ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Senin, 26 Agustus 2013

Cerita Motivasi Gajah Dan Kuda



Diceritakan di sebuah hutan ada seekor kuda bertemu seekor gajah, sang kuda langsung menyapa.
Kuda: “Halo badak, selamat pagi.”
Gajah: “Lho, saya bukan badak, saya gajah!”
Kuda: “Lapi banyak binatang di hutan ini menganggap kamu badak”
Gajah: “Saya gajah, bukan badak. Dari dulu gajah sampai sekarang”
Kemudian ada seekor kelinci lewat, juga menyapa sang gajah
Kelinci: “Halo badak, sedang apa kamu?”
Gajah: “Hey … saya bukan badak, saya gajah!
Kuda: “Sudahlah tidak usah membela diri, banyak binatang mengatakan kamu itu badak.”
Gajah: “Bukan membela diri, karena saya memang gajah … ”
Kuda: “Ah…. akui saja kalau kamu badak … tidak usah membabi buta membela diri.”
Gajah: “Terserah semua binatang menganggap saya badak, sebenarnya saya ada gajah dan tetap seekor gajah sampai kapan pun. Bagaimana saya mengakui saya seekor badak, padahal bukan badak. Kadang aneh tuntutan para binatang itu.”

Hikmah

Kadang, dalam kehidupan sehari-hari ada kata-kata yang melemahkan kita. Kita dianggap tidak mampu. Namun yakinlah bahwa itu bukan sejatinya. Itu baru anggapan orang. Sejatinya Anda adalah mahluq mulia yang dianugrahi potensi luar biasa dahsyat. Jangan pedulikan dengan perkataan orang yang menganggap Anda tidak mampu.

Ah Kamu Tidak Bisa Berubah!

Dua kata: “Lawan dan buktikan!”
Lawan saat seseorang mengatakan Anda tidak bisa berubah. Selama masih ada umur, artinya masih ada kesempatan untuk menjadi lebih baik. Ingat, itu hanya anggapan orang untuk melemahkan Anda. Semua orang bisa berubah, jika dia mau berubah. Jika tidak bisa, kuncinya tetap kemauan. Meski pun Anda tidak bisa berubah, jika ada kemauan Anda akan belajar untuk berubah.
Buktikan kalau Anda bisa berubah. Jadikan sebagai cambuk positif untuk berubah ke arah yang lebih baik. Tidak ada kata terlambat selama hayat di kandung badan. Mulailah berubah saat ini juga.
Perubahan itu instant seperti Anda membelokan stir mobil Anda.

Kamu Tidak Akan Bisa!

Kuncinya adalah itu adalah anggapan orang lain. Apakah Anda bisa atau tidak bisa? Andalah yang menentukan. Jika ANDA berpikir tidak bisa, maka Anda tidak akan pernah bisa. Jika ANDA berpikir bisa, insya Allah Anda akan bisa. Jadi, kuncinya bukan pada apa yang dikatakan oleh orang lain, namun ANDA lah kuncinya.
Anggapan tidak selamanya benar, bahkan sangat besar kemungkinan salah. Lagi pula itu adalah anggapan orang lain. Sebab keyakinan Anda sendirilah yang menentukan, tidak peduli bagaimana anggapan dari orang lain. Jangan biarkan, anggapan orang lain menghancurkan diri Anda.

