ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Selasa, 04 Desember 2012

Aliran Mu'tazilah



Banyak Aliran dalam islam berikut ini adalah kajian seputar aliran Mu'tazilah.
Mukadimah
Firqah Mu'tazilah disebut juga sebagai Ahl al-'Adl wa at-Tauhid. Mereka dikenal dengan sebutan kaum Qadariyah dan 'Adliyah. Akan tetapi, mereka sendiri berpendapat bahwa sebutan "Qadariyah" itu mubham (tidak jelas bagi mereka/tidak diterima oleh mereka), dan mereka mengatakan bahwa gelar tersebut seyogyanya diberikan bukan kepada mereka, melainkan kepada orang-orang yang mempercayai bahwa qadar (determination) yang bersangkut-paut dengan perkara baik dan buruk adalah sudah ditetapkan dari dan oleh Allah. Dengan penolakan gelar tersebut, kaum Mu'tazilah berusaha untuk menghindarkan diri dari noda (ignominy) yang sudah umum dibebankan kepada nama tersebut, berhubung Nabi sendiri pernah bersabda, "Qadariyyah adalah Majusinya kaum Muslimin." Penolakan mereka itu dibantah keras oleh firqah Shifatiyyah dengan alasan bahwa Jabariyyah dan Qadariyyah merupakan dua istilah yang saling kontradiktif (tanaaqudl). Bagaimana bisa, tanya mereka, suatu istilah yang kontradiktif diterapkan kepada firqah lain? Dengan mengemukakan hadits, selanjutnya kaum Shifatiyyah berpendapat bahwa Qadariyyah adalah penentang taqdir Allah.
Doktrin-Doktrin Umum Mu'tazilah

  1. Allah Kekal
    Kekekalan adalah karakteristik-Nya yang khas. Firqah Mu'tazilah menolak semua sifat-sifat Allah (yang menurut firqah lain dipandang kekal). Menurut mereka, Allah mengetahui ('ilmu), kuasa (qudrah), hidup (hayah) dengan dzat-Nya, bukan dengan sifat-sifat-Nya, karena kalau sifat-sifat-Nya berdampingan dengan kekekalan-Nya yang merupakan karakteristik-Nya yang khas, berarti sifat-sifat itu pun ambil bagian dalam Dzat Allah. (Dalam kata lain, Allah mengetahui itu dengan Dzat-Nya, bukan dengan sifat-sifat-Nya; pent.)
    Mengenai kalam Allah, mereka berpendapat bahwa kalam Allah itu bersifat temporal (tidak eternal) dan diciptakan (makhluk). Ia terdiri dari suara dan huruf-huruf dan kemudian ia ditulis oleh manusia, dan dengan demikian berarti Alquran itu makhluk. Lagipula, segala yang bertempat dan diciptakan itu dinamakan makhluk dan setiap makhluk pasti akan lenyap (binasa/tidak kekal).
    Mereka juga berpendapat bahwa iradah (kehendak) Allah, mendengar (sama'), dan melihat (bashar) bukanlah merupakan kesatuan sifat yang terdapat dalam Dzat Allah. Mereka berbeda lagi pendapatnya ketika menerangkan makna-makna sifat dan cara-cara wujudnya sifat-sifat itu. Ini akan kami terangkan nanti. Mereka dengan tegas menolak bahwa Allah dapat dilihat dengan mata (telanjang) di hari akhir nanti di sorga. Mereka juga menolak kemungkinan deskripsi apa pun tentang Allah dalam bentuk anthropomorthis, seperti misalnya, Dia bertempat, berbentuk, berbadan, bergerak, berubah, bergeser, atau beremosi. Jadi, ayat-ayat Alquran yang mendeskripsikan tentang diri Allah haruslah ditafsirkan secara metoforis. Begitulah menurut mereka, apa yang dimaksud dengan Tauhid.
  2. Manusia Memiliki Kekuasaan untuk Berbuat Baik dan Buruk serta Bertanggung Jawab terhadap Perbuatan-perbuatannya Itu

    Mereka sepakat bahwa manusia akan mendapatkan ganjaran atau siksaan di akhirat nanti semata-mata karena perbuatannya sendiri di dunia ini. Manusia tidak dapat menyalahkan Allah dalam perbuatan jelek yang dia lakukan, karena kejahatan, kezaliman, kufur dan dosa tidaklah dinisbatkan kepada Allah, karena jika Dia menciptakan perbuatan zalim, berarti Ia zalim sebagaimana Ia menciptakan keadilan, maka Ia pun Adil. Mereka sepakat bahwa Allah tidak berbuat, kecuali kebaikan dan kebajikan. Dari segi hikmah-Nya, Dia harus menjaga kemaslahatan para hamba-Nya. Adapun masalah "al-ashlah dan al-luthf" merupakan perkara yang masih mereka perselisihkan. Mereka menamakan hal ini dengan "al-'adlu".
  3. Pelaku Dosa Besar Kekal di Neraka jika Tidak Bertaubat

    Jika seorang mukmin mati dalam keadaan mamatuhi hukum Allah dan bertaubat, dia akan mendapat ganjaran dari Allah dan pahala, sedangkan pemberian keutamaan adalah sesuatu yang berbeda dari ganjaran dan pahala. Tetapi, jika dia mati dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya, dia akan mendapatkan siksaan yang kekal dari Allah, meskipun siksaannya itu akan lebih ringan daripada siksaan terhadap orang kafir. Inilah yang mereka sebut dengan janji dan ancaman (al-wa'du wa al-wa'iid) dari Allah.
  4. Mengenai Wahyu dan Akal
    Mereka sepakat bahwa pokok-pokok ilmu dan menyukuri nikmat merupakan hal yang wajib sebelum turunnya wahyu. Manusia juga wajib dengan akalnya untuk mengetahui perkara yang baik dan buruk. Ia pun wajib melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan tersebut. Allah memberitahukan kepada manusia kewajiban-kewajiban tersebut melalui rasul-rasul-Nya sebagai ujian dan cobaan bagi manusia (trial and probation).
    Kaum Mu'tazilah sendiri juga berbeda pendapat di antara mereka tentang imamah. Sebagian dari mereka berpendirian bahwa imamah mesti ditetapkan dengan pengangkatan, sedangkan yang lain berpendapat bahwa hal itu harus melalui pemilihan.
Sumber: Sekte-Sekte Islam, Muhammad bin Abdul Karim asy-Syahrastani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar