ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Kamis, 26 Juli 2012

Ubai bin Ka'ab

Ubai bin Ka'ab adalah warga Anshar dari suku Kharaj, ikut dalam perjanjian 'Aqabah dan perang badar dan peperangan lainnya.Beliau mempunyai derajat yang mulia dikalangan Muslimin angkatan pertama. Beliau termasuk perintis penulis wahyu dan surat-surat dan juga termasuk golongan terkemuka dalam penghafalan Al Qur'an, membaca dan memahami ayat-ayatnya.
Pada suatu hari Rasulullah Saw mengatakan kepadanya : "Wahai ubai bin Ka'ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan Al Qur'an padamu ". Ubai maklum bahwa Rasulullah hanya menerima perintah dari wahyu.., maka dengan harap-harap cemas ia bertanya "Wahai Rasulullah, Ibu bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebutkan namaku?" Ujar Rasulullah "Benar! Namamu dan turunanmu ditingkat tertinggi...!" Seorang muslim yang mempunyai kedudukan seperti ini dihati Nabi saw pastilah seorang muslim yang amat agung.
Setelah Rasulullah wafat, Ubai bin Ka'ab tetap setia dan tekun baik dalam beribadat, teguh dalam beragama dan utama dalam keluhuran budi. Disamping itu tiada henti-hentinya beliau menjadi pengawas kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah masih hidup, diperingatkan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai dan budi pekerti mereka.Diantara ucapannya yang agung adalah " Selagi kita bersama Rasulullah tujuan kita satu...., Tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam-macam ada yang ke kiri dan ada yang kekanan...!" Mengenai dunia ubai bin Ka'ab mernah menuliskannya sebagi berikut : " Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri dapat diambil sebagai perumpaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetap yang penting menjadi apa nantinya ..?".
Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan dilihatnya sebagian kaum muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat kepada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepaskan kata-katanya yang tajam : " Celakalah mereka, demi Tuhan mereka celaka dan mencelakan! Tetapi saya tidak menyesal dengan nasib mereka, hanya saya sayangkan adalah kaum muslimin yang celaka disebabkan mereka?!"
Ubai bin Ka'ab selalu menangis setiap teringat akan Allah dan hari akhir, setiap ayat Al Qur'an yang didengarnya menggetarkan hatinya. Dan beliau sangat merasa berduka tak terlukiskan setiap mendengar ayat :"Katakanlah : Ia kuasa akan mengirim siksa kepada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaurkan kalian dalam satu golongan berpecah-pecah, dan ditimpakan kalian perbuatan kawannya sendiri..!"(Qs. Al An'am :65)
Yang paling dicemaskan oleh Ubai bin Ka'ab terhadap ummat adalah datangnya suatu genarasi ummat yang bercakar-cakaran sesama mereka. Beliau selalu memohon keselamatan kepada Allah dan berkat karunia dan rahmatNya sehingga beliau menemui Tuhannya dalam keadaan beriman,aman dan tentram.

Bilal bin Robah

Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Khas orang Habasyah ( Ethiopia sekarang ). Bilal pada mulanya adalah budak milik Umayyah bin Kholaf, salah seorang bangsawan Makkah. Karena keislamannya diketahui tuanny, Bilal disiksa dengan amat keras, hinggga mengundang reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat sebutan Maula Abu Bakar , atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.
Muhammad bin Ibrahim at-Taimy meriwayatkan , suatu ketika Rasulullah wafat dan belum dikubur, Bilal mengumandangkan adzan. Saat Bilal menyeru : Asyhadu anna Muhammmadarrasulullah?., orang-orang yang ada dimasjid menangis. Tatkala Rasulullah telah dikubur, Abu Bakar berkata "Adzanlah wahai Bilal". Bilal menjawab, "Kalau engkau dahulu memebebaskanku demi kepentingannmu, aku akan laksanakan, Tapi jika demi Allah, maka biarkan aku memilih kemauanku." Abu Bakar berkata "Aku membebaskanmu hanya demi Allah'. Bilal berkata," Sungguh aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepenimggal Rasulullah ". Kata Abu Bakar, "Kalau begitu terserah kau".
Zurr bin Hubaisy berkisah, Yang pertama menampakkan keislaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya ditengah masyarakat.
Orang-orang musyrik menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai dijalan-jalan Makkah. Ia tetap tegar dengan selalu menyatakan , Ahad?Ahad? Bilal mendapat pendidikan zuhud langsung dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah dtang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma. Rasulullah : "Untuk apa ini, Bilal ?" Bilal, "Ya, Rasulullah aku mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk tamu-tamu yang datang kepadamu." Rasulullah, "Apakah kamu tak mengira itu mengandung asap neraka ?" Infakkanlah, jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy."
Buraidah mengisahkan, suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal, berkata , " Ya Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku masuk syurga ? Aku mendengar gemerisikmu didepanku. Aku ditiap malam mendengar gemerisikmu." Jawab Bilal "Aku setiap berhadats langsung berwudhu dan sholat dua raka`at." Sabda Nabi S.A.W," Ya, dengan itu ".

Selasa, 24 Juli 2012

Puasa dan Pendidikan Jiwa



Ada beberapa faedah dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan upaya meninggalkan hasrat jiwa seorang yang berpuasa, baik itu hasrat terhadap makanan, minuman, maupun berhubungan suami-istri.
Faedah tersebut di antaranya adalah:
Menundukan hawa nafsu, karena rasa kenyang, segar, dan berhubungan dengan wanita dapat menyebabkan jiwa menjadi angkuh dan lalai.
Mengosongkan hati agar bisa berpikir dan berzikir, karena memenuhi segala keinginan jiwa dapat membuat hati keras dan buta serta menghalangi seorang hamba untuk berzikir dan berpikir dan akhirnya membuatnya lalai. Mengosongkan batin dari makan dan minum dapat membuat hati terang dan lembut serta dapat menghilangkan kekerasan hati dan mengosongkannya agar bisa berzikir dan berfikir.
Orang kaya dapat mengetahui kadar nikmat Allah yang diberikan kepadanya dengan kemampuannya menahan sesuatu yang biasanya dialami oleh kaum fakir-miskin, baik itu berupa makanan, minuman, maupun hubungan suami-istri, karena dengan terhalanginya dari hal-hal tersebut pada waktu tertentu dan mendapatkan kesulitan karenanya, ia akan teringat dengan orang-orang yang sama sekali tidak mendapatkannya. Hal ini akan membuatnya mensyukuri nikmat kekayaan yang Allah berikan kepadanya dan mendorongnya untuk mengasihi saudaranya yang membutuhkan (pertolongan) dan menolongnya sedapat mungkin.
Puasa dapat mempersempit tempat beredarnya darah yang merupakan tempat masuknya setan ke jiwa manusia, karena setan masuk ke jiwa manusia melalui tempat beredarnya darah, sehingga dengan puasa dapat menenangkannya dari godaan setan dan mematahkan pagar hasrat dan kemurkaan, karenanya Nabi saw menjadikan puasa sebagai tameng karena ia dapat memutus hasrat untuk berhubungan suami-istri.
Mendekatkan diri kepada Allah SWT tidaklah sempurna hanya dengan meninggalkan semua hasrat jiwa yang diperbolehkan pada selain waktu berpuasa, kecuali setelah mendekatkan diri kepada-Nya dengan meninggalkan segala yang diharamkan Allah dalam segala keadaan, baik itu berupa perkataan dusta, kezaliman, ataupun permusuhan di antara manusia yang berkaitan dengan darah, harta, dan harga diri mereka. Oleh karena itu, Nabi saw bersabda, "Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkannya meninggalkan makanan dan minumannya." (HR Bukhari).
Seorang ulama salaf berkata, "Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan minum dan makan." Jabir berkata, "Jika kamu berpuasa, hendaklah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu juga ikut berpuasa dari kedustaan dan hal-hal yang diharamkan, janganlah kamu menyakiti tetanggamu, hendaklah kamu tetap tenang di hari puasamu dan janganlah kamu menjadikan hari puasamu sama seperti hari ketika kamu tidak berpuasa."
"Jika pada pendengaranku tidak ada penjagaan, pada pengelihatanku tidak ada penutup, dan pada ucapanku tidak ada kebisuan,
maka bagianku dari puasa ini hanyalah rasa lapar dan dahaga. Maka jika saya berkata, 'Sungguh saya berpuasa pada hariku ini, maka sebenarnya aku tidak berpuasa'."
Alasan semua ini adalah bahwa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan meninggalkan hal-hal yang diperbolehkan tidaklah sempurna kecuali setelah mendekatkan diri kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Barang siapa melanggar hal-hal yang diharamkan kemudian ia mendekatkan diri dengan meninggalkan hal-hal yang diperbolehkan, maka ia sama saja dengan orang yang meninggalkan hal-hal yang diwajibkan dan melakukan hal-hal yang disunahkan, sekalipun menurut mayoritas ulama puasanya tetap sah dan ia tidak diperintahkan untuk menggantinya (mengqadha), karena suatu amal perbuatan hanya batal dengan melanggar hal-hal yang dilarang yang berkaitan khusus dengannya, bukan dengan melakukan hal-hal yang dilarang namun tidak berkaitan khusus dengannya. Inilah pendapat mayoritas ulama.
Diriwayatkan dalam musnad Ahmad bahwa pada masa Nabi saw ada dua orang wanita berpuasa, keduanya hampir saja mati karena kehausan, lalu hal tersebut diceritakan kepada Nabi saw, namun beliau berpaling, tak lama kemudian keduanya diceritakan kembali, akhirnya beliau memanggil keduanya dan menyuruhnya untuk muntah, lalu keduanya memuntahkan semangkuk nanah dan darah serta daging segar. Kemudian Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya kedua wanita ini telah berpuasa dari hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, namun keduanya berbuka dengan hal-hal yang diharamkan oleh Allah, seorang dari mereka menghampiri temannya yang sedang duduk, lalu keduanya mulai memakan daging-daging manusia (membicarakan keburukan orang lain)." 

Senin, 23 Juli 2012

Kajian Puasa Dengan Pahala yang Berlipat Ganda



Allah SWT telah mengecualikan puasa dari semua amal kebaikan yang berlipat-ganda pahalanya; semua amal kebaikan akan dilipat-gandakan menjadi sepuluh hingga 700 kali-lipat, lain halnya dengan puasa, pelipat-gandaan pahalanya tidak hanya sebatas bilangan di atas, melainkan Allah SWT akan melipatgandakan pahalanya dengan kelipatan yang tak terhingga banyaknya, karena puasa termasuk perbuatan sabar, sedangkan Allah SWT berfirman, "? Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas." (39: 10). Dan karena inilah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi saw menamakan bulan Ramadhan dengan bulan sabar dan dalam hadis lain Nabi saw bersabda, "Puasa adalah setengah dari kesabaran." (HR al-Tirmizi).
Sabar terdiri dari tiga macam:
1. Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
2. Sabar dalam menjauhi segala hal yang diharamkan Allah SWT.
3. Sabar terhadap taqdir atau ketentuan Allah SWT yang menyakitkan.
Ketiga macam sabar ini berkumpul menjadi satu dalam ibadah puasa, karena dalam berpuasa dituntut untuk sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT, sabar dalam menjauhi segala hasrat yang diharamkan oleh Allah SWT atas orang yang berpuasa dan sabar terhadap konsekuensi yang diterima oleh orang yang berpuasa, baik itu berupa perihnya rasa lapar dan dahaga, maupun lemah/letih yang dirasakan oleh jiwa dan raga. Rasa pedih yang timbul dari amal ketaatan ini akan membuahkan pahala bagi orang yang melaksanakannya.
Ada beberapa faktor yang membuat pahala amal kebaikan dilipat-gandakan, di antaranya:
- Kemuliaan tempat dilakukannya amal perbuatan, seperti tanah haram, oleh karena itu melakukan shalat di Masjidil Haram, Mekah dan masjid Nabawi, Madinah, akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, sebagaimana Nabi saw bersabda, "Salat satu rakaat di masjidku ini (masjid Nabawi) lebih baik daripada salat seribu rakaat di masjid manapun selain masjidil haram." (HR Bukhari dan Muslim).
- Kemuliaan waktu pelaksanaan (ibadah) seperti bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Nabi saw bersabda, "Barang siapa melakukan satu ibadah sunah pada bulan Ramadhan, maka ia seperti orang yang melaksanakan ibadah wajib pada selain bulan Ramadhan. Dan barang siapa melaksanakan ibadah wajib pada bulan Ramadhan, maka ia seperti orang yang melaksanakan 70 ibadah wajib pada selain bulan Ramadhan." (HR Ibnu Khuzaimah).
Jika puasa itu sendiri dilipatgandakan pahalanya dibandingkan dengan amal kebaikan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan lagi dibandingkan puasa pada waktu lain. Hal ini karena ia dilakukan pada waktu yang mulia (bulan Ramadhan) dan ia merupakan puasa yang diwajibkan Allah SWT atas hamba-hambaNya serta menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam.
Tingkatan Orang yang Berpuasa
Ada dua tingkatan orang yang berpuasa:
Pertama, orang yang meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Allah SWT, ia mengharapkan balasannya dari-Nya di surga. Orang ini telah melakukan perdagangan dan transaksi dengan Allah dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang beramal saleh. Orang ini tidak akan rugi bertransaksi dengan Allah, bahkan ia akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Rasulullah saw pernah berkata kepada seorang sahabat, "Sesungguhnya kamu tidak akan meninggalkan sesuatu (yang buruk) karena takut kepada Allah kecuali Allah akan memberimu yang lebih baik dari yang kami tinggalkan itu." (HR Ahmad).
Maka orang yang berpuasa ini kelak akan diberikan makanan, minuman, dan wanita-wanita di surga atas kehendak Allah SWT.
Seorang ulama salaf berkata, "Telah sampai kepada kami kabar bahwa orang-orang yang berpuasa akan mendapatkan hidangan yang akan mereka makan, sedangkan umat manusia ketika itu sedang dihisab, lalu mereka berkata, Ya Rabb, kami saat ini sedang dihisab, lalu mengapa mereka enak-enakan makan? maka dijawab, "Sama saja, mereka dulu puasa sedang kamu tidak berpuasa, dulu mereka beribadah pada malam hari sedang kamu enak-enakan tidur."
Kedua, orang yang berpuasa di dunia dan hanya menfokuskan seluruh aktifitas lahir dan bathinnya hanya untuk Allah SWT semata, ia dapat menjaga fikirannya, ia menjaga perutnya dan ia selalu ingat mati dan ancaman Allah SWT. Ia menginginkan akhirat, karenanya ia meninggalkan perhiasan dunia, maka hari raya (idul fitri)nya orang yang berpuasa ini adalah hari ketika ia berjumpa dengan Rabbnya dan ia akan berbahagia karena dapat melihat-Nya.
Barang siapa berpuasa dengan meninggalkan segala syahwatnya di dunia, maka ia akan mendapatkannya esok di surga dan barang siapa berpuasa dengan meninggalkan segala sesuatu dan memfokuskan seluruh aktifitas lahir dan bathinnya hanya kepada Allah SWT, maka hari rayanya adalah hari dimana ia berjumpa dengan Rabbnya.
"Wahai kekasih semua hati, siapakah yang akan bersamaku selain Engkau, kasihanilah hamba yang berdosa ini yang datang menemui Engkau hari ini, wahai Rabbku, tidaklah hamba ini memiliki bekal di surga-Mu, namun hamba sangat menginginkannya agar hamba dapat melihatMu."
Wanginya Orang yang Berpuasa
Bau mulut orang yang berpuasa adalah aroma yang keluar dari hawa tak sedap yang timbul karena kekosongan perut besar dari makanan ketika berpuasa, ia adalah aroma yang tidak disukai oleh penciuman manusia di dunia ini, namun bagi Allah ia adalah aroma yang harum, karena ia timbul dari ketaatan dan pencarian ridha-Nya.
Sebagaimana darah orang yang mati syahid akan datang pada hari kiamat berupa darah yang mengalir, berwarna darah, namun harumnya seperti harumnya minyak kesturi.
Mengenai harumnya aroma mulut orang yang berpuasa bagi Allah SWT terdapat dua pengertian:
Ketika puasa menjadi rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya di dunia, maka Allah akan menampakkannya di akhirat di hadapan makhluk-makhluk-Nya, agar dengan ini semua orang-orang yang berpuasa menjadi terkenal di kalangan semua orang sebagai balasan dari usaha mereka untuk merahasiakan puasa mereka di dunia.
Orang yang beribadah dan taat kepada Allah serta berusaha mencari ridha-Nya di dunia dengan suatu amal yang meninggalkan beberapa pengaruh yang tidak disukai oleh jiwa-jiwa manusia di dunia, maka pengaruh-pengaruh yang tidak disukai ini akan disuaki Allah, bahkan sangat harum bagi-Nya, karena ia timbul dari ketaatan dan pencarian ridha-Nya. Dengan dikabarkannya hal tersebut di atas bagi orang-orang yang beramal di dunia, akan membuat hati mereka tenang dan tentram, agar segala yang dijumpainya di dunia tidak mereka benci.
Bau mulut orang-orang yang berpuasa lebih harum dari aroma minyak kesturi, lapar yang mereka rasakan karena Allah adalah rasa kenyang, dahaga yang mereka rasakan demi mencari ridha-Nya adalah kesegaran dan letih yang dirasakan oleh orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam berkhidmat kepada-Nya adalah kesenangan. 

Sabtu, 21 Juli 2012

Hadis Puasa

Barang siapa yang menjalankan puasa dengan iman dan penuh perhitungan maka akan diampuni dosa-dasanya ( alhadis)


Puasa itu banyak memberikan manfaat pada manusia baik secara fisik, jiwa dan spiritual/rohani kita

Marhaban Yaa Ramadhan

Allohuma bariklana fii rajaba wa sa'bana wa baligna romadon ....


Akhirnya Alloh berkenan pada kita bulan ramadhan datang lagi ....jadikan bulan ramadan laksana kawah ' condro dimuko" yg akan menempa spiritualitas kita ... dengan harapan menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa..ini momentum yg tak terhingga nilainya ..tak ada yang bisa jamin apakah tahun depan akan berjumpalagi marhabah ya ramadan selamat menunaikan segala ibadah dibulan yang mengasyikkan ....

Selasa, 17 Juli 2012

Perang Salib (II)



Ada beberapa penafsiran tentang berapa kali Perang Salib itu terjadi. Batas antara Perang Salib yang satu dengan yang lainnya secara pasti tidak dapat ditentukan. Menurut K. Hitti tiga kali, menurut Shalaby tujuh kali, sedangkan menurut Sa'ad Abd Fatah 'Asyur delapan kali. Karena itu, untuk memastikan kebenarannya, perlu penelitian lebihn lanjut. Saya akan menguraikan apa yang ditulis Syalaby.

