiwa Muhammad. Orang akan dapat memahami arti semua ini apabila ia dapat berusaha menempatkan diri lebih tinggi dari bayangan hidup yang singkat ini. Ia berusaha mencapai esensi kebenaran tertinggi itu guna memahami kedudukannya yang sebenarnya dan kedudukan alam ini seluruhnya.

Orang-orang Arab penduduk Mekah tidak dapat memahami semua pengertian ini. Itulah pula sebabnya, tatkala soal isra' itu oleh Muhammad disampaikan kepada mereka, merekapun lalu menanggapinya dari bentuk materi - mungkin atau tidaknya isra' itu. Apa yang dikatakannya itu kemudian menimbulkan kesangsian juga pada beberapa orang pengikutnya, pada orang-orang yang tadinya sudah percaya. Mereka banyak yang mengatakan: Masalah ini sudah jelas. Perjalanan kafilah yang terus-meneruspun antara Mekah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana boleh jadi Muhammad hanya satu malam saja pergi-pulang ke Mekah?!

Tidak sedikit mereka yang sudah Islam itu kemudian berbalik murtad. Mereka yang masih menyangsikan hal ini lalu mendatangi Abu Bakr dan keterangan yang diberikan Muhammad itu dijadikan bahan pembicaraan.

"Kalian berdusta," kata Abu Bakr.

"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."

"Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi, "tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan."

Abu Bakr lalu mendatangi Nabi dan mendengarkan ia melukiskan Bait'l-Maqdis. Abu Bakr sudah pernah berkunjung ke kota itu.

Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata:
"Rasulullah, saya percaya."
Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "AshShiddiq."9

Alasan mereka yang berpendapat bahwa isra' itu dengan jasad ialah karena ketika Quraisy mendengar tentang kejadian Suraqa mereka menanyakannya dan mereka yang sudah beriman juga menanyakan tentang peristiwa yang luar biasa itu. Mereka memang belum pernah mendengar hal semacam itu. Lalu diceritakannya tentang adanya kafilah yang pernah dilaluinya di tengah jalan. Ketika ada seekor unta dari kafilah tersesat, dialah yang menunjukkan. Pernah ia minum dari sebuah kafilah lain dan sesudah minum lalu ditutupnya bejana itu. Pihak Quraisy menanyakan hal tersebut. Kedua kafilah itupun membenarkan apa yang telah diceritakan Muhammad itu.

Saya kira, kalau dalam hal ini orang bertanya kepada mereka yang berpendapat tentang isra' dengan ruh itu, tentu mereka tidak akan merasa heran sesudah ternyata ilmu masa kita sekarang ini dapat mengetahui mungkinnya hypnotisma menceritakan hal-hal yang terjadi di tempat-tempat yang jauh. Apalagi dengan ruh yang dapat menghimpun kehidupan rohani dalam seluruh alam ini. Dengan tenaga yang diberikan Tuhan kepadanya ia dapat mengadakan komunikasi dengan rahasia hidup ini dari awal alam azali sampai pada akhirnya yang abadi.

Catatan kaki:
[1] Biasanya tempat ini dinamai 'Syi'b Abi Talib' (A).
[2] At-Ta'if sebuah kota dan pusat musim panas dengan ketinggian 1520 m, dari permukaan laut, lebih kurang 60 km timur laut Mekah (A).
[3] Doa ini dikenal dengan nama "Doa Ta'if" (A).
[4] Sebuah Kabilah Arab dari bagian Selatan (A).
[5] Kabilah Arab yang berdekatan dengah Suria (A).
[6] Kabilah Arab di dekat Irak (A).
[7] Kabilah Arab yang terpencar-pencar (A).
[8] Asra, sura dan isra', harfiah berarti "perjalanan malam hari" (LA). 'Araja berarti naik atau memanjat. Mi'raj harfiah tangga (N)(A).

[9] Yang tulus hati, yang sangat jujur (A).

