ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Rabu, 03 Oktober 2012

Kebuntuan Evolusi Molekular (Keruntuan Teori Evolusi [IX])



Pada bagian sebelumnya telah digambarkan bagaimana catatan fosil menggugurkan teori evolusi. Sebenarnya hal ini tidak perlu dilakukan karena teori evolusi telah runtuh jauh sebelum orang sampai pada klaim "evolusi spesies" dan bukti-bukti fosil. Yang membuat teori evolusi sejak awal kehilangan arti adalah pertanyaan bagaimana kehidupan pertama kali muncul di muka bumi.
Ketika menjawab pertanyaan ini, teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan. Berdasarkan skenario ini, empat miliar tahun lalu, dalam atmosfir bumi purba berbagai senyawa tidak hidup bereaksi, di bawah petir dan tekanan menghasilkan sel hidup pertama. Hal pertama yang harus diingat, pernyataan bahwa senyawa-senyawa anorganik dapat bergabung membentuk kehidupan sama sekali tidak ilmiah dan tidak dikuatkan dengan eksperimen atau observasi. Kehidupan hanya muncul dari kehidupan. Tak seorang pun di dunia pernah berhasil membentuk sel hidup dengan mencampurkan materi-materi anorganik, bahkan di laboratorium yang paling canggih sekalipun.
Teori evolusi menyatakan bahwa sel-sel makhluk hidup yang tidak dapat diproduksi sekalipun dengan mengerahkan seluruh kecerdasan, pengetahuan, dan teknologi manusia berhasil terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi purba. Pada halaman-halaman selanjutnya, kita akan melihat bahwa pernyataan ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan dan nalar.
Dongeng tentang "Sel yang Terbentuk Secara Kebetulan"
Jika seseorang yakin bahwa sel hidup dapat terbentuk secara kebetulan, tidak ada yang dapat menghalanginya mempercayai dongeng seperti berikut ini. Dongeng mengenai sebuah kota kecil:
Pada suatu hari, segumpal tanah liat yang terjepit di antara bebatuan daerah tandus menjadi basah karena hujan. Saat matahari terbit, tanah liat basah ini mengering dan mengeras menjadi sebuah bentuk yang kokoh. Bebatuan yang berperan sebagai cetakan, karena suatu hal, kemudian hancur berkeping-keping, dan muncullah batu bata berbentuk rapi, bagus, dan kuat. Selama bertahun-tahun, batu bata ini menunggu batu bata serupa terbentuk dalam kondisi alam yang sama. Peristiwa ini berlangsung terus hingga terbentuk ratusan bahkan ribuan batu bata serupa di tempat itu. Secara kebetulan, tidak ada satu pun dari batu bata yang lebih dulu terbentuk menjadi rusak. Meskipun terkena badai, hujan, angin, terik matahari, dan dingin membekukan, batu-batu bata tersebut tidak retak, remuk, atau terseret menjauh. Di tempat yang sama dan dengan tekad yang sama, mereka menunggu batu bata lain terbentuk.
Ketika jumlah batu bata mencukupi, batu-batu bata ini membentuk sebuah bangunan dengan menyusun diri ke samping dan saling bertumpuk akibat secara acak digerakkan oleh kondisi alam seperti angin, badai, dan tornado. Sementara itu, bahan-bahan seperti semen atau scampuran pasir terbentuk dalam "kondisi alamiah" pada saat yang tepat dan merayap di antara batu-batu bata untuk merekatkan mereka. Pada saat yang bersama, batu-batu bata membangun pondasi gedung. Pada akhir proses, sebuah bangunan berdiri lengkap dengan semua bahan, kusen-kusen serta instalasi kabel listrik.
Tentunya sebuah bangunan tidak hanya terdiri dari pondasi, batu bata, dan semen. Lalu bagaimana bahan-bahan lainnya diperoleh? Jawabannya sederhana: semua jenis bahan yang dibutuhkan untuk mendirikan bangunan itu terkandung dalam bumi di bawahnya. Silikon untuk kaca, tembaga untuk kabel listrik, besi untuk kolom, tiang, pipa, dan lainnya telah tersedia melimpah di dalam bumi. Hanya diperlukan kepiawaian dari "kondisi alamiah" untuk membentuk dan menempatkan bahan-bahan ini dalam bangunan. Seluruh instalasi kabel, kusen, dan aksesori diletakkan di antara batu-batu bata dengan bantuan hembusan angain, hujan, dan gempa bumi. Segalanya berjalan begitu lancar sehingga batu-batu bata tersusun dengan menyediakan tempat untuk jendela, seolah-olah mereka tahu bahwa sesuatu yang disebut kaca akan terbentuk kemudian oleh kondisi alamiah. Selain itu, mereka juga tidak lupa menyediakan tempat untuk instalasi air, listrik, dan sistem pemanas, yang juga akan terbentuk secara kebetulan. Semuanya berjalan sangat baik sehingga "kebetulan" dan "kondisi alamiah" menghasilkan suatu wujud desain yang sempurna.