Perang salib I
Ide Perang Salib I bersumber dari pidato Paus Urban II pada tahun 1095 di Clermont, daerah tenggara Prancis. Ia menganjurkan perang suci melawan kaum muslimin di Timur dengan satu teriakan: "Inilah kehendak Tuhan" (Deus vult). Hal ini sebagai hasil pendekatan berkali-kali kepada Paus Urban II oleh Emperor Alexius Comnenus yang posisinya sedang terdesak di Asia kecil oleh dinasti Saljuq. Pada tahun 1097 sebanyak 150.000 orang, sebagian besar dari Jerman dan Normandia, dikerahkan dalam tiga angkatan di bawah pimpinan Raja Godfrey, Raja Bohemond, dan Raja Raymond. Mereka bertemu di Konstantinofel.
Tetapi, tampaknya tidak semua raja di Eropa menopang gerakan salib ini. Dalam pertemuan bersejarah di Clermont itu, ada juga yang tidak hadir untuk menyatakan keikutsertaannya. Dari semula Paus Urban II merasa perlu dukungan dari kekuatan sekular. Para uskup bersidang dan mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa setiap yang turut serta dalam perang suci akan mendapatkan pengampunan dosa dan kekayaan para bangsawan selama berperang dalam pengamanan gereja. Sidang itu juga menghasilkan kesepakatan, sebagai simbol gerakan, bahwa pakaian setiap orang yang turut berperang akan diberi tanda salib merah pada bagian pundak dan punggung dan gerakan diarahkan menuju Konstantinofel. Keputusan lainya, siapa saja yang pulang tanpa menunaikan tugasnya akan menerima hukuman dari gereja.
Angkatan Perang Salib I ini terdiri dari tiga kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh Raja Godfrey of Bouillon dari Lorraine dan saudaranya, Baldwin. Kelompok kedua dipimpin oleh Bohemond dari Normandia. Dan, angkaan ketiga dipimpin oleh Raymond IV dari Provinve, yang didampingi utusan pribadi Paus, Uskup Adheman. Di samping itu, Raymond memperingatkan Paus akan pentingnya bantuan dari Genoa, yaitu bantuan angkatan lautnya. Akhirnya, Gemoa memberikan bantuan dua belas kapal perang untuk menopang Perang Salib ini. Karena itu, Genoa mendapat hak atas pelabuhan-pelabuhan Syiria.
Ketiga kelompok tentara Salib tersebut, setelah sampai di Konstantinofel, harus tunduk kepada pimpinan dan komando Kaisar Alexius Comenus. Pada mulanya ada perlawanan terutama dari Godfrey dan Raymond. Namun, akhirnya mereka terpaksa tunduk kepada kekuasaan Bizantium. Di samping itu, Kaisar Bizantium dapat memaksakan suatu perjanjian: "Setelah menaklukan daerah-daerah di Asia Kecil dan dan di Syam, para raja harus mengembalikan daerah-daerah bekas kekuasaan Bizantium yang di rebut oleh Saljuq".
Dari fakta-fakta tersebut nampak bahwa pihak Bizantium Timur, Alexius, cukup berpengalaman dalam memaksakan keinginannya mempertahankan daerah-daearah jajahannya. Dari pihak raja-raja juga sebenarnya hendak mendirikan pemerintahan masing-masing. Perlawanan terhadap kekaisaran Bizantium dibalas dengan pemboikotan bahan makanan, sehingga mereka tidak berdaya menghadapi Kaisar Alexius itu, seperti terjadi terhadap Godfrey. Peselisihan Emperor dengan Raymond tidak setajam dengan Godfrey karena dapat diredakan oleh utusan Paus, Adhemar. Namun, perselisihan ini berlanjut ampai raja-raja mengingkari janjinya. Ini merupakan kelemahan pihak tentara Salib, sehingga Paus menjadi kecewa.
Pada permulaan 1097 tentara Salib mulai menyeberangi Selat Bosforus bagaikan air bah. Mereka berkemah di Asia Kecil yang ketika itu dikuasai oleh Dinasti Saljuq, Qolej Arslan. Mula-mula mereka mengepung pelabuhan Naicaea selama sebulan sampai jatuh ke tangan tentara Salib pada tanggal 18 Juni 1097. Ini berarti Bizantium telah merebut kembali apa yang telah dikuasai dari Antioch selama enam tahun. Tentara Bizantium di bawah pimpinan Emperor mengadakan perundingan dengan penguasa kaum muslimin seputar penyerahan kota itu kepadanya, dengan jaminan muslim Turki akan diselamatkan. Hal ini mengejutkan tentara Salib karena merasa kalah cepat oleh kelihaian Emperor.
Tentara Salib terus maju. Pertempuran di Darylaeum (Eski-Shar) meluas ke tenggara Nicaea sampai akhir 1097. Tentara Salib meraih kemenangan karena Saljuq dalam keadaan lemah. Mereka berhsil memasuki selatan Anatolia dan Provinsi Torres. Di bawah pimpinan Baldwin, mereka mengepung Ruha, yang penduduk Armenianya beragama Kristen. Rajanya, Turus, telah melantik Baldwin untuk menggantikannya setelah ia mati, sehingga Baldwin dapat menaklukan Ruha pada tahun 1098.
Bohemond menaklukan Antioch, ibu kota lama Bizantium, pada tanggal 3 Juni 1098 setelah susah payah mengepungnya selama sembilan bulan. Antioch termasuk benteng yang sangat kuat karena secara geografis sangat strategis--setelah konstantinofel-- dengan gunung-gunungnya yang mengelilingi sebelah utara dan timur, dan sungai yang membatasinya. Jatuhnya Antioch dari Yagi Sian (Saljuq) disebabkan oleh berpecah-belah dan lambatnya bantuan dari Salajiqoh Persia (Karbugha), serta terjadinya pengkhianatan di dalam Antioch sendiri oleh bangsa Armenia yang tentu memihak Kristen. Bantuan logistik dan perlengkapan dari Inggris dan armada laut Genoa yang tiba di pelabuhan Suwaida semakin memperkuat tentara Salib.
Bahemond telah menunjukan keberaniannya yang luar biasa. Ketika tentara Salib mengalami krisis dalam pengepungan Antioch ini, ia pura-pura bersedia pulang ke Italia. Dengan sendirinya tentara meminta-minta agar tidak ditinggalkan oleh pemimpinnya, terutama pada saat yang kritis, ketika mendapat serangan tentara gencar dari tentara Saljuq. Ia menuduh panglima Bizantium, Titikios, telah mengkhianati tentara Salib karena mengadakan hubungan rahasia dengan penguasa Saljuq-Turki untuk menghancurkan tentara Salib. Hal ini menyebabkan kemarahan tentara Salib meluap-luap. Akhirnya, Tatikios dengan tentaranya lari melalui pelabuhan Suwaida ke Pulau Cyprus karena takut dibunuh tentara Salib. Nampaknya kali ini Bahemond berhasil menempatkan dirinya sebagai satu-satunya panglima-- setelah mendapat pengalaman menghadapi kaki tangan Emperor di Nicaea--sehingga ada alasan untuk tidak menyerahkan Antioch kepada Emperor Bizantium. Di sini nampak persaingan kekuasaan antara Bizantium dan raja Eropa.
Setelah penaklukan Antioch, Bohemond dapat menguasai daerah-daerah sekitarnya. Raymond menguasai sebelah barat daya Antioch dan tidak mau menyerahkannya kepada Bohemond, karena sebenarnya ia pun berambisi menguasai seluruh Antioch. Krisis ini baru bisa diselesaikan setelah Raymond diserahi pimpinan untuk penyerangan ke Yerusalem, karena ia mempunyai peluang untuk menguasai daerah yang lebih luas di tanah suci itu. Akhirnya, Antioch berada di bawah kekuasaan Kristen selama kurang lebih seperempat abad.
Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Raymond mengadakan hubungan kerja sama dengan amir-amir Arab, antara lain dengan Muwaranah yang memberikan bantuan kepada tentera Salib. Pemerintah Tripoli dan Beirut juga memberikan bantuan kepada tentara Salib, mungkin karena Solidaritas agamanya lebih diutamakan daripada tanah airnya, atau karena tidak tunduk kepada tentara Turki. Dalam tempo satu bulan, Yerusalem sudah dapat direbut pada tanggal 15 Juli 1099. Kekalahan kaum muslimin Dinasti Fatimiyah yang menguasai Bait al-Maqdis sudah dapat dipastikan, karena kota-kota penting yang merupakan pintu gerbang satu-persatu telah ditaklukan. Jumlah tentara Salib jauh lebih banyak daripada tentara Fatimiyah, yaitu 40.000 orang (20.000 orang merupakan tentara terlatih).
Penaklukan Bait al-Maqdis oleh tentara Salib diwarnai dengan pembantaian yang tak pandang bulu (indiscriminate massacre). Kaum muslimin--meliputi semua umur dan jenis yang tak berdaya--dibantainya. K. Hitti menuliskan, "Heaps of heads and hand feet were to be seen throughout the street and squares of the city." Para ahli sejarah mencatat jumlah korban pembantaian itu sekitar 60.000--100.000 orang lebih. Peristiwa yang kejam ini (jika dibandingkan dengan penaklukan Shalahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali Bait al-Maqdis) tentu menimbulkan pertanyaan, "Benarkah motivasi agama (Kristen) menjiwai perang ini?"
Akhirnya misi tentara Salib tercapai, yaitu merebut Bait al-Maqdis dan berhasil mendirikan pemerintahan, masing-masing Baldwin memegang tampuk kekuasaan di Ruha (1098), Bohemond menguasai pemerintahan di Antioch, dan Godfrey menjadi penguasa di Yerusalem, karena Raymond tidak terpilih menjadi penguasa di sana. Godfrey meninggal dunia dan digantikan saudaranya, Baldwin I, tanpa ada yang menyaingi karena Bohemond ditawan Raja Al-Ghazi Kamusytakin Turki.
Meskipun Yerusalem telah dikuasai, peperangan di Syam terus berlangsung. Raja Yerusalem menyerahkan kepemimpinan kepada Raymond (1101) untuk menaklukan Tripoli di Syam. Kaum muslimin di Tripoli dapat mempertahankan pengepungan Salib selama delapan tahun. Pada tahun 1109, Tripoli jatuh ke tangan tentara Salib, tetapi Raymond tidak sempai menyaksikan kejatuhan kota itu karena meninggal dunia (1105) ketika pengepungan mencapai puncaknya. Ia digantikan oleh Wiliam Yordan, yang meninggal dunia pada tahun 1108. Wiliam kemudian diganti oleh Bertrand. Pada zaman Bertrand, Tripoli dapat ditaklukan. Kota-kota penting lain yang ditaklukan ialah Akka (ditaklukan pada tahun 1104) dan Sur (ditaklukan pada tahun 1124).
Bersambung?! 

Bolehkah Sholat Jum'at diJama'


Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Menurut ayat ini setiap mukmin baik laki laki maupun perempuan, tua maupun muda, sehat ataupun sakit, muqim atau musafir adalah wajib melakukan shalat Jum’at. Tetapi kemudian oleh hadis Nabi saw kewajiban melakukan shalat Jum’at itu dikecualikan empat golongan/orang:


الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ
أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ [رواه أبو داود والحاكم ]

Artinya: “Shalat Jum’at itu suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah, kecuali empat orang/golongan, yaitu: hamba sahaya, orang perempuan, anakanak dan orang sakit.”[HR. Abu Daud dan alHakim]

Menurut anNawawi hadis ini sanadnya sahih menurut syarat alBukhari dan Muslim. 
Menurut alHafiz bahwa yang mensahihkan hadis ini bukan hanya seorang.
Dalam hadis di atas yang dikecualikan dari kewajiban melakukan shalat Jum’at itu
ada empat orang, dan tidak masuk di dalamnya musafir, orang yang sedang
bepergian. Dengan demikian, musafir tetap berkewajiban melakukan shalat Jum’at.
Selanjutnya apabila sedang musafir, apakah shalat Jum’at bisa dijamak, dalam
hal ini dengan shalat Asar, sudah dijelaskan
bahwa orang yang sedang bepergian, menjamak shalat Jum’at dengan shalat Asar
dibolehkan. Hal ini didasarkan kepada keumuman dalil tentang menjamak shalat bagi
yang sedang bepergian, yaitu hadis Muslim dari Anas, hadis Ahmad dari Kuraib dan
Ibnu Abbas, yang menjelaskan bahwa Nabi saw apabila akan atau sedang bepergian,
beliau melakukan shalat dengan dijamak. Secara implisit dalam hadis tersebut
termasuk juga bolehnya menjamak shalat Jum’at dengan shalat ‘Asar.
Setelah diketahui bolehnya menjamak shalat Jum’at dengan shalat Asar,
persoalan selanjutnya adalah apakah dilakukan secara jamak taqdim atau jamak
ta’khir? Mengenai hal ini kami belum menemukan dalilnya secara khusus. Akan
tetapi persoalan ini dapat didekati antara lain dari kapan waktu melakukan shalat
Jum’at itu. Mengenai hal ini ada beberapa hadis yang menerangkannya:
1. Hadis riwayat Ahmad, alBukhari,
Abu Daud, atTurmuzi dan alBaihaqi
dari Anas:


عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُ ولُ اللَّ هِ صَ لَّى اللَّ هُ عَلَيْ هِ وَسَ لَّمَ يُصَ لِّي بِنَ ا الْجُمُعَ ةَ
حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ [رواه أحمد والبخاري وأبو داود والترمذي والبيهقي ]

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Adalah Rasulullah saw bersembahyang Jum’at bersama kami tatkala matahari tergelincir.”
2. Hadis riwayat Ahmad, alBukhari dan Muslim dari Salamah bin alAkwa’ menyebutkan:


قَالَ س ل مَةُ بنُ اْ لأَكْ وَ عَ كنَّ ا نُ صلِّ ي مَ عَ ال نَّ بِيِّ صَ لَّى اللَّ هُ عَ لَيْ هِ وَسَ لَّمَ الْجُمُعَ ةَ
إِ ذا زالَ تِ الشَّ مسُ ثُ مَّ نرْ جِ عُ فَ ن تبِ عُ الفَ يْ ءَ [رواه أحم د والبخ اري ومس لم
وابن أبي شيبة ]

Artinya: “Telah berkata Salamah bin alAkwa’ bahwasanya kami bersembahyang Jum’at bersama Rasulullah saw apabila matahari telah tergelincir dan kami kembali pulang dengan mengikuti bayangan kami.”
AsSayyid Sabiq menukilkan pendapatnya alBukhari
bahwa waktu shalat Jum’at itu apabila matahari telah tergelincir. Demikian juga menurut asSayyid
Sabiq bahwa imam asySyafi’i mengatakan bahwa Nabi saw, Abu Bakar, Umar, Usman
dan para imam sesudah mereka melakukan shalat Jum’at sesudah matahari tergelincir.
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa shalat Jum’at itu dilakukan sesudah
matahari tergelincir atau pada waktu shalat Zuhur. Tidak didapati satu riwayatpun
yang menyebutkan bahwa shalat Jum’at dilakukan pada waktu Asar.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa berkaitan dengan menjamak shalat
Jum’at bagi yang sedang bepergian, ada dua dalil, yang pertama bersifat umum yaitu
kebolehan melakukan shalat secara jamak ketika safar, termasuk di dalamnya
kebolehan melakukan shalat Jum’at dengan dijamak. Yang kedua dalil yang bersifat
khusus, yaitu bahwa waktu shalat Jum’at itu pada waktu shalat Zuhur, baik dilakukan
ketika dalam keadaan muqim maupun safar. Oleh karena itu dalil yang umum kita
tempatkan pada keumumannya dan dalil yang khusus kita tempatkan pada
kekhususannya. Dengan demikian shalat Jum’at yang dilakukan ketika safar tetap
dilakukan pada waktu Zuhur, apabila mau dijamak, maka shalat Asarlah yang ditarik
kepada shalat Jum’at. Dengan kata lain, shalat Jum’at jamak dengan Asar pada
waktu safar hanya bisa dilakukan secara jamak taqdim, tidak secara jamak ta’khir.
Wallahu a’lam.