Senin, 19 Agustus 2013

Makna Dan Hikmah Halal bi Halal

Ada satu tradisi  lebaran di Indonesia  ketika   hari raya idul fitri yaitu halal bi halal dan mudik alias pulang kampung.
Halal bi Halal adalah suatu bentuk ungkapan khusus pada waktu dan tempat tertentu sebagai pengganti dari kata Silatur-Rahmi pada kedua hari raya islam yang telah membudaya di beberapa Negara di Asia Tenggara khusnya Indonesia. Jika kita kembali pada sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah SAW, sahabat, para tabi’ dan tabi’ tabi’in bahkan hingga saat ini, maka kita tidak akan mendapatkan istilah Halal bi Halal kecuali Silatu Rahim. Meskipun Istilah Halal bi Halal ini berasal dari bahasa Arab yang berarti “Halal dengan yang halal” atau “sama-sama saling menghalalkan” atau kadang pula diartikan dengan “saling maaf memaafkan/saling menghalalkan dosa masing-masing” namun terdapat kerancuan pemahaman di kalangan orang Arab itu sendiri (ashab al-lughah) terhadap penggunaan dan maksud dari istilah ini.
Tidak mengherankan jika orang Arab akan terheran-heran di saat mereka bertanya tentang acara Halal bi Halal yang sedang dirayakan oleh masyarakat Indonesia yang berada di Arab. Mereka pun akan memahaminya setelah mendapatkan penjelasan tentang sebab dan maksud dari perayaan itu dan kadang mendapat sorotan tentang kesalahan penempatan bahasa yang dimaklumi sebagai bahasa atau ungkapan orang yang baru belajar bahasa Arab namun kadang pula mendapat pujian tentang dalamnya hikmah yang terkandung dari ungkapan tersebut.
Pada ayat ini, telah mengisyaratkan akan adanya sifat pemaaf, yang kemudian pada ayat 237 surah Al-Baqarah disebutkan bahwa :
وَ أَنْ تَعْفُوْا أَقـْرَبُ لِلتـَّقـْوَى
“..Dan jika kamu memaafkan, maka hal itu lebih dekat kepada takwa…”
Memaafkan orang lain sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh baginda Rasulullah SAW di awal dakwahnya, bahkan beliau mendoakan mereka yang ingkar dan telah melukainya di saat Jibril as meminta kepadanya untuk memohon balasan atau azab Allah bagi mereka, merupakan suatu kesabaran dan keteguhan hati dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal senada pun akan dijumpai dalam berpuasa pada bulan Ramadhan, dimana dengan berpuasa akan melatih kesabaran dan membentuk keperibadian dalam meraih tujuan utama dari puasa yaitu:
لـَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن
“…Agar kamu bertakwa” (QS.Al-Baqarah:183)

Sehingga para ulama yang menyebarkan islam di Indonesia, di saat menjawab pertanyaan-pertanyaan orang awam tentang perbedaan Silatur Rahmi pada hari-hari biasa dan pada hari Ied, mereka lebih menyederhanakan perbedaan tersebut dengan Istilah baru yaitu Halal bi Halal, yang dapat berarti bahwa bersilatur rahmi di hari biasa boleh jadi Haram bi Halal atau orang yang menjalin hubungan telah berbuat salah dan dalam keadaan biasa-biasa saja terlebih lagi di Indonesia, ungkapan silatur rahmi lebih diterjemahkan dengan sekedar berziarah. Sedangkan bersilatur rahmi setelah Ied merupakan refleksi dari pembentukkan keperibadian di saat berpuasa sehingga orang yang menjalin dan dijalin silatur rahmi dalam keadaan suci, sadar dan ikhlas untuk memaafkan dan dimaafkan serta memperbaiki hubungan yang telah kusut.
Makna dari Halal bi Halal ini akan lebih bermakna jika puasa yang dilakukan benar-benar sempurna dan mampu meraih tujuan utama dari puasa itu sendiri yaitu meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena Rasulullah SAW bersabda :
رُبَّ صَائِمٍ لـَيْسَ لَهُ مِنٓ صِيَامِهِ إِلاَّ الـْجُوْع
“Banyak sekali orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar” (HR.Nasai, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan niat dan tujuan dalam berpuasa.
Jika kita ingin melakukan perjalanan ke suatu tempat, mislanya dari Ambon menuju Jakarta, maka niat kita bukan sekedar berangkat ke Jakarta dan tujuan kita bukan semata-mata karena ingin sampai atau tiba di bandara maupun pelabuhan yang ada di Jakarta, melainkan masih banyak tujuan-tujuan utama lainnya yaitu ingin mengagumi kemegahan kota metropolitan, bersilatur rahmi dengan sanak saudara, berbelanja ataupun berekreasi dan bertamasya. Begitu pula halnya dengan berpuasa, dimana niat berpuasa bukan sekedar melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, malu dengan tetangga atau takut dihina. Dan tujuan berpuasa bukan karena ingin sampai dan tiba di pelabuhan idul fitri saja melainkan masih banyak tujuan utama lainnya yang akan menjadikan kita sebagai orang yang bertakwa.
Kesadaran akan niat dan tujuan inilah yang akan mendukung pelaksanaan puasa guna membentuk keperibadian yang sebelumnya mati rasa menjadi sensitive dalam merasa dan memperoleh banyak bekal lahir maupun batin sebagai tabungan di tempat tujuan. Di saat tiba di pelabuhan Idul Fitri, begitu kaget dan tercengan akan kebesaran, kemegahan dan kemuliaan Allah SWT seraya bertakbir :
أَلله أَكْبَر الله أكْبَر الله أكْبَر وَلِلهِ الْحَمْد
“Maha besar Allah, Maha besar Allah, Maha besar Allah bagi-Mu segala puji”
Pujian yang bukan sekedar lantuman nada melainkan pujian hakiki yang muncul dari dalam diri yang senantiasa akan membuat orang semakin betah dan bergegas mencari sanak saudara untuk bersilatu rahmi.
Kalimat Silatu Rahmi tersusun dari dua kata yaitu Shilah yang berarti “Hubungan” dan Rahmi yang berarti “Kerabat”, “Rahim dimana janin berada” atau “Kasih sayang”. Secara harfiah, Silatu Rahmi berarti “menjalin hubungan tali kekerabatan” atau “menjalin hubungan kasih sayang”. Secara istilah, oleh Al-Maraghi mendefinisikannya dengan menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan secara sungguh-sungguh karena Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam Surah Ar-Ra’d:21 :
وَالـَّذِيْنَ يَصِلـُوْنَ مَا أَمَرَاللهُ بِهِ أَنْ يُوْصَلَ وَيَخـْشَوْنَ رَبـَّهُمْ وَيَخَافـُوْنَ سُوْءَ الـْحِسَابِ
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”.
As-Shiddiqi dalam Al-Islam, membagi Silatu Rahmi kepada dua bagian, Silatu Rahmi umum dan Silatu Rahmi khusus.
Silatu Rahmi umum yaitu silatu rahmi kepada siapa saja, seagama maupun tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban yang harus dilakukan adalah: menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur, berbuat baik dan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Silatu rahmi ini di sebut juga dengan silatu rahmi kemanusiaan.
Silatu Rahmi khusus yaitu silatu rahmi kepada kerabat dan kepada yang seagama yaitu dengan cara membantunya dengan harta, tenaga, menolong dan menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemudharatan yang menimpa serta berdoa dan membimbing agamanya.
Dengan bersilatur rahmi, maka akan timbul rasa kasih sayang diantara sesama, dan kasih sayang ini akan menyempurnakan keimanan. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
لاَ تـَدْخُلُوْنَ الـْجَنـَّة حَتـَّى تُؤْمِنُوْا وَلاَ تُؤْمِنـُوْا حَتـَّى تَحَابُوْا أَوَلاَ أَدُلـُّكـُمْ عَلـَى شـَيْئٍ اِذَا فَعَلـْتـُمُوْهُ تـَحَابَبْتـُمْ أَفـْشُوْا السَّلاَم بَيْنَكـُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar-benar beriman, dan kalian tidak akan sampai meraih keimanan dengan benar sampai kalian saling mencintai dan mengasihi diantara sesama, maukah aku tunjukkan suatu perkara apabila kalian laksanakan maka kalian akan saling mencintai dan mengasihi “sebarkanlah salam diantara kalian” (HR.Muslim).
Hadis ini menunjukkan akan pentingnya Silatu Rahmi meskipun dimulai dengan hal yang dianggap remeh dan mudah yaitu dengan mengucapkan salam dan tegur sapa yang akan melahirkan keakraban dan kepedulian terhadap sesama. Meskipun mudah namun kadang sulit untuk diterapkan, padahal Rasulullah SAW bersabda :
أَسْرَعُ الـْخَيْرِ ثـَوَابًا الـْبـِرُّ وَصِلـَةُ الرَّحْم
“Kebaikan yang paling cepat balasannya adalah berbuat kebaikan dan silatu rahmi”
Sungguh agung dan mulia ajaran Islam yang menyeru ummat islam untuk saling kenal mengenal dan menjalin hubungan persaudaraan dan menggalakkan sikap peduli terhadap sesama. Dan islam pun mengunci kuat pintu-pintu konflik dan menutup rapat potensi permusuhan.sebagaimana dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengancam orang-orang yang memutuskan tali silatu rahmi :
لاَ يَدْخُلُ الْجَنـَّة قَاطِعُ رَحْمٍ
“Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silatu rahmi” (HR.Muslim). Dan :,
مَنْ هَاجَرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَث لـَيَالٍ لَنْ تُقْبَلَ عَمَلَهُمَا حَتَّى يَصْطَلحَا وَخَيْرُهُمَا الْوَاصِل
“Barang siapa yang bertengkar dengan saudaranya melebihi tiga hari maka tidak akan diterima amal keduanya hingga keduanya rujuk kembali dan yang pertama rujuk adalah yang paling baik”
Kesemua itu menunjukkan bahwa amal dan peribadatan seorang hamba tidak akan sempurna tanpa memperbaiki hubungan silatu rahmi. Dengan kata lain, hubungan antara Allah dan seorang hamba (hablun minallah) akan sempurna jika hamba itu menjaga dan menjalin hubungan antar sesama (hablun minannas).
Dengan bersilatur rahmi akan menyempurnakan keimanan kepada Allah SWT, terutama jika silatu rahmi yang dijalin benar-benar atas dasar saling menghalalkan dosa-dosa/memaafkan masing-masing dengan ikhlas. Maka bekal atau modal yang telah kita peroleh selama bulan ramadhan tidak berkurang, bahkan telah mendapatkan bantuan teman/kerabat yang akan mengantar berbelanja bukan sebatas pada kebutuhan primer seperti shalat wajib dan puasa wajib saja, melainkan mampu memborong barang-barang kebutuhan sekunder dan lux seperti shalat sunnah dan sebagainya. Dan akan menjadi orang yang benar-benar menikmati tamasya dan rekreasi di akherat kelak.
Adanya perbedaan penyebutan antara Silatu Rahmi pada hari biasa dan Ied yang lebih dikenal di Indonesia dengan Halal bi Halal disebabkan pula oleh kemuliaan bulan Ramadhan sebagai penghormatan terhadap keutamaan dan kelebihan, serta bulan Syawal sebagai bulan bertambah dan meningkatnya amal dan bonus atau discount untuk menutupi kekurangan yang ada pada bulan Ramadhan dengan berpuasa selama 6 (enam) hari di bulan syawal. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أتـْبَعَهُ سِتـًّا مِنْ شَوَالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal, maka ia telah berpuasa selama satu tahun penuh. (HR.Muslim).

Jumat, 02 Agustus 2013

Makna Lailatul Qadar

Lailatul qadar merupakan malam yang istimewa yang diperuntukkan bagi  umat islam dimana Alqur'an diturunkan dari lauhil mahfud ke langit dunia. Ibn Abbas r.a. meriwayatkan , rasulullah SAW pernah bercerita bahwa beliau mendapat wahyu dari Allah tentang seorang laki-laki Bani Israil yang berjihad di jalan Allah selama seribu bulan tanpa henti. Rasulullah SAW sangat kagum , lalu beliau berdoa, “Tuhanku , Engkau telah menjadikan umatku orang-orang yang pendek usia dan sedikit amalan”.
Kemudian Allah memberi keutamaan kepada Rasulullah SAW dengan memberikan Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang digunakan oleh laki-laki Bani Israil itu berjihad di jalan Allah.

Nama laki-laki Bani Israil itu adalah Syam’un (Samson). Ia berperang melawan kaum kafir selama seribu bulan tanpa henti. Ia diberi kekuatan dan keberanian yang membuat musuh-musuhnya ketakutan. Lalu kaum kafir mendatangi istri Syam’un. Mereka membujuk istrinya bahwa mereka akan memberi hadiah perhiasan emas jika ia dapat mengikat suaminya. Menurut perkiraan mereka, Syam’un dapat ditangkap dengan mudah jika dalam keadaan terikat.

Ketika Syam’un sedang tidur, secara diam-diam istrinya mengikat badan Syam’un dengan tali. Namun, ketika Syam’un bangun, dengan mudahnya ia memutuskan tali-tali yang mengikat tubuhnya.

“Apa maksudmu berbuat demikian kepadaku?” tanya Syam’un kepada istrinya.

“Aku hanya ingin menguji kekuatanmu,” jawab istrinya pura-pura.

Kaum kafir itu tidak putus asa. Lalu mereka memberi rantai kepada istri Syam’un dan memerintahkannya agar mengikat suaminya dengan rantai itu. Istri Syam’un segera melaksanakannya. Namun, sebagaimana kejadian sebelumnya, dengan mudah Syam’unmemutuskan rantai besi yang mengikat tubunya.

Iblis mendatangi kaum kafir, lalu berkata kepada mereka agar memerintahkan istri Syam’un untuk bertanya kepada suaminya di mana letak kelemahannya. Setelah dibujuk, Syam’un mengatakan kepada istrinya bahwa kelemahannya ada pada delapan jambul dikepalanya. Ketika Syam’un tidur, istrinya memotong delapan jambul suaminya itu lalu mengikatkannya pada tubuhnya. Empat jambul digunakan untuk mengikat tangan dan empat jambul lagi untuk mengikat kakinya. Syam’un tidak mampu melepaskan dirinya dari ikatan itu
karena itulah kelemahannya.

Akhirnya, kaum kafir dapat menangkap Syam’un. Lalu mereka menyiksanya. Telinga dan bibir Syam’un dipotong lalu badannya digantung disuatu tiang yang sangat tinggi. Syam’un berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk melepaskan diri dari penyiksaan musuh-musuhnya. Allah mengabulkan do’a Syam’un, hingga ia dapat melepaskan diri dari tali-tali yang menjeratnya dan menghancurkan tiang yang dipakai untuk menggantungnya . Semua kaum kafir mati tertimpa tiang tersebut.

Para sahabat Rasulullah SAW sangat kagum mendengar cerita itu. Mereka bertanya,” Ya Rasulullah , dapatkah kami meraih pahala sebagaimana yang diperoleh Syam’un?”
“Aku sendiri tidak tahu, ” jawab Rasulullah SAW.

Kemudian beliau berdoa kepada Allah . Allah mengabulkannya dengan memberi malam Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang dipakai Syam’un berjihad di jalan Allah.

Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Jika datang malam Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun ke Bumi diiringi para malaikat yang lain Mereka memberi salam kepada setiap orang yang berzikir kepada Allah. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurayrah, dikatakan bahwa pada malam Lailatul Qadar, para malaikat turun ke Bumi dengan jumlah yang tidak dapat dihitung. Mereka turun dari pintu-pintu langit yang terbuka bagaikan cahaya yang memancar. Terbukalah kerajaan malakut pada saat itu. Bagi orang yang terbuka hijabnya, ia dapat melihat malaikat yang sedang berdiri, rukuk, dan sujud kepada Allah sambil berzikir dan bertasbih. Di antara mereka ada yang dapat melihat surga dan neraka dengan segala isisnya.

Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa menghidupkan malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan sampai
Subuh, hal itu lebih dicintai Allah daripada melaksanakan salat di seluruh malam pada bulan itu.”

Fathimah bertanya,”Ayah, apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang tidak mampu menghidupkan malam itu karena sakit?”

Rasulullah SAW menjawab,”Mereka tidak perlu menyingkirkan bantal-bantal mereka, hendaklah mereka duduk lalu berdoa kepada Allah pada malam itu. Itu lebih disukai Allah daripada salat umatku pada malam Ramadhan.”

Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar, lalu melaksanakan salat dua rakaat dan memohon ampunan Allah, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memberikan rahmat-Nya; malaikat Jibrilpun akan membelai dengan sayapnya. Barangsiapa yang dibelai sayap malaikat Jibril, ia akan masuk surga.”

Dikutip dari buku menyingkap hati mendekati Ilahi, karya Al Ghazali
Makna Lailatul Qadar

Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang Allah sebut ”lebih baik daripada seribu bulan”. Malam itu adalah Lailatul Qadar. Secara kebahasaan, kata qadar di dalam Alquran setidaknya dimaksudkan untuk tiga arti: penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit.

Berdasarkan arti pertama, Lailatul Qadar berarti suatu malam di mana segala hal yang menyangkut alam dunia ini ditetapkan dan diatur. Maka, Lailatul Qadar dalam pengertian ini adalah penetapan kembali sejarah kehidupan manusia. Karena, ia adalah awal penetapan kembali takdir Allah, maka umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dianjurkan bertadarus Alquran sebanyak mungkin, beriktikaf, dan ibadah-ibadah lain seperti dicontohkan Rasulullah.

Tadarus Alquran berarti memahami segala kandungan Alquran secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Sehingga, Alquran benar-benar menjadi bagian dalam hidup kita yang hakiki. Selain itu, Nabi juga menganjurkan memperbanyak iktikaf di dalam masjid. Ini yang selalu beliau praktikkan terutama pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Dalam iktikaf, seseorang dianjurkan memperbanyak evaluasi dan introspeksi diri, menyadari segala kesalahan yang lalu, dan merenungi kebesaran Allah. Selanjutnya memandang masa depan secara positif, bertekad memperbaiki diri sendiri untuk tidak melakukan berbagai dosa dan kesalahan. Pada saat yang sama, bertekad meningkatkan amaliah sehari-hari yang diridhai Allah.

Lailatul Qadar menurut makna kedua yaitu kemuliaan. Surat Al-Qadar menjelaskan kemuliaan ini adalah disebabkan adanya berbagai peristiwa istimewa. Di antaranya peristiwa turunnya Alquran. Karena Lailatul Qadar merupakan diturunkannya Alquran di samping malam ditetapkannya segala sesuatu, maka hakikatnya ia lebih baik dari apa pun juga.

Alquran menggambarkannya dengan hitungan seribu bulan. Artinya, bahwa ketika seseorang dalam perenungannya memahami kebesaran Allah dengan membaca ayat demi ayat Alquran beserta memahami maknanya, maka saat itulah momen Lailatul Qadar akan menemuinya. Malam itu tidak akan menemui orang-orang yang belum siap, dalam artian bahwa jiwanya belum mampu untuk menerimanya. Ia hanya menghampiri orang-orang yang sejak awal Ramadhan benar-benar telah siap, yaitu orang-orang yang selalu menghidupi malam-malamnya dengan ibadah kepada-Nya.

Makna ketiga dari kata qadar adalah sempit. Ia dikatakan sempit karena banyaknya malaikat Allah yang turun memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa manusia hingga waktu pagi datang. Mengenai malaikat yang turun ini, ulama Muhammad Abduh mengilustrasikan mereka sebagai bisikan yang baik.

Turunnya malaikat pada Lailatul Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia selalu disertai oleh malaikat, sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan kedamaian yang tidak terbatas sampai fajar Lailatul Qadar, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.