Jika selama ini Anda berhasil mempertahankan kepercayaan pada cerita itu, Anda tidak akan menemui kesulitan untuk menduga bagaimana bangunan lain, pabrik, jalan raya, trotoar, sarana penunjang , sistem komunikasi, dan transportasi mencul. Jika Anda memiliki pengetahuan teknis dan ahli dalam bidang ini, Anda bahkan dapat menulis beberapa jilid buku yang sangat "ilmiah" untuk menyatakan teori Anda tentang "proses evolusi sistem pembuangan limbah dan kemiripannya dengan struktur yang kita temui sekarang". Anda mungkin akan dianugerahi penghargaan akademis atas kajian cemerlang Anda. Anda pun boleh menganggap diri Anda sebagai seorang jenius yang memberikan pencerahan bagi kemanusiaan.
Teori wvolusi menyatakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan. Pernyataan yang sama mustahilnya dengan cerita di atas. Sebuah sel tidak kurang kompleksnya dari kota mana pun yang memiliki seluruh sistem operasional, sistem komunikasi, transportasi, dan manajemennya.
Keajaiban dalam Sel dan Akhir Teori Evolusi
Pada masa Darwin, stuktur kompleks sel hidup belum diketahui. Saat itu, anggapan bahwa "kebetulan dan kondisi alamiah" dapat menghasilkan kehidupan dirasa cukup meyakinkan oleh evolusionis. Tekhnologi abad ke-20 telah menguak partikel terkecil kehidupan dan mengungkapkan bahwa sel merupakn sistem paling kompleks yang pernah ditemui manusia. Sekarang kita tahu bahwa sel memiliki stasiun pembangkit energi, pabrik-pabrik pembuat enzim, dan hormon-hormon yang penting bagi kehidupan. Sel juga memiliki bank data yang mencatat semua informasi penting tentang seluruh produk yang harus dihasilkan, sistem transportasi yang kompleks dan pipa-pipa penyalur bahan mentah dan bahan jadi dari satu tempat ke tempat lain. Di dalam sel terdapat pula laboratorium dan tempat penyulingan canggih untuk menghancurkan bahan mentah dari luar menjadi bahan-bahan berguna, dan protein membran sel khusus untuk mengontrol keluar-masuknya materi. Semua ini hanya sebagian kecil dari sistem yang sangat kompleks tersebut.
W. H. Thorpe, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui bahwa jenis sel yang paling sederhana terdiri atas 'mekanisme' yang jauh lebih kompleks dari mesin mana pun yang mungkin baru terpikirkan dan belum lagi dibuat manusia. Sebuah sel begitu kompleks, sehingga tekhnologi tercanggih manusia tidak dapat membuatnya. Upaya pembuatan sel tiruan tidak pernah membuahkan hasil. Tentu saja upaya seperti ini telah ditinggalkan. Teori evolusi menyatakan bahwa sistem ini--yang tidak dapt ditiru manusia meski dengan mengerahkan segala kecerdasan, pengetahuan, dan tekhnologinya--muncul secara "kebetulan" dalam kondisi bumi purba. Sebagai contoh lain, kemungkinan sel terbentuk secara kebetulan sama mustahilnya dengan kemungkinan sebuah buku tercetak akibat ledakan kantor percetakan.
Seorang ahli astronomi dan matematika dari Inggris, Sir Fred Hoyle, membuat perbandingan serupa dalam salah satu wawancaranya dalam majalah Nature edisi 12 November 1981. Meskipun seorang evolusionis, Hoyle menyatakan bahwa kemungkinan makhluk hidup tingkat tinggi muncul secara kebetulan adalah sama dengan kemungkinan sebuah boeing 747 terakit dengan material dari tempat penampungan barang rongsokan yang disapu tornado. Ini berarti bahwa sel tidak mungkin muncul secara kebetulan, jadi sudah pasti sel itu "diciptakan".