Senin, 16 Juli 2012

Perang Salib Edisi I



Apakah perang salib (491--692 H/1097--1292 M) itu? Ada yang menjawab bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian pertentangan antara Barat dan Timur, seperti antara Persia dan Romawi, kemudian lenyap dan meletus lagi dengan dahsyat dalam bentuk pertentangan agama antara Islam (Timur) dan Kristen (Barat).
Ada juga yang memberikan jawaban bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian perpindahan penduduk Eropa setelah kejatuhan imperiun Barat pada abad ke-5. Sebagian lagi menyodorkan jawaban bahwa gerakan itu merupakan kebangkitan kembali agama di Eropa Barat yang dimulai sejak abad ke-10 dan mencapai puncaknya pada abad ke-11. Pada abad-abad sebelumnya "jemaah haji" Kristen ke Bait al-Maqdis dari Eropa Barat bisa dihitung dengan jari. Namun, pada abad ke-11 datang ratusan jemaah yang dipimpin oleh uskup dan bangsawan dalam bentuk demonstrasi keagamaan secara damai menuju tempat-tempat suci di Syam.
Perang Salib yang dikumandangkan mulai tahun 1095 merupakan wujud 'gerakan haji' secara masal ke Bait al-Maqdis yang sebelumnya dilakukan secara damai, kini dilakukan melalui peperangan dan permusuhan. Alasannya, karena di Eropa Barat tersebut tersebar berita-mungkin dilebih-lebihkan, mungkin pula semacam hasutan dengan menggunakan sentimen agama-bahwa jemaah haji itu sering mendapat gangguan dari kaum muslimin, terutama setelah dinasti Salajiqah menguasai Bait al-Maqdis pada tahun 1071, kemudian menguasai Antioch tahun 1085 dan mengusir orang-orang Bizantium dari sana. Inilah yang meyakinkan orang Barat akan perlunya menggunakan kekerasan dalam rangka pengamanan jemaah haji dari Eropa Barat ke Syam.
Dr. Said Abd Fatah 'Asyur, dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Syed Ahmad Semait, Perang Salib, menyimpulkan sebagai berikut. "Perang salib adalah gerakan besar-besaran pada abad pertengahan, yang bersumber dari Kristen Eropa Barat, berbentuk serangan penjajahan atas negara-negara kaum muslimin, khususnya di Timur Dekat dengan maksud menguasainya. Gerakan ini bersumber dari kondisi pikiran, sosial, ekonomi, dan agama yang menguasai Eropa Barat pada abad ke-11. Tindakan itu diambil setelah ada permintaan bantuan dari orang-orang Kristen Timur dalam melawan kaum muslimin dengan memakai tirai agama untuk menyatakan keinginan dirinya agar terbukti dalam bentuk tindakan secar meluas."
Kondisi masarakat Eropa Barat menjadi penyebab terjadinya perang salib itu. Motifnya pun sangat kompleks. Baik agama, sosial, politik, maupun ekonomi semuanya berjalin-kelindan. Faktor agama memang diaktifkan untuk membangkitkan semangat yang menyeluruh dan kesediaan berkorban. Namun, agama bukanlah satu-satunya faktor pembangkit perang salib.

Faktor-Faktor Pendorong Perang Salib
Sebab-sebab terjadinya Perang Salib secara umum di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Adanya desakan dinasti Salajiqah terhadap posisi dan kedudukan kekuasaan Bizantyium di Syam dan Asia Kecil. Bahkan, Bizantium merasa lebih terancam setelah Salajiqah memenangkan pertempuran yang sangat menentukan di Muzikert pada tahun 1071. Karena itu, tidak heran kalau Emperor meminta bantuan dari Eropa Barat, termasuk dari Paus yang kekuasaannya cukup besar.
(2) Faktor agama. Faktor ini cukup dominan dalam mengobarkan Perang Salib meskipun persoalannya sebenarnya cukup kompleks. Agama Kristen berkembang pesat di Eropa Barat terutama setelah Paus mengadakan pembaruan. Sementara itu, Kristen mendapat saingan agama-agama lain, terutama Islam yang berjaya mengambil alih kekuasaan Bizantium di Timur yang juga menganut agama Kristen seperti Siria, Asia Kecil, dan Spanyol. Spanyol adalah benteng Eropa bagian barat dan Konstantinofel adalah benteng Eropa sebelah timur. Kedua pintu gerbang ini telah digempur kaum muslimin sejak dinasti Bani Umayyah, dilanjutkan oleh dinasti 'Abbasiah, kemudian dinasti Saljuq. Oleh karena itu, tidak heran kalau Eropa merasa gentar menghadapi perkembangan kekuasaaan Islam yang dianggapnya sebagai pesaing.
Sementara itu, pada abad ke-11 kedudukan Paus mulai diangap penting. Ia menjadi pemimpin semua aliran Kristen, baik di Barat maupun di Timur. Ia berambisi untuk menyatukan semua gereja. Pada waktu itu gereja terpecah menjadi dua: gereja Barat dan gereja Timur, itu terjadi setelah Konferensi Rum pada tahun 869 M dan Konferensi Konstantinofel pada tahun 879 M. Mereka berbeda paham tentang roh Kudus.
Paus berusaha menundukan gereja ortodok Timur, tetapi pertentangan antara gereja Barat dengan kekaisaran Bizantium menghambat niat Paus ini. Datanglah peluang emas bagi Paus untuk melaksanakan niatnya itu ketika ada permintaan bantuan dari Bizantium untuk menghadapi tekanan Salajiqah. Peluang emas ini dimanfaatkan juga agar Paus muncul sebagai pemimpin tunggal untuk semua rakyat masehi dalam berjuang melawan kaum muslimin, dan sekaligus bercita-cita menyatukan gereja Timur dan gereja Barat di bawah pimpinan Paus Butros. Semuanya dilakukan dengan memakai kedok agama untuk memerangi kaum muslimin, menyelamatkan Bizantium, dan mengembalikan tanah-tanah suci di Palestina.
Pada tahun 1009 gereja Al-Qiyamah dihancurkan oleh Al-Hakim sehingga "jemaah haji" Kristen mengalami gangguan ketika melewati Asia Kecil. Sentimen agama ini terlalu dibesar-besarkan di Eropa Barat. Seorang paderi, Patriarch Ermite, menjelang perang Salib berkeliling Eropa. Dengan berpakaian compang-camping, kaki telanjang dan mengendarai keledai, ia berpidato sambil menceritakan penghinaan pemerintah Saljuq terhadap kesucian Nabi Isa. Dengan cara ini, ia berhasil mengumpulkan ribuan orang untuk menyerbu Bait al-Maqdis demi kesucian agama mereka. Karena semata-mata didorong oleh sentimen agama, tanpa organisasi dan perencanaan yang matang, tentara mereka yang sebagian rakyat biasa akhirmnya kandas di perjalanan. Begitulah sebagaimana diutarakan Dr. Shalaby dengan mengutif karya Wells, A Short History of the Midle East.
(3) Faktor ekonomi. Faktor ini juga turut berperan dalam mendorong terjadiny Perang Salib. Ketika Eropa Barat-terutama Prancis-melancarkan propaganda perang Salib, negaranya sedang sedang menghadapi krisis ekonomi. Karena itu, sejumlah besar golongan faqir dan kaum kriminal menyambut seruan ini, bukan karena panggilan agama, tetapi karena panggilan perut. Buktinya, mereka merampok serta merampas makanan dan harta benda sesama orang Kristen dalam perjalanan menuju Konstantinopel ketika menyerbu Bait al-Maqdis. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama mereka.
Selain itu, saat itu timbul "tiga besar" (Venice, Genoa, dan Pisa) yang ditopang oleh pemerintahan Italia, yang memberikan bantuan terutama berupa armada laut. Pemerintah Italia bermaksud hendak menguasai dan menduduki pelabuhan-pelabuhan timur dan selatan Mediterania, seperti pelabuhan-pelabuhan di Syam, supaya perdagangan Timur dan Barat dapat mereka kuasai.
Kepentingan ekonomi ini nampak ketika tentara Salib mengarahkan serangannya ke Mesir.

(4) Faktor sosial-politik juga memainkan peranan yang dominan dalam konflik Perang Salib ini. Hal itu dapat dilihat dari gejala berikut.
Pertama, masyarakat Eropa pada abad pertengahan terbagi atas tiga kelompok: (1) kelompok agamawan yang terdiri dari orang-orang gereja dan orang-orang biasa; (2) kelompok ahli perang yang terdiri dari para bangsawan dan penunggang kuda (knights); dan (3) kelompok petani dan hamba sahaya. Dua kelompok pertama merupakan kelompok minoritas yang secara keseluruhan merupakan institusi yang berkuasa dipandang dari segi sosial-politik yang aristokratis, sedangkan kelompok ketiga merupakan mayoritas yang dikuasai oleh kelompok pertama dan kedua, yang harus bekerja keras terutama untuk memenuhi kebtuhan kedua kelompok tersebut. Karena itu, kelompok ketiga ini secara spontan menyambut baik propaganda perang Salib. Bagi mereka, kalaupun harus mati, lebih baik mati suci daripada mati kelaparan dan hina, mati sebagai hamba. Kalau bernasib baik, selamat sampai ke Bait al-Maqdis, mereka mempunyai harapan baru: hidup yang lebih baik daripada di negeri sendiri.
Kedua, sistem masyarakat feodal, selain mengakibatkan timbulnya golongan tertindas, juga menimbulkan konflik sosial yang merujuk kepada kepentingan status sosial dan ekonomi, misalnya sebagai berikut. (1) Sebagian bangsawan Eropa bercita-cita, dalam kesempatan perang Salib ini, mendapat tanah baru di Timur. Hal ini menarik mereka karena tanah-tanah di Timur subur, udaranya tidak dingin, dan harapan mereka bahwa tanah itu aman di banding dengan di Eropa yang sering terlibat peperangan satu sama lain. Dalam proses perang Salib nanti akan nampak bahwa dorongan ini merupakan faktor terlemah tentara Salib karena timbul persaingan bahkan konflik.
(2) Undang-undang masyarakat feodal mengenai warisan menyebabkan sebagian generasi muda menjadi miskin karena hak waris hanya dimiliki anak sulung. Dengan mengembara ke Timur, melalui perang Salib, anak-anak muda ini berharap akan memiliki tanah dan memperoleh kekayaan.
(3) Permusuhan yang tak kunjung padam antara pembesar-pembesar feodal telah melahirkan pahlawan yang kerjanya hanya berperang. Kepahlawanan dalam berperang adalah kesukaan mereka. Ketika propaganda perang Salib dilancarkan, mereka bangkit hendak menunjukan kepahlawanannya. Kepahlawanan mereka selama ini disalurkan melalui olahraga sehingga mereka kurang memperoleh kepuasan.
(4) Besarnya kekuasaan Paus pada abad pertengahan, yang nampak dari ketidakberdayaan raja untuk menolak permintaan Paus. Kalau raja menolak, ia dikucilkan oleh gereja yang mengakibatkan turunnya wibawa raja di mata rakyat. Hal ini terbukti ketika raja Frederik II terpaksa turut berperang dengan membawa tentara yang sedikit, dan membelok ke Syam ketika ia seharusnya memberikan bantuan ke Mesir (Dimyat). Ia tidak bersemangat untuk berperang. Ia menghubungi Sultan al-Malik al-Kamil untuk menerangkan posisinya bahwa ia tidak membawa misi suci (dorongan gereja). Karena itu, ia memintanya untuk menjaga rahasianya (menipu Paus) agar tidak diketahui orang Jerman.
Nanti akan kita lihat bahwa Frederik II menempuh perdamaian dengan Al-Kamil, suatu perdamaian yang oleh Paus dianggap tidak memuaskan.
Demikianlah uraian tentang beberapa sebab dan motif terjadinya Perang Salib yang oleh K. Hitti disebutkan sebagai "Complexity on causation and motivation".
Para ahli sejarah meyakini bahwa sentimen agama pertama kali dikobarkan oleh Paus Urban II melalui khotbahnya tanggal 26-11-1095, di Council of Clermont. Council ini dihadiri oleh orang-orang gereja dan raja-raja Eropa. Seruan Paus yang terkenal dan cukup efektif antara lain: "Enter upon the road to the holy spulcrhe, wrest it from the wicked race and subject it". (Nurhakim Zaki)
Bersambung?!