Kisah Nabi Ishak

Nabi Ishaq adalah putera nabi Ibrahim dari isterinya Sarah, sedang Nabi Ismail adalah puteranya dari Hajr, dayang yang diterimanya sebagai hadiah dari Raja Namrud.
Tentang Nabi Ishaq ini tidak dikisahkan dalan Al-Quran kecuali dalam beberapa ayat di antaranya adalah ayat 69 sehingga 74 dari surah Hud, seperti berikut:
" Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami {malaikat-malaikat} telah datang kepada Ibrahim membawa khabar gembira mereka mengucapkan "selamat".Ibrahim menjawab: "Selamatlah" maka tidak lama kemudian Ibrahim menjamukan daging anak sapi yang dipanggang. 70. Mak tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata " Janagan kamu takut sesungguhnya kami adalah {malaikat-malaikat} yang diuts untuk kaum Luth." 71. dan isterinya berdiri di sampingnya lalu di tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan {kelahiran} Ishaq dan sesudah Ishaq {lahir pula} Ya'qup. 72. Isterinya berkata " sungguh menghairankan apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh. 73. Para malaikat itu berkata " Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? { itu adalah} rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu hai ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. 74. Mak tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya dia pun bersoal jawab dengan {malaikat-malaikat} Kami tentang kaum Luth." { Hud : 69 ~ 74 }

Selain ayat-ayat yang tersebut di atas yang membawa berita akan lahirnya Nabi Ishaq drp kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia yang menurut sementara riwayat bahwa usianya pada waktu itu sudah mencapai sembilan puluh tahun, terdapat beberapa ayat yang menetapkan kenabiannya di antaranya ialah ayat 49 surah "Maryam" sebagai berikut:
" Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang meerka sembah selain Allah Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qup. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi."

Dan ayat 112 dan 113 surah "Ash-Shaffaat" sebagai berikut :
" 112. Dan Kami dia khabar gembira dengan {kelahiran} Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang soleh. 113. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada {pula} yang zalim terhadap dirinya dengan nyata."
Catatan Tambahan
Diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim wafat pada usia 175 tahun. Nabi Ismail pada usia 137 tahun dan Nabi Ishaq pada usia 180 tahun.

Rabu, 13 Februari 2013

Kisah Nabi Ismail

Sampai Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat tujuannya di Palestin. Ia telah membawa pindah juga semua binatang ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehinya sebagai hasil usaha niaganya di Mesir.
Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a.berkata:
Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahsia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai lazimnya seorang isteri sebagai Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s. lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sgt gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Siti Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat.

Utk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail puteranya bersama ibunya akan di tempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan debu-debu pasir.

Ismail dan Ibunya Hajar Ditingalkan di Makkah

Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang memenatkan tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Makkah kota suci dimana Kaabah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering . Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu. Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tergamak meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang dilakukan nya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sedar pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar :

"Bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak sesekali aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."

Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau menunggang untanya kembali ke Palestin dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya keetika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah dengan puteranya yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu. Ia berkata dalam doanya:" Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu { Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mrk mendirikan solat dan beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mrk dan berilah mrk rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-mudahan mrk bersyukur kepada-Mu."

Mata Air Zamzam

Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan puteranya di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindungan-Nya. Bekalan makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi Ibrahim. Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin mengering disebabkan kekurangan makan .Anak yang tidak dapat minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet dan tidak henti-hentinya menangis. Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan anaknya yang sgt menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau seteguk air yang dpt meringankan kelaparannya dan meredakan tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya. Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau ia boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahawa yang disangkanya air adalha fatamorangana {bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus asa.

Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya:" Siapakah sebenarnya engkau ini?" " Aku adalah hamba sahaya Ibrahim". Jawab Hajar." Kepada siapa engkau dititipkan di sini?"tanya Jibril." Hanya kepad Allah",jawab Hajar.Lalu berkata Jibril:" Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu, mencukupi keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya."

Kemudian diajaklah Hajar mengikuti-nya pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah .Itulah dia mata air Zamzam yang sehingga kini dianggap keramat oleh jemaah haji, berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut orang " Injakan Jibril ".
Alngkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sgt bahagia dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.

Mancurnya air Zamzam telah menarik burung-burung berterbangan mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian sekelompok bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang berkhemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa di mana ada terlihat burung di udara, nescaya dibawanya terdapat air, maka diutuslah oleh mrk beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu pergi mengunjungi daerah di mana Hajar berada, kemudian kembali membawa berita gembira kepada kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama puteranya. Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkhemahannya ke tempat sekitar Zamzam ,dimana kedatangan mrk disambut dengan gembira oleh Hajar karena adanya sekelompok suku Jurhum di sekitarnya, ia memperolehi jiran-jiran yang akan menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.

Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian oleh Ibrahim.



Nabi Ismail Sebagai Qurban

Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oelh tangan si ayah sendiri.

Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."

Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:" Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan ."Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok dunia.