Satu alasan dasar mengapa teori evolusi tidak dapat menjelaskan kemunculan sel adalah "kompleksitas tidak tersederhanakan" (irreducible complexity) dari sel. Sebuah sel hidup menjaga kelangsungan dirinya atas kerja sama harmonis dengan banyak organel. Jika ada satu organel saja yang tidak berfungsi, sel itu tidak akan dapat bertahan hidup. Sel tidak mungkin berkembang dengan menunggu suatu mekanisme "tanpa kesadaran," seperti seleksi alam atau mutasi. Jadi, sel pertama di bumi haruslah sebuah sel utuh yang memiliki semua organel dan semua fungsi yang diperlukan. Ini tentu berarti bahwa sel adalah hasil penciptaan.
Protein Menggugat Teori Kebetulan

Jangankan tentang sel, evolusi bahkan gagal menerangkan pembentuknya. Satu saja protein dari ribuan molekul protein kompleks pembangun sel tidak mungkin terbentuk dalam kondisi alamiah. Protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan kecil yang disebut "asam amino" yang tersusun dalam urutan tertentu, dengan jumlah dan struktur tertentu. Molekul-molekul ini merupakan bahan pembangun sel hidup. Protein yang paling sederhana terdiri dari 50 asam amino, tetapi ada beberapa protein yang terdiri dari ribuan asam amino. Hal yang terpenting adalah: ketidakhadiran, penambahan, atau pergantian satu saja asam amino pada sebuah struktur protein dapat menyebabkan protein tersebut menjadi gumpalan molekul tak berguna. Setiap asam amino harus terletak pada posisi yang tepat dan pada urutan yang benar. Teori evolusi, yang menyatakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan, tidak berdaya saat dihadapkan pada keterauran ini. Bahkan, teori ini tidak mampu menjelaskan pernyataan "pembentukan secara kebetulan" asam amino, yang akan dibicarakan nanti.
Fakta bahwa struktur fungsional sebuah protein tidak dapat muncul secara kebetulan akan mudah diamati dengan perhitungan probabilitas sederhana yang dapat dipahami semua orang. Sebuah molekul protein berukuran rata-rata dibangun oleh 288 asam amino yang terdiri dari 12 jenis asam amino. Protein ini dapat disusun dengan 10 cara yang berbeda (ini adalah angka yang sangat besar, terdiri dari angka 1 yang diikuti 300 angka nol). Dari seluruh kemungkinan, hanya satu urutan yang membentuk molekul protein yang diinginkan. Sisanya adalah rantai asam amino yang sama sekali tidak berguna atau berpotensi membahayakan makhluk hidup. Dengan kata lain, probabilitas pembentukan satu molekul protein adalah "1 banding 10". Probabilitas dari "1" ini untuk terjadi adalah mustahil. (Dalam matematika, probabilitas lebih kecil dari "1 banding 10" dianggap sebagai "probabilitas nol"). Selain itu, molekul protein dengan 288 asam amino lebih sederhana dibandingkan molekul-molekul protein raksasa yang terdiri dari ribuan asam amino. Bila kita melakukan perhitungan probabilitas serupa pada molekul-molekul protein raksasa tersebut, kita akan membutuhkan ungkapan yang lebih dari sekadar "mustahil".
Bila kita menlangkah lebih jauh dalam skema perkembangan kehidupan, kita amati bahwa satu protein yang berdiri sendiri tidak akan memiliki arti apa pun. Sebagai contoh, salah satu bakteri terkecil, Mycoplasama hominis H39, terdiri dari 600 "jenis" protein. Maka, dalm kasusu ini, kita harus mengulang perhitungan probabilitas seperti di atas untuk setiap protein dari 600 jenis yang berbeda ini. Hasilnya? Tidak akan terjelaskan, bahkan dengan konsep kemustahilan!
Sebagian orang yang sedang membaca tulisan ini dan menerima teori evolusi sebagai penjelasan ilmiah mungkin merasa curiga bahwa angka-angka ini terlalu dibesar-besarkan dan tidak menggambarkan kenyataan. Tidak demikian. Ini adalah kenyataaan yang pasti dan konkret. Tidak ada evolusionis yang akan membantah angka-angka ini. Mereka menerima bahwa probabilitas sebuah protein terbentuk secara kebetulan adalah sama dengan kemungkinan seekor monyet menulis sejarah manusia dengan mesin tik tanpa membuat kesalahan sedikit pun. Meski demikian, mereka bukannya menerima penjelasan lain, yaitu penciptaan, tetapi justru terus mempertahankan kemustahilan tersebut. Banyak evolusionis yang mengakui fakta ini. Contohnya Harold F. Blum, seorang ilmuwan evolusionis terkenal, menyatakan bahwa pembentukan secara spontan polipeptida seukuran protein kecil sama sekali tidak muingkin terjadi.