Sumber: Gerakan Kembali ke Islam; Warisan Terakhir A. Latief Mukhtar, K.H. Abdul Latief Mukhtar, M.A.

Istighfar / Tobat, Satu Kebutuhan Urgen



"Maka aku katakan kepada mereka:"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun". Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan ( pula didalamnya ) untukmu sungai-sungai."(Q.S.Nuh:10-12)



Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi dan kekuatan Barat mulai mencengkeramkan kuku-kukunya, maka tak ayal lagi akhlak manusiapun menjadi kian terpuruk.

Moral dan etika menjadi sesuatu yang "usang" untuk dibicarakan, nafsu menjadi standar baku untuk mengukur nilai-nilai kehidupan, dan syahwat adalah sesuatu yang senantiasa dipuja-puja dengan dalih ia adalah seni, estetika atau yang lainnya. Akibatnya duniapun semakin kelam dan kotor, sehingga hampir tak ada sejengkalpun tanah dibumi ini kecuali sarat dengan debu-debu kemaksiatan. Contoh yang mudah, manakala anda pergi kemasjid, maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan. Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dengan pakaian menantang ?
Atau rumah kita, bukankah selalu dibanjiri tayangan porno dan dentum musik syaitani ? contoh yang lain masih banyak lagi. Kesemuanya ini tentunya menjadikan diri kita lekat dengan dosa dan kemaksiatan. Disinilah seharusnya kita menyadari bahwa istighfar adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi untuk menghindari pekatnya hati dari selubung dosa.


URGENSI ISTIGHFAR
Terkadang kata "istighfar" disebut sendirian, tapi terkadang pula ia disebut secara bersambungan dengan kata "taubat".Kata istighfar bila ia disebut sendirian, ia mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam satu ayat, maka istighfar bermakna "meminta pengampunan/ penjagaan dari kesalahan-kesalahannya yang telah lampau". Sedangkan kata taubat berarti "Kembali kejalan Allah dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yang akan datang". Firman Allah S.W.T : "Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih".( Madarijus Salikin : 1/335 ).

Seberapa jauh urgensi istighfar dalam kehidupan, dapat terlihat dari seberapa besar perhatian Rasulullah S.a.w terhadap masalah ini. Adalah beliau S.a.w manusia yang makshum ( terjaga dari dosa ), meski demikian beliau tetap akrab dengan kalimat istighfar. Ibnu Umar r.a pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah S.a.w dalam suatu majlis membaca kalimat ( yang artinya ); "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya sebanyak seratus kali." ( H.R.Nasa`i,Ibnu Hajar berkata:"sanadnya baik" ).
Kalau para sahabat yang kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan hari-harinya senantiasa dipenuhi dengan amal kebajikan saja tetap tanggap, serius dan kontinyu dengan istighfar, maka bagaimanakah dengan kita hari ini ?
Hari ini kita, kalau boleh dikatakan adalah orang-orang yang melalaikan istighfar. Padahal kalau melihat kondisi yang ada selayaknyalah kita lebih banyak membutuhkan istighfar, sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh berlipat ketimbang zaman para sahabat.
Bukankah berbohong, ghibah, mengurangi timbangan, zina dan segudang dosa-dosa besar sudah menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita.
Maka sudah saatnyalah kita merenung ulang terhadap kiri kita, sudahkah ada dalam diri kita perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.


CUKUPKAH UCAPAN ISTIGHFAR SAJA
Sebagaimana kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila kita berucap istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yang kita lakukan termasuk dalam kategori dosa besar, maka ucapan istighfar tanpa disertai dengan rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adalah gurauan belaka.Padahal ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika telah memenuhi beberapa syarat, yaitu;

  1. Segera menghentikan kemaksiatan yang dikerjakannya.
  2. Menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukannya. Biasanya ditandai dengan airmata penyesalan.
  3. Berniat sungguh-sungguh untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya tersebut.
  4. Jika dosanya berkaitan dengan hak-hak adami maka ia harus mengembalikan hak orang yang telah didholiminya. ( Riyadhus sholihin:25 ) 
  5. Beramal Sholih

Selasa, 10 Juli 2012

Waktu adalah Kehidupan



"Dan Allah telah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran." (Al-Muzzammil: 20).
Waktu adalah emas! Pernyataan ini benar bila diukur dengan nilai-nilai materialisme dan benar pula menurut orang-orang yang mengukur segala sesuatu dengan kenikmatan dunia. Akan tetapi, orang-orang yang memandang jauh ke depan akan mengatakan, "Waktu adalah kehidupan."
Kaum muslimin yang mulia bukankah hidup kita di dunia ini merupakan waktu yang terbentang antara kelahiran sampai kematian? Terkadang emas hilang dan habis, namun kita dapat mendapatkannya lagi, bahkan mampu mendapatkan berlipat ganda dari yang telah hilang. Akan tetapi, waktu yang telah hilang dan masa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan lagi. Dengan demikian, waktu lebih berharga daripada emas, bahkan lebih berharga dari permata apa pun dan kekayaan berapa pun, sebab waktu adalah kehidupan itu sendiri.
Keberhasilan seseorang tidak hanya bertumpu pada rencana yang matang dan prasarana yang mendukung, namun juga sangat tergantung pada kesempatan dan peluang yang ada. Manusia selalu takut dengan masa depan dan sedih dengan masa yang sudah berlalu, padahal yang mendapat taufik adalah orang-orang yang melakukan amal tepat pada waktunya.
"Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang." (Al-Muzzammil: 20).
Oleh karenanya, manusia yang paling rugi dan yang terancam mendapatkan kegagalan adalah orang-orang yang lalai dan terlena.
"Dan sesungguhnya kami jadikan (untuk isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Al-A?raf: 179).
Di antara doa yang sering diucapkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra Adalah, "Ya Allah, jangan biarkan kami dalam kesengsaraan, jangan siksa kami secara tiba-tiba, dan jangan jadikan kami temasuk orang-orang yang lupa."
Umar bin Khathab ra selalu berdoa kepada Allah agar diberi barokah dalam waktu-waktu yang dilalui dan diberi kebaikan dalam saat-saat yang dilewati. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti kaki hamba tidak akan bergeser dari tempatnya sebelum ditanya oleh Allah tentang umurnya: dalam hal apa ia habiskan; tentang hartanya: darimana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan.
Di antara gambaran mengagumkan tentang nilai waktu yang dilukiskan oleh Rasulullah saw adalah sabdanya, "Tiada suatu hari pun yang fajar terbit padanya, kecuali berseru, 'Wahai manusia, saya adalah makhluk baru yang menjadi saksi atas amalmu. Karena itu berbekallah dariku, sebab aku tidak akan kembali lagi padamu sampai hari kiamat'."
Dengan demikian, tiada sesuatu di dunia ini yang lebih berharga dari waktu. Setiap waktu mempunyai barokah dan manfaat berbeda-beda: ada satu waktu yang lebih bernilai di sisi Allah daripada hari-hari lainnya, dan satu bulan yang lebih mulia di sisi Allah dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Kesungguhanlah yang membedakan mata satu dengan yang lainnya dan menjadikan suatu hari lebih berarti dari lainnya.
Waktu utama itu diberikan oleh Allah kepada kita kaum mukmin agar dapat kita gunakan untuk mengusir kabut kelalaian, kembali pada ingatan dan kesadaran, serta meraup keutamaan saat angin keredhaan Allah bertiup. Sebab, terkadang satu kebaikan dilipatgandakan bila dilakukan pada saat-saat yang diberkahi, sehingga Allah mengangkat derajat hamba-hamba-Nya yang saleh, sebagaimana Ia juga membuka pintu taubat seluas-luasnya agar orang-orang yang dikehendaki.
Ayat-ayat Alquran banyak memberikan isyarat pada hari, pekan, serta bulan yang berbarokah tersebut. Sunnah Nabi pun mempertegas isyarat tersebut. Allah SWT berfirman, "Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan di saat kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nya-lah segala puji di langit dan di bumi, dan di waktu kamu berada di petang hari dan di saat kamu berada di waktu zhuhur." (Ar-Ruum: 17-18).
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (Al-A?raf: 205).
"Demi fajar dan malam yang sepuluh (sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan)." (Al-Fajr: 1-2).
"Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (tanggal 10, 11, 12, dan 13 dari bulan Dzulhijjah)." (Al-Hajj: 28). 

Siapa Yang Lebih Parah


Seorang santri  mendatangi rumah seorang Kyai di Kampung yangterkenal amat mumpuni dalam ilmu hadits. Tetapi saat ia memasuki rumahkyai dan duduk di ruang tamu, timbullah banyak pertanyaan dalam pikirnya mengapa banyak gambar tertempel di dinding, mulai dari gambar presiden dan wapresnya, hingga gambar keluarganya.

"Wah, kiyai ini konon ahli hadits, tetapi kok tidak mengamalkan hadits" pikir santri  "Saya harus mempertanyakan masalah ini dengan kritis".

Melihat sang tamu duduk termenung, kyai bertanya " Nak , apa yang kamupikirkan ?"

"Saya tuh heran kyai, anda konon dikenal sebagai ahli hadits, tetapimengapa anda masih menempelkan foto-foto itu ?" tanya santri sambilmenunjuk ke arah dinding ." Bukankah itu menyalahi apa yang dinyatakanNabi ? " Tanya santri lagi.

Alih-alih langsung memberikan jawaban terhadap pertanyaan sang santri,Kyai dengan roman muka kaget dan kebingungan, melakukan gerakanseperti mencari-cari sesuatu dari saku baju kokonya, tetapi ia tidakmenemukan sesuatu, ia pun mencari-cari sesuatu dari dompetnya, tetapijuga tidak ada. Santri melihat Kyai dengan wajah bertanya-tanya.

Kyai memanggil pelayannya dan meminta agar istri Kyai mengambilkanuang Rp 50.000, karena ia teringat harus membayar upah kerja kepadatukang.

Saat mendengar alasan kyai yang sibuk- mencari-cari sesuatu, Santriberkata , " Oh pak Kyai, kalau begitu, tak usahlah risau, biar ini saya talangi dulu" kata Santri sambil menanggalkan kopiah hitamnya, kemudian mengambil selembar Senyuman HMS dari lipatan di kopiahnya.

Dengan muka ceria sang Kyai, menerima uang Rp 50.000 itu memandangigambar HMSnya, kemudian memandang ke dinding , laluberkata, " Wah... nak Santri, menjawab pertanyaan anda tentang haditsmemasang gambar, saya sih tidak separah anda , saya hanya memasangdi dinding dan itupun dhohir terlihat orang lain. Sementara anda menempatkan gambar HMS secara khusus, teramat pribadi, dan bahkan di tempat sangat mulya di atas kepala anda ".

Kamis, 05 Juli 2012

Karakteristik Dienul Islam



"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash : 77)

Sebagai muslim, kita tentu ingin menjadi muslim yang sejati. Untuk itu, seorang muslim harus menjalankan ajaran Islam secara kaffah (total, menyeluruh), bukan hanya mementingkan satu aspek dari ajaran Islam lalu mengabaikan aspek yang lainnya. Oleh karena itu, pemahaman kita terhadap ajaran Islam secara syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna) menjadi satu keharusan. Disinilah letak pentingnya kita memahami karakteristik atau ciri-ciri khas ajaran Islam dengan baik.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Khasaais Al-Ammah Lil Islam menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yang tidak terdapat dalam agama lain, dan ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa hingga sekarang ini begitu banyak orang yang tertarik kepada Islam sehingga mereka menyatakan diri masuk ke dalam Islam. Ini pula yang menjadi sebab, mengapa hanya Islam satu-satunya agama yang tidak "takut" dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, ketujuh karakteristik ajaran Islam sangat penting untuk kita pahami.

1. Robbaniyyah.
Allah Swt merupakan Robbul alamin (Tuhan semesta alam), disebut juga dengan Rabbun nas (Tuhan manusia) dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau karakteristik Islam itu adalah Robbaniyyah, itu artinya bahwa Islam merupakan agama yang bersumber dari Allah Swt, bukan dari manusia, sedangkan Nabi Muhammad Saw tidak membuat agama ini, tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya, dalam kapasitasnya sebagai Nabi, beliau berbicara berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya, Allah berfirman dalam Surah An-Najm : 3-4 yang artinya: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

Karena itu, ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur'an, Allah berfirman dalam Surah Al-Hijr : 9 yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."
Disamping itu, seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai Rabb (Tuhan) dengan segala konsekuensinya, yakni mengabdi hanya kepada-Nya sehingga dia menjadi seorang yang rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari nilai-nilai yang datang dari Allah Swt, Allah berfirman dalam Surah Al-Imran : 79 yang artinya: "Tidak wajar bagi manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, 'hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah', tapi dia berkata, 'hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan kamu tetap mempelajarinya."

2. Insaniyyah.
Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia, karena itu Islam merupakan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Pada dasarnya, tidak ada satupun ajaran Islam yang bertentangan dengan jiwa manusia. Seks misalnya, merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan, karenanya Islam tidak melarang manusia untuk melampiaskan keinginan seksualnya selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Prinsipnya, manusia itu kan punya kecenderungan untuk cinta pada harta, tahta, wanita dan segala hal yang bersifat duniawi, semua itu tidak dilarang di dalam Islam, namun harus diatur keseimbangannya dengan kenikmatan ukhrawi, Allah berfirman dalam Surah Al-Qashash : 77 yang artinya:"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan ."

3. Syumuliyah.
Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan ajaran Islam itu nampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara.

Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yang rasional dan mudah diamalkan, tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dengan metodologi yang islami. Karena itu, di dalam Islam kita dapati konsep tentang dakwah, jihad dan sebagainya. Dengan demikian, segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam, Allah berfirman dalam Surah An-Nahl : 89 yang artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu al kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."

4. Al Waqi'iyyah.
Karakteristik lain dari ajaran Islam adalah al waqi’iyyah (realistis), ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh manusia atau dengan kata lain dapat direalisir dalam kehidupan sehari-hari. Islam dapat diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang, kaya, miskin, pria, wanita, dewasa, remaja, anak-anak, berpendidikan tinggi, berpendidikan rendah, bangsawan, rakyat biasa, berbeda suku, adat istiadat dan sebagainya.

Disamping itu, Islam sendiri tidak bertentangan dengan realitas perkembangan zaman bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yang mampu menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman. Ini berarti, Islam agama yang tidak takut dengan kemajuan zaman.

5. Al Wasathiyah.
Di dunia ini ada agama yang hanya menekankan pada persoalan-persoalan tertentu, ada yang lebih mengutamakan masalah materi ketimbang rohani atau sebaliknya. Ada pula yang lebih menekankan aspek logika daripada perasaan dan begitulah seterusnya. Allah Swt menyebutkan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat yang pertengahan), umat yang seimbang dalam beramal, baik yang menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan rohani.

Manusia memang membutuhkan konsep agama yang seimbang, hal ini karena tawazun (kesimbangan) merupakan sunnatullah. Di alam semesta ini terdapat siang dan malam, gelap dan terang, hujan dan panas dan begitulah seterusnya sehingga terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Dalam soal aqidah misalnya, banyak agama yang menghendaki keberadaan Tuhan secara konkrit sehingga penganutnya membuat simbol-simbol dalam bentuk patung. Ada juga agama yang menganggap tuhan sebagai sesuatu yang abstrak sehingga masalah ketuhanan merupakan kihayalan belaka, bahkan cenderung ada yang tidak percaya akan adanya tuhan sebagaimana komunisme. Islam mempunyai konsep bahwa Tuhan merupakan sesuatu yang ada, namun adanya tidak bisa dilihat dengan mata kepala kita, keberadaannya bisa dibuktikan dengan adanya alam semesta ini yang konkrit, maka ini merupakan konsep ketuhanan yang seimbang. Begitu pula dalam masalah lainnya seperti peribadatan, akhlak, hukum dan sebagainya.

6. Al Wudhuh.
Karakteristik penting lainnya dari ajaran Islam adalah konsepnya yang jelas (Al Wudhuh). Kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, bahkan pertanyaan umat manusia tentang Islam dapat dijawab dengan jelas, apalagi kalau pertanyaan tersebut mengarah pada maksud merusak ajaran Isla itu sendiri.

Dalam masalah aqidah, konsep Islam begitu jelas sehingga dengan aqidah yang mantap, seorang muslim menjadi terikat pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Konsep syari'ah atau hukumnya juga jelas sehingga umat Islam dapat melaksanakan peribadatan dengan baik dan mampu membedakan antara yang haq dengan yang bathil, begitulah seterusnya dalam ajaran Islam yang serba jelas, apalagi pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

7. Al Jam'u Baina Ats Tsabat wa Al Murunnah.
Di dalam Islam, tergabung juga ajaran yang permanen dengan yang fleksibel (al jam'u baina ats tsabat wa al muruunah). Yang dimaksud dengan yang permanen adalah hal-hal yang tidak bisa diganggu gugat, dia mesti begitu, misalnya shalat lima waktu yang mesti dikerjakan, tapi dalam melaksanakannya ada ketentuan yang bisa fleksibel, misalnya bila seorang muslim sakit dia bisa shalat dengan duduk atau berbaring, kalau dalam perjalanan jauh bisa dijama' dan diqashar dan bila tidak ada air atau dengan sebab-sebab tertentu, berwudhu bisa diganti dengan tayamum.

Ini berarti, secara prinsip Islam tidak akan pernah mengalami perubahan, namun dalam pelaksanaannya bisa saja disesuaikan dengan situasi dan konsidinya, ini bukan berarti kebenaran Islam tidak mutlak, tapi yang fleksibel adalah teknis pelaksanaannya.
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa, Islam merupakan satu-satunya agama yang sempurna dan kesempurnaan itu memang bisa dirasakan oleh penganutnya yang setia.

Konsep Persaudaraan Dalam Islam




"Sesungguhnya orang-orang mu'min itu bersaudara kerena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat."
(Al-Hujurat : 10)

Semua muslim adalah bersaudara. Karena itu, jika bertengkar mereka harus bersatu kembali dan bersaudara seperti biasanya. Hal ini diperkuat oleh larangan Rasulullah SAW terhadap permusuhanantar muslim. Abu Ayyub Al-Anshary meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak seorang muslim memutuskan silaturrahmi dengan saudara muslimnya lebih dari tiga malam yang masing-masingnya saling membuang muka bila berjumpa. Yang terbaik diantara mereka adalah yang memulai mengucapkan salam kepada yang lain." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Persaudaraan yang dimaksudkan adalah bukan menurut ikatan geneologi, tapi menurut ikatan iman dan agama. Hal tersebut diisyarakat dalam larangan Allah SWT mendoakan orang yang bukan Islam setelah kematian mereka. Firman Allah SWT : "Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun (kepada Allah SWT) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabatnya." (At-Taubah : 113)
Ini sama sekali tidak berarti bahwa seorang muslim diijikankan mengabaikan ikatan keluarganya walaupun dengan kerabat non muslim. Dasar kebajkan kepada orang tua dan keluarga dapat ditemukan dalam Al-Qur'an sendiri. Firman Allah SWT : "Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu bapaknya." (QS. Al-Ankabut : 8)
Mengutamakan persaudraan Islam lebih dari yang lain sama sekali tidak mempengaruhi ikatan darah, biarpun dengan kerabat non-Muslim.
Nabi SAW menekankan pentingnya membangun persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong. Sebagai contoh, Beliau bersabda, "Allah SWT menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya" (H.R. Muslim). Bodoh sekali seorang muslim yang mengharapkan belas kasih khusus dari Allah SWT jika ia tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan muslim lainnya. Sebagai akibatnya, persaudaraan kaum muslim tidak saja merupakan aspek teoritis ideologi Islam, tapi telah terbukti dalam praktek aktual pada kaum muslim terdahulu (salaf) ketika mereka menyebarkan Islam kepenjuru dunia. Kemanapun orang-orang Arab muslim pergi, apakah itu ke Afrika, India, atau daerah-daerah terpencil Asia, mereka akan disambut hangat oleh orang-orang yang telah memeluk Islam tanpa melihat warna kulit, ras, atau agama lamanya. Tidak ada tempat dalam Islam bagi pemisahan kelas maupun kasta.Tata cara melaksanakan shalat tidak ada tempat istimewa, dan semua harus berdiri bahu membahu dalam baris-baris lurus. Demikian pula dalam pemilihan imam (pemimpin Shalat) tidak didasarkan status sosialnya dalam masyarakat, namun atas kemampuannya dalam menghafal al-Qur'an. Itulah mengapa seorang imam dapat di tunjuk dari anak yang berusia enam tahun sebagaimana kejadian pada seorang shahabat muda, Salamah. Nabi SAW. mengatakan pada kabilahnya, "Jika waktu shalat tiba, slah seorang dari kalian harus mengumandangkan adzan (panggilan shalat)". Ketika mereka mencari diantara mereka sendiri, mereka tidak menemukan orang yang tahu tentang Al-Qur'an lebih dari Salamah sehingga mereka menunjuknya sebagai imam walaupun ia baru berusia enam atau tujuh tahun pada saat itu. (Diriwayatkan oleh salamah dan dikeluarkan oleh al-Bukhari, dan Abu Dawud).
Pilar ketiga dalam Islam, zakat, berupa kewajiban atas orang-orang kaya atau relatif kaya untuk menyerahkan sebagian dari simpanan tahunan mereka kepada orang-orang miskin, merupakan perwujudan tanggung jawab sosial ekonomi dari persaudaraan itu. Sebab,walaupun kedermawanan amat dianjurkan oleh Islam sebagai mana oleh agama lain, tanggung jawab ini dalam Islam dilembagakan dan dipungut oleh negara untuk menjamin kelangsungan hidup ekonomi orang-orang miskin. Sebenarnya, semua hukum-hukum ekonomi dalam islam selalu menekankan perlindungan atas hak-hak persaudaraan.Praktek-praktek ekonomi yang dengan suatu cara menarik keuntungan atau merugikan anggota-angota masyarakat adalah terlarang keras.Makanya pinjaman yang diaku dalam Islam adalah pinjaman tanpa bunga, sebab pinjaman dengan bunga pada umumnya mengambil keuntungan yang tidak adil dari orang lainketika mereka dalam posisi yang secara ekonomis lemah.
Demikian pula pilar terbesar Islam, haji, yang mengandung esensi pilar-pilar lainnya, menekankan persaudaraan orang-orang beriman dalam semua ritus-ritusnya. Pakaian bagi orang-orang lali-laki yang sedang haji, dikenal dengan Ihram terdiri dari dua lembar kain, selembar dipakai seputar pinggang, selembar yang lain diselempangkan di atas bahu. Kesederhanaan pakain in dikenakan oleh jutaan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia menunjukan hakekat persatuan dan persamaan dalam persaudaraan Islam.
Keaslian prinsip persaudaraan yang meliputi segala upacara keagamaan dan hukum-hukum dalam Islam telah dan terus menjadi faktor kunci dalam menarik manusia di seluruh dunia untuk masuk Islam. Namun, patut dicatat, bahwa prinsip persaudaraan ini telah ditantang dalam prakteknya oleh munculnya nasionalisme diantara kaum muslimin. Walaupun Allah SWT dan Rasul-Nya dengan tegas menentang segala bentuk tribalisme (kesukuan), nasionalisme dan rasisme. Nasionalisme telah ditimbul dikalangan kaum muslim setelah tumbangnya generasi awal (salaf) Berabad-abad setelah wafatnya Nabi saw, nasionalisme arab, Persia dan Turki meruntuhkan umat muslim ketika kepemmpinan terus berpindah tangan diantara mereka selama masa-masa itu. Bentuk awal nasionalisme ini kemudian diperberat oleh kolonialisme Eropa yang meninggalkan umat Islam terpecah belah ke dalam seribu satu kesatuaan-kesatuan nasional yang berskala kecil dan dangkal. Walaupun ikatan umum Islam tetap berlanjut menyatukan umat dalam persaudaraan, pemerintah mereka masing-masing mengeksploitasi segala kesempatan yang dapat membangkitkan perasaan-perasaan nasionalisme agar massa muslim tetap terpecah-pecah, sehingga pemerintahan mereka yang pada sebagian besar kasus anti Islam dapat terus terpelihara.
Kelemahan yang menghantam kehidupan umat Islam sekarang ini, mulai dari runtuhnya khilafah Islamiyah sampai terpuruknya negeri-negeri Islam sehingga harus menjadi bagian dunia ketiga, merupakan satu indikasi yang paling jelas menurunnya rasa persaudaraan dikalangan umat Islam itu sendiri. Perpecahan dikalangan umat yang mempunyai kepentingan-kepentingan golongan ikut meluluh lantahkan pilar-pilar persaudaraan itu. Maka kata kunci untuk mampu menegakan Islam di seentero jagad ini, adalah dengan pererat persaudaraan diantara sesama umat Islam dan menyingkirkan jauh-jauh rasa ta'asubiyah (kelompok), dan keyakinan penuh bahwa nasionalisme bukan dari bagian kita sedikitpun. 

Senin, 02 Juli 2012

Firman Allah dan Sabda Rasul-Nya tentang Orang-Orang yang Meninggalkan Salat


42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
43. mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
44. dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin,
45. dan adalah Kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
46. dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan,
47. hingga datang kepada Kami kematian".

 (Al-Muddatstsir: 42 -- 47).


Banyak orang tertawa tanpa mau menyadari bahwa kematian sedang mengintainya, banyak orang berbicara seolah hari penghisaban tak akan mendatanginya, dan banyak orang berbuat seolah surga dan neraka hanyalah janji-janji belaka.
Wahai hati yang sedang dirundung duka, tenggelam dalam kepalsuan dunia sebelum kuteruskan taushiyah ini, kuingin engkau menjawab pertanyaan ini, "Yakinkah Engkau wahai Saudaraku, akan keberadaan Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan dan mengatur alam ini serta meyakini bahwa hanya Dialah yang berhak diibadahi dengan benar? Yakinkah Engkau wahai Saudaraku, akan kebenaran ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam? Yakinkah Engkau wahai Saudaraku bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat hanyalah dengan mengamalkan Islam dengan sebenar-benarnya?" Bila Kau jawab, "Ya," maka kita berdoa, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menunjuki kita ke jalan-Nya.
Kemudian aku memintamu membiarkan kedua mata itu melanjutkan tugasnya membaca taushiyah ini. Namun bila jawabanmu adalah "Tidak," maka tinggalkan nasihat ini, dan merenunglah serta biarkanlah otakmu berpikir, temukan hakikat keberadaanmu di dunia ini!
Saudaraku, ketahuilah bahwa Ia telah mengutus nabi dan rasul pilihan-Nya untuk membawa Islam bukan untuk sekedar permainan, dan Maha Suci Allah dari hal-hal sedemikian. Ketahuilah bahwa Islam itu adalah, "Keharusan bagi engkau mempersaksikan bahwasanya tiada sesembahan yang haq melainkan Allah, dan Muhammad itu utusan Allah. Hendaklah Engkau mendirikan salat, dan mengeluarkan zakat, dan hendaklah engkau berpuasa di Bulan Ramadan dan hendaklah Engkau mengerjakan haji ke Baitullah, jika engkau kuasa menjalaninya." (HR Muslim dalam Arbain an-Nawawy).
Sekarang, wahai hati, perintahkanlah mata itu untuk melihat sekelilingnya, adakah ia melihat manusia-manusia yang telah dapat dikatakan berislam sesuai defenisi ini.
Tidak, dari sekitar lima milyar manusia hanya kira-kira satu milyar yang mengaku sebagai muslim dan kebanyakan mereka melalaikan salat. Ya, mereka melalaikan salat.
Wahai hati, suruhlah mata itu membaca apa yang telah dikatakan Allah dan Rasul-Nya sehubungan dengan salat.
Allah SWT berfirman, "Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan." (At-Taubah: 5).
"Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. Atau apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? Tanyakanlah kepada mereka: 'Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?' Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Alquran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui." (Al-Qalam: 35 ? 44).
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (Maryam: 59).
"Jika mereka bertaubat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (At-Taubah: 11).
"Dan ia tidak mau membenarkan (rasul dan Alquran) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (rasul) dan berpaling (dari kebenaran)." (Al-Qiyamah: 31 - 32).
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Ruku'lah,' niscaya mereka tidak mau ruku'. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan." (Al-Mursalat: 48 ? 49).
Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah saw bersabda, "Batas antara seseorang dengan kekeafiran ialah meninggalkan salat." (HR Muslim, Ahmad, dan Ashab as-Sunan selain Nasa'i).
Diriwayatkan oleh Buraidah bin Hushaib al-Aslami ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda, 'Perjanjian antara kita dengan mereka adalah salat, maka bagi yang meninggalkan salat, sesungguhnya ia telah kafir'." (Riwayat Imam Ahmad dan Ahlus Sunan).
Dari Abdullah bin 'Amr, pada suatu hari Rasulullah saw menyebut-nyebut tentang salat, sabdanya, "Barangsiapa menjaganya, maka salat itu - baginya- menjadi cahaya, bukti keterangan dan keselamatan pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak mengindahkannya, ia tidak akan memperoleh cahaya, bukti keterangan dan keselamatan, sedang di hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf." (HR Ahmad, Tabarani, dan Ibn Hibban dengan sanad yang cukup baik).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang melakukan salat seperti kita, dan menghadap kiblat pada kiblat kita serta memakan sembelihan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim. Hak dia adalah hak kita dan baginya adalah apa yang bagi kita." (HR Bukhari dan Nasa'i).
Ya Allah, tunjukilah kami ke jalan yang lurus, dan bangkitkanlah kami bersama para nabi dan rasul-Mu, para syuhada, siddiqin serta shalihin dan janganlah Engkau membangkitkan kami bersama orang-orang yang kafir, zhalim dan fasiq!
(Catatan: Penting untuk diketahui bahwa, hukum menyatakan murtadnya (kafirnya) seseorang dari Islam adalah pekerjaan para ulama, dan bukan pekerjaan orang-orang awam termasuk mereka para thalabul ?ilmi. Janganlah hanya dengan dalil-dalil ini Anda langsung mengafirkan orang-orang yang tidak salat, karena boleh jadi dalil ini belum sampai kepada mereka, dan sekiranya dalil ini telah sampai kepada mereka belum tentu mereka telah mengerti maksudnya. Selain itu, masih ada syarat-syarat lain yang diperlukan untuk menghukumi seseorang itu kafir, yang orang-orang awam tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, jika belum mengetahui mengenai seluk-beluk menghukumi kafir kepada orang lain, hendaknya setiap kita tidak sembarangan menuduh orang lain kafir). 

Manusia yang Lurus dan Bijaksana Dapatkah Hidup tanpa Islam?



"Tahukah engkau orang yang menjadikan hawa-nafsunya sebagai Tuhannya? Apakah engkau dapat menjadi pemelihara (yang bertanggung jawab) atasnya? Ataukah engkau menyangka kebanyakan mereka itu dapat mendengar dan memahami. Mereka itu seperti ternak, bahkan lebih sesat jalan hidupnya." (Al-Furqaan: 43--44).
Kalau memeluk agama sama dengan kebodohan tentu Anda lebih menyukai hidup tanpa agama. Kalau agama itu sama dengan beban yang memberatkan jiwa, atau cenderung kepada kehinaan dan kenistaan,
atau sama dengan gejolak rasialisme, tentu Anda lebih menyukai hidup tanpa agama! Tetapi, agama bukanlah seperti itu semua, bahkan menentang semuanya itu. Orang-orang ateis demikian buruknya mencampuradukkan antara kebenaran yang diturunkan Allah dan kebatilan yang dibuat oleh manusia atas dorongan nafsunya, kemudian menganggapnya sebagai agama. Orang yang mengetengahkan suatu kebatilan sebagai agama adalah pendusta, dan mengmgkari apa yang diketengahkannya itu berarti hukumnya wajib.
Manusia dalam zaman kita sekarang ini terbagi-bagi dalam beberapa golongan yang berlainan. Di antara mereka ada yang mengingkari ketuhanan dan membayangkan bahwa alam semesta ini tidak diciptakan oleh Tuhan. Ada pula yang mengakui ketuhanan secara tidak jelas dan menganggap semua agama besar adalah sama dalam hal metode ajarannya ataupun nilainya. Ada juga yang memeluk agama Yahudi atau Nasrani dan tidak bemiat meninggalkan dua agama itu selama-lamanya. Selain itu ada pula yang menganut paganisme yang tak mau tahu kepada agama lain, dan ada juga yang memeluk agama Islam,
rela dan puas bertuhan hanya kepada Allah, rela dan puas menerima Islam sebagai agama serta mengakui Muhammad saw sebagai nabi dan rasul.
Di kalangan kaum muslim terdapat orang-orang yang berpikir kacau, yaitu mereka yang hidup menurut apa saja yang mereka warisi dari nenek moyang. Berbagai macam sunah, berbagai macam bid'ah,
pengetahuan, kebodohan, petunjuk yang benar dan hawa nafsu--semuanya dicampur aduk. Di antara mereka itu terdapat pula para da'i yang menyerukan kebenaran sebagaimana yang pada zaman dahulu dilaksanakan oleh kaum salaf (generasi pertama umat Islam) terkernuka. Dalam perjalanan sejarah sedikit demi sedikit mereka makin terpencil, dan pada zaman kita sekarang ini mereka amat sedikit jumlahnya. Kesulitan yang dialami oleh para da'i sebenarnya datang dari gambaran tentang penampilan Islam di dunia Islam. Gambaran itu membuat orang yang lurus di negeri-negeri lain menjauhkan din dari Islam.
Seumpama di suatu negeri Islam yang merdeka orang dapat membantah pemerintahannya tanpa rasa takut, atau dapat menentang pendapat kepala negaranya tanpa perasaan cemas, sebagaimana pada zaman
dahulu dilakukan oleh kaum muslim terhadap dua orang khalifahnya, Abu Bakar Shiddiq dan 'Umar ibn Khaththab. Seandainya penguasa negeri itu berkata kepada seseorang, "Hai, engkau harus memeluk
agama Tauhid, karena itulah agama yang benar," kemudian jika orang itu menjawab, "Tidak," ia lalu diancam hendak dibuang atau dipancung kepalanya. Apakah Anda mengira bahwa orang itu benar-benar memeluk Islam? Tidak, sama sekali tidak! Apakah yang menarik hati orang itu sehingga ia memeluk suatu agama yang penguasanya dapat berbuat menghancurkan kota dan mengubur 30.000 sosok mayat di bawah reruntuhan puing-puing? Setelah itu sang penguasa lalu menjadi orang yang "berwibawa", "terjaga keamanannya" dan "diagung-agungkan" melalui berbagai sarana penerangan dan media massa, baik yang dekat maupun yang jauh jangkauannya?
Orang itu sesungguhnya tetap kafir, ia tidak rela masuk ke dalam lingkungan mengerikan itu. Lantas, siapakah yang harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa seperti itu? Tentu para politikus zalim yang tidak menghayati agama dan sibuk memfitnah Islam melalui kekuasaan yang ada pada mereka. Di sana terdapat pula orang-orang yang sibuk dengan pelbagai macam "ilmu agama'' yang menggambarkan
agama Islam sebagai penjara dan membuat kaum wanita menjadi bodoh. Mereka sibuk membuat peraturan-peraturan yang menonjolkan kelemahan kaum wanita, seolah-olah kaum wanita merupakan sejenis manusia yang boleh diperkosa hak-haknya; boleh direndahkan kedudukannya; boleh diremehkan akal pikirannya; dan kehadirannya di lapangan ilmu pengetahuan, peribadatan, dan perjuangan dipandang aneh, bahkan mengemudikan mobil pun dicela. Tidaklah mengherankan kalau agama Islam digambarkan demikian itu, sehingga menyebabkan kaum wanita di timur maupun barat
enggan memeluknya. Mereka tentu berpikir bahwa menghindari agama adalah lebih baik! Pikiran mereka yang demikian itu pasti didukung oleh beribu-ribu kaum pria. Fitnah yang dilakukan orang terhadap agama Islam dengan cara seperti itu benar-benar sangat memprihatinkan.
Saya teringat sebuah cerita di kalangan orang-orang Badui yang mengatakan, "Pada suatu hari ada orang yang menawarkan untanya di pasar dengan harga satu dirham, tetapi dengan syarat tali kekangnya pun harus dibeli juga dengan harga 10.000 dirham." Orang-orang yang mendengar penawaran itu pun berkata, "Seumpama tidak ada tali yang terkutuk itu alangkah murah harga untanya." Memang benar, alangkah mudahnya memeluk agama Islam seumpama tidak ada orang-orang yang menyebar berbagai macam fitnah!
Sekarang kami bertanya, "Apakah seorang ateis yang mengingkari Tuhan dan tidak percaya bahwa kelak ia akan dihadapkan kepada-Nya dapat menjadi orang yang lurus dan bijaksana?" Kami jawab, bahwa
makhluk yang demikian itu sungguh-sungguh tidak sehat penglihatan mata hatinya dan perilakunya. Sikapnya yang ingkar tethadap Tuhannya jauh lebih jahat daripada sikap seorang anak yang berani melawan ayah-bundanya yang penuh kasih-sayang. Orang itu mungkin saja berilmu pengetahuan, akan tetapi hal itu tidak menghilangkan kerendahan budinya. Di masa lalu Amerika Serikat pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang ilmuwan nuklir yang menyerahkan rahasia-rahasia tugas pekerjaannya kepada Rusia. Oleh pemerintah Amerika Serikat, ia dipandang sebagai pelaku kejahatan besar karena telah mengkhianati tanah air dan bangsanya. Apakah tanah air itu? la adalah sekeping bumi. Apakah bangsa itu? la adalah sekelompok manusia. Bagaimanakah orang yang mengkhianati Tuhan Penguasa bumi dan langit serta Penguasa seluruh umat manusia? Apakah ia tidak dianggap berbuat kejahatan?
Kebesaran yang dimiliki seseorang tidak dapat menangkal penyakit berbahaya yang menimpanya. Ada kalanya seorang yang mempunyai pandangan tajam diserang penyakit kanker yang menyebabkan kematiannya. Kekuatan dan ketajaman pandangannya temyata tidak berguna untuk menolak penyakitnya yang parah. Demikian pula orang yang mengingkari Tuhan dan menolak agama-Nya. Betapa pun tinggi ilmunya di bidang tertentu ia adalah orang yang tidak sehat jiwanya, tidak lurus jalan pikirannya, dan patut dikhawatirkan tingkah-lakunya. Bahkan, sesungguhnya ia lebih dekat kepada hewan daripada manusia. Pengabdiannya kepada hawa nafsu membuatnya selalu pesimis terhadap dirinya sendiri dan orang-orang yang di dekatnya. Allah menghukumnya dalam kehidupan dunia; dan menjadikan kecerdasannya sebagai musuhnya sendiri; dan menggali liang kuburnya dengan tangannya sendiri. Firman Allah dalam Alquran al-Karim melukiskan orang-orang yang hidup mengabdi hawa-nafsunya, menolak hidayah Ilahi dan tidak mengharapkan inayah dan rahmah-Nya, sebagai berikut:
"Tahukah engkau orang yang menjadikan hawa-nafsunya sebagai Tuhannya? Apakah engkau dapat menjadi pemelihara (yang bertanggung jawab) atasnya? Ataukah engkau menyangka kebanyakan mereka itu dapat mendengar dan memahami. Mereka itu seperti ternak, bahkan lebih sesat jalan hidupnya." (Al-Furqaan: 43--44).
Anda tentu melihat bahwa di berbagai negeri Arab terdapat banyak orang yang condong kepada sekularisme. Mereka berusaha keras menyingkirkan pengaruh Islam dari lapangan pendidikan, perundang-undangan, kebudayaan dan pengarahan.
Cobalah Anda perhatikan sungguh-sungguh bagaimana wajah mereka dan kegiatan mereka. Anda tidak akan dapat melihat adanya tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka itu berjiwa sehat dan
berpikir cermat. Di antara mereka itu terdapat orang-orang yang mengaku "muslim", tetapi tidak menyukai ketentuan yang telah diturunkan oleh Allah. Di antara mereka itu ada pula para ahli kitab
yang menggabungkan diri dengan setiap kekuatan yang memusuhi Islam untuk memperoleh banyak pengikut di kalangan kaum awam, dan sekaligus untuk melampiaskan kedengkiannya. Sekalipun demikian, mereka pura-pura memperlihatkan sikap tak berpihak! Orang-orang seperti itu tidak mungkin dapat disebut manusia yang lurus dan bijaksana. Sebab, kalau benar-benar mereka mempunyai
kesadaran rasonal yang semumi-murninya tentu mereka tahu bahwa Isra'il mempersenjatai din dengan akidah yang agresif dan politik yang memperalat agama untuk merampas tanah air bangsa lain dan menginjak-injak kehormatannya. Bagaimanakah orang dapat menerima agama yang agresif juga membenarkan garis politiknya dan menghormati kekuasaannya? Mereka malah menolak agama yang membela tanah air, bahkan menganggap kehadirannya di lapangan pendidikan untuk memperkuat ketahanan nasional sebagai politik kolot yang harus dijauhkan. Persoalannya adalah karena di sini agama Islam, dan di sana agama Yahudi! Bukanlah soal politik dalam agama kalau Islam berjuang
membela tanah air. Negara-negara Arab pasti akan ambruk jika zionisme dibiarkan merajalela, apalagi kalau politik negara-negara itu memandang zionisme sebagai hikmah dan kemajuan! Bukanlah nalar sehat dan bukan pula suatu kebijakan jika orang menolak kenabian Muhammad saw, atau membenci manusia besar itu dan menyerangnya.
Kita tentu tertawa geli bila mendengar ada orang yang berpendapat bahwa bumi ini berbentuk segitiga atau segiempat, atau bila mendengar ada orang yang mengatakan bahwa Nabi Musa as itu lahir di Amerika Serikat. Bagaimana kita tidak tertawa kalau kita mendengar orang mengatakan, Budha itu tuhan, sedangkan Muhammad saw adalah penyamun?! Bagaimana kita tidak tertawa geli jika ada orang yang berpendapat bahwa Islam itu agama penyembah berhala yang menginjak-injak kehormatan manusia, atau tidak mengerti bahwa Islam itu agama tauhid (agama yang mengesakan Tuhan) dan agama yang suci?! Kalau orang yang demikian itu bukan pura-pura tidak tahu, ia pasti orang pandir, dan orang pandir tidak mungkin dapat disebut lurus dan bijaksana. Ada kalanya kepandiran dapat dijadikan alasan untuk membebaskan orang dan tanggung jawab moral pada saat ia bertindak menyalahi ketentuan
hukum. Tetapi, kepandiran tidak akan dapat dijadikan dalih untuk membagus-baguskan orang yang bersangkutan.
Ada sementara orang Yahudi yang percaya bahwa Tuhan bergulat dengan Israil hingga nyaris
jatuh tersungkur di hadapannya. Sementara itu orang-orang Nasrani percaya bahwa seorang bayi lahir dalam keadaan menanggung laknat dosa kesalahan yang dilakukan oleh Adam, dan jika orang tidak percaya bahwa Isa as mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia maka orang yang tidak percaya itulah yang terkena kutukan abadi!
Orang boleh mempunyai kepercayaan apa saja, tetapi janganlah ia melampaui batas lingkungan dan kedudukannya sendiri dan jangan pula mendusta-dustakan seorang nabi dan rasul yang datang untuk
menjemihkan agama-agama Tuhan dan pencemaran, dan menegur manusia yang lari meninggalkan kebenaran Allah dengan menyampaikan firman-Nya, "Ataukah belum pernah diberitakan kepadanya apa yang terdapat di dalam kitab suci (yang diturunkan Allah) kepada Musa, dan (di dalam) kitab suci (yang diturunkan Allah) kepada lbrahim, orang yang selalu menepati janji? Yaitu, bahwasanya orang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian ia akan diberi balasan yang sepadan." (An-Najm: 36--41).
Ayat-ayat suci tersebut di atas ibarat dentang suara lonceng yang membangkitkan perasaan takut dan menggugah kesadaran untuk berhati-hati dan selalu ingat. Atau, ibarat rambu-rambu yang harus diindahkan orang yang melintasi berbagai persimpangan jalan agar dapat sampai ke arah yang dituju dan tidak tersesat.
Tidak mengenal Islam adalah suatu kekurangan yang amat fatal, dan orang tidak akan dapat menyempumakan dirinya kecuali dengan Islam. Bagaimana orang dapat membersihkan din jika ia tidak merasa butuh kepada taufik dan hidayah llahi, kepada janji pahala dan hukuman siksa-Nya; dan bagaimana pula kalau hatinya tidak pemah sedetik pun merasa tunduk kepada-Nya, dan tidak juga pemah berucap, "Ya Allah, ampunilah kesalahanku pada hari Kebangkitan kelak?"