Evolusionis menyatakan bahwa evolusi molekular terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama, dan waktu yang sangat lama ini membuat hal yang mustahil dapat terjadi. Namun, selam apa pun waktu diberikan, asam-asam amino tidak mungkin membentuk protein secara kebetulan. William Stokes, pakar geologi Amerika, mengakui kenyataan ini dalam bukunya Essentials of Earth History. Menurutnya, kemungkinan ini begitu kecil sehingga "protein tidak akan terbentuk dalam miliaran tahun di miliaran planet, sekalipun setiap planet diliputi hamparan larutan pekat asam amino yang diperlukan."
Apa arti semua ini? Perry Reeves, seorang profesor kimia menjawab, "Jika dihitung dari banyaknya struktur yang bisa terbentuk dari kombinasi acak asam amino dalam sebuah kolam purba yang menguap, kita akan meragukan kehidupan dapat muncul seperti ini. Lebih beralasan jika tugas seperti ini dikerjakan Pencipta Yang Agung yang memiliki rencana maha besar."
Satu protein saja mustahil terbentuk secara kebetulan, maka miliaran kali lebil mustahil bila sejuta protein bergabung secara kebetulan dan membentuk sebuah sel manusia lengkap. Di samping itu, sebuah sel tidak sekadar tersusun dari timbunan protein. Selain protein, sel juga mengandung asam nukleat, karbohidrat, lipid, vitamin, dan senyawa kimia lain seperti elektrolit. Secara struktur dan fungsi, semuanya tersusun dalam proporsi, keserasian, dan desain yang spesifik.
Robert Shapiro, profesor kimia dan pakar DNA di Universitas New York, menghitung probabilitas pembentukan secara kebetulan 200 jenis protein yang terdapat dalam satu sel bakteri (terdapat 200.000 jenis protein dalam sebuah sel manusia). Angka yang diperolehnya adalah 1 banding 10/40000. (Suatu angka luar biasa yang diperoleh dengan meletakkan 40.000 angka nol sesudah angka 1).
Chandra Wickramasinghe, seorang profesor metematika dan astronomi dari Universitas College (Cardiff, Wales), berkomentar, "Kemungkinan kehidupan terbentuk secara spontan dari benda mati adalah 1 banding sebuah angka dengan 40.000 nol di belakangnya...." Angka ini cukup besar untuk menghibur Darwin bersama seluruh teori evolusi. Di planet ini atau planet mana pun tidak ada "sup purba", dan jika awal kehidupan tidak terjadi secara acak, awal kehidupan itu pastilah dihasilkan suatu kecerdasan yang berkehendak.
Tentang angka yang tidak masuk akal ini, Sir Fred Hoyle berkomentar, "Sungguh, teori ini (bahwa kehidupan dirancang oleh suatu 'kecerdasan') bagitu jelas sehingga orang akan bertanya-tanya mengapa ini tidak diterima secara luas sebagai suatu kenyataan." Alasannya lebih bersifat psikologis daripada ilmiah. Istilah "psikologis' digunakan Hoyle untuk menggambarkan pengkondisian diri evolusionis untuk tidak menerima bahwa kehidupan telah diciptakan. Mereka telah besikeras bahwa tujuan utama mereka adalah mengingkari keberadaan Allah. Untuk alasan ini saja, mereka terus-menerus mempertahankan skenario tak masuk akal yang mereka akui juga kemustahilannya.
Protein Asam Amino Levo
Mari kita amati dengan saksama mengapa skenario evolusionis tentang pembentukan protein mustahil terjadi. Rangkaian yang benar dari asam-asam amino yang tepat saja tidaklah cukup untuk pembentukan molekul protein. Di samping itu, kedua puluh jenis asam amino yang membentuk protein harus merupakan asam amino Levo. Asam amino terdiri dari dua jenis yang berbeda, yaitu "levo" (kiri) dan "dextro" (kanan). Perbedaaan di antara keduanya adalah simetri cermin antara struktur tiga dimensi mereka, yang serupa dengan simetri tangan kiri dan kanan manusia.
Kedua jenis asam aminoini dapat saling terikat dengan mudah. Dari berbagai penelitian terungkap sebuah fakta yang mengejutkan: semua protein hewan dan tumbuhan, dari organisme paling sederhana hingga paling kompleks, terdiri dari asam amino Levo. Jika ada satu saja asam amino Dextro yang terikat pada struktur sebuah protein, protein tersebut menjadi tidak berfungsi. Yang menarik adalah, dalam beberapa percobaaan, bakteri yang diberi asam amino Dextro segera mengahancurkan asam-asam amino Dextro tersebut, dan dalam beberapa kasus, bakteri membentuk asam amino Levo dari serpihan-serpihan komponen asam amino Dextro sehingga dapat digunakan.
Mari sesaat kita umpamakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan seperti yang dinyatakan evolusionis. Dalam hal ini, asam amino Levo dan asam amino Dextro yang terbentuk secara kebetulan seharusnya ada dalam jumlah seimbang di alam. Jadi, semua makhluk hidup seharusnya memiliki kedua jenis asam amino, Levo dan Dextro, dalam tubuh mereka, sebab kedua jenis asam amino ini dapat saling bergabung secara kimiawi. Pada kenyataanya, protein yang terdapat pada semua makhluk hidup terdiri dari asam-asam amino Levo saja.
Pertanyaan tentang bagaimana protein dapat memilih asam amino Levo dari seluruh asam amino, dan mengapa tidak ada satu pun asam amino Dextro terlibat dalam proses kehidupan masih menjadi pemilahan yang sangat "sadar" dan spesifik ini. Karakteristik protein ini membuat teori "kebetulan" evolusi yang sudah buntu menjadi semakin membingungkan. Agar terbentuk sebuah protein yang berguna, asam-asam amino itu tidak cukup hanya berada dalam jumlah tertentu, pada urutan tertentu, dan bergabung dalam struktur tiga dimensi yang tepat. Asam-asam amino ini juga harus terdiri dari asam amino Levo saja dan tidak boleh ada satu pun asam amino Dextro. Akan tetapi, tidak ada mekanisme seleksi alam untuk mengidentifikasikan penambahan asam amino Dextro pada sebuah rantai dan membuangnya dari rantai tersebut. Fakta ini kembali menghapus kemungkinan bahwa awal kehidupan terjadi "secara kebetulan".
Dalam Britannica Science Encyclopaedia, pembela teori evolusi yang terang-terangan menyatakan bahwa asam amino seluruh makhluk hidup di bumi dan molekul pembangun polimer kompleks, seperti protein memiliki asimetri Levo yang sama. Ditambahkan bahwa ini sama artinya dengan melempar uang logam sejuta kali dan selalu mendapatkan muka yang sama. Dinyatakan juga bahwa tidak mungkin kita dapat memahami mengapa molekul menjadi bentuk Levo dan Dextro. Pilihan ini berhubungan dengan sumber kehidupan di bumi secara yang mengagumkan.
Jika sebuah uang logam yang dilempar sejuta kali selalu menghasilkan sisi muka yang sama, mana yang lebih logis: ini merupakan suatu kebetulan, ataukah ada campur tangan yang disengaja? Jawabannya sudah sangat jelas. Akan tetapi, tidak peduli dengan kenyataan yang jelas ini, evolusionis berlindung dalam "teori kebetulan" hanya karena mereka tidak mau menerima eksistensi "campur tangan yang disengaja".
Situasi yang serupa dengan asam amino Levo ini berlaku pula pada nukleotida, unit terkecil dari DNA dan RNA. Bedanya, tidak seperti asam amino pada makhluk hidup, hanya nukleotida berbentuk Dextro saja yang dipilih. Ini adalah situasi lain yang tidak pernah dapat dijelaskan oleh teori "kebetulan".
Sebagai kesimpulan, melalui perhitungan probabilitas sebuah protein telah terbukti secara mutlak bahwa sumber kehidupan tidak dapat dijelaskan dengan kebetulan. Jika kita mencoba menghitung probabilitas sebuah protein berukuran rata-rata yang terdiri dari 400 asam amino dan dipilih dari asam amino Levo saja, kita akan mendapatkan probabilitas 1 banding 2/400 , atau 10/120. Sekadar untuk pembanding, ingatlah bahwa jumlah elektron di seluruh jagat raya diperkirakan 10/79 , angka yang jauh lebih kecil. Perhitungan probabilitas asam-asam amino ini tersusun dalam urutan yang sesuai dan dalam struktur yang fungsional akan menghasilkan angka yang jauh lebih besar lagi. Jika kita menggabungkan probabilitas-probabilitas ini dan kita perluas hingga pembentukan protein yang lebih besar dan beragam, perhitungannya menjadi tak terbayangkan.
Ikatan yang Benar Sangat Penting
Uraian panjang di atas bahkan belum selesai menjelaskan kebuntuan teori evolusi. Asam amino tidak cukup hanya dengan tersusun dalam jumlah, urutan, dan struktur tiga dimensi yang tepat. Pembentukan protein juga mengharuskan molekul-molekul asam amino yang memiliki lebih dari satu lengan saling berikatan melalui cabang tertentu saja. Ikatan seperti itu disebut "ikatan peptida". Asam-asam amino dapat saling berikatan dengan berbagai cara, tetapi protein hanya terdiri dari asam-asam amino yang terikat dengan ikatan "peptida".
Sebuah analogi akan memperjelas masalah ini. Anggaplah semua bagian mobil telah lengkap dan dipasang pada posisi yang tepat, tetapi salah satu rodanya tidak dipasang dengan mur dan baut melainkan dengan seutas kawat. Kawat ini mengikat roda sedemikian rupa sehingga pusat roda menghadap ke tanah. Mustahil mobil seperti ini bisa bergerak sekalipun hanya satu meter, tak peduli betapa rumit teknologinya dan berapa kuat motornya. Sekilas semuanya tampak berada pada tempat yang benar, tetapi kesalahan memasang satu roda saja mengakibatkan keseluruhan mobil tersebut tidak berguna. Sama halnya pada molekul protein, jika ada satu saja ikatan antar-asam amino yang bukan ikatan peptida, keseluruhan molekul itu tidak akan berguna.
Penelitian menunjukkan bahwa asam amino yang berikatan secara acak hanya dapat menghasilkan ikatan peptida pada rasio 50% dan sisanya berikatan dengan ikatan lain yang tidak terdapat pada protein. Agar berfungsi dengan baik, setiap asam amino yang menyusun protein harus berikatan hanya dengan ikatan peptida, sebagaimana asam amino tersebut harus dipilih dari yang berbentuk Levo saja.
Probabilitas ini sama dengan probabilitas bahwa setiap protein adalah berbentuk Levo. Misalnya, jika sebuah protein terdiri dari 400 asam amino, berarti probabilitas seluruh asam amino hanya berikatan dengan ikata peptida adalah 1 berbanding 2/399.
Probabilitas Nol

Seperti dapat dilihat di bawah ini, probabilitas pembentukan sebuah molekul protein yang terdiri dari 500 asam amino adalah "1" banding angka 1 yang diikuti oleh 950 buah angka nol. Sebuah angka yang tidak dapat dipahami pemikiran manusia. Ini hanya perhitungan teoritis di atas kertas. Dalam kenyataan, probabilitas seperti itu berpeluang "0" untuk terjadi. Dalam matematika, probabilitas yang lebih kecil dari 1 banding 10/50 secara statistik dianggap memiliki peluang "0" untuk terjadi. Probabilitas "1" banding 10/950 jauh melampaui batas definisi ini.
Meskipun sudah sedemikian jauh kemustahilan pembentukan secara kebetulan pada sebuah protein yang tersusun dari 500 asam amino, kita masih dapat terus memaksa batas akal kita dengan kemustahilan yang lebih tinggi lagi. Molekul "hemoglobin", sebuah protein yang sangat vital, terdiri dari 574 asam amino--lebih besar dibandingkan protein yang kita bahas di atas. Sekarang, pikirkan ini: dalam satu sel darah merah, dari miliaran yang ada dalam tubuh kita, terdapat "280.000.000" (280 juta) molekul hemoglobin!
Perkiraan usia bumi tidak memberi cukup waktu bagi pembentukan secara "coba-coba" untuk satu protein saja, apalagi satu sel darah merah. Bahkan, jika kita menganggap asam-asam amino telah bergabung dan terurai secara "coba-coba" untuk membangun sebuah protein, waktu yang dibutuhkan untuk mengejar probabilitas 1 banding 10/950 adalah lebih panjang daripada usia bumi. Simpulan dari semua ini adalah: evolusi telah jatuh ke dalam jurang kemustahilan sejak tahap pembentukan sebuah protein.
Adakah Mekanisme Coba-Coba di Alam?
Akhirnya, kita sampai pada kesimpulan yang sangat penting tentang logika dasar perhitungan probabilitas, seperti dicontohkan tadi. Telah ditunjukkan bahwa perhitungan-perhitungan probabilitas di atas mencapai batas astronomis (jumlah yang sangat besar) dan probabilitas astronomis ini hampir mustahil terjadi. Ini adalah aspek yang jauh lebih penting, sekaligus membingungkan bagi evolusionis. Dalam kondisi alamiah, probabilitas-probabilitas ini bahkan tidak dapat dimulai sama sekali, karena di alam tidak ada mekanisme coba-coba untuk menghasilkan protein.
Perhitungan di atas tentang probabilitas pembentukan sebuah molekul protein yang terdiri dari 500 asam amino hanya berlaku pada lingkungan coba-coba ideal, yang tidak ada dalam kehidupan nyata. Artinya, probabilitas mendapatkan sebuah protein yang berguna adalah "1" banding 10/950 hanya jika kita menganggap ada mekanisme imajiner ketika sebuah tangan gaib menyambungkan 500 asam amino secara acak, ketika rantai yang terbentuk itu salah, menguraikannya lagi satu persatu dan menyusunnya dengan urutan yang berbeda untuk kedua kalinya, dan begitu seterusnya.
Dalam setiap percobaan, asam-asam amino harus diuraikan satu persatu dan kemudian disusun kembali dengan urutan baru. Sintesis ini harus dihentikan setelah asam amino ke-500 ditambahkan dan harus dipastikan tidak ada kelebihan asam amino. Percobaan kemudian dihentikan untuk melihat apakah protein yang diinginkan sudah terbentuk. Jika gagal, seluruhnya harus dibongkar dan dicoba dengan urutan lain. Harus diingat, tidak boleh ada satu pun bahan tambahan. Selain itu, penting bahwa selama percobaan, rantai yang terbentuk tidak boleh putus atau rusak sebelum mencapai ikatan ke-499. Kondisi ini berarti bahwa probabilitas yang kita bahas di atas hanya dapat terjadi dalam lingkungan terkontrol. Dalam lingkungan terkontrol itu terdapat mekanisme sadar yang mengatur permulaan, akhir, dan setiap tahap proses, dan hanya "seleksi asam amino" saja yang terjadi secara untung-untungan. Sudah pasti, tidak mungkin ada lingkungan seperti ini dalam kondisi alamiah. Jadi, secara logis dan tekhnis mustahil terjadi pembentukan protein dalam lingkungan alamiah, terlepas dari aspek 'probabilitas'. Bahkan, membicarakan probabilitas peristiwa seperti ini saja sudah sangat tidak ilmiah.
Sejumlah evolusionis yang 'kurang terpelajar' tidak mengerti hal ini. Berdasarkan asumsi bahwa pembentukan sebuah protein hanyalah reaksi kimia sederhana, mereka membuat kesimpulan yang menggelikan bahwa "asam-asam amino bergabung melalui sebuah reaksi dan kemudian membentuk protein-protein". Tetapi, reaksi kimia yang terjadi secara kebetulan dalam sebuah struktur anorganik hanya dapat menghasilkan perubahan-perubahan sederhana dan primitif. Jumlahnya pun tertentu dan terbatas. Untuk membuat senyawa kimia yang lebih kompleks, diperlukan pabrik-pabrik besar, instalasi kimia, dan laboratorium. Obat-obatan dan berbagai bahan kimia yang kita gunakan sehari-hari termasuk dalam jenis ini. Namun, protein memiliki struktur yang jauh lebih kompleks daripada bahan kimia yang diproduksi industri. Karenanya, protein--yang masing-masingnya merupakan kehebatan desain dan rekayasa, dengan setiap bagiannya berada pada posisi dan urutan yang tepat--mustahil bermula dari reaksi kimia acak.
Marilah untuk sesaat kita mengesampingkan segala kemustahilan yang kita bahas barusan, dan anggaplah sebuah molekul protein yang berguna memang berevolusi spontan secara "kebetulan". Pada titik ini pun, evolusi lagi-lagi tidak mempunyai jawaban, karena untuk mempertahankan keberadaannya, protein ini harus terisolasi dari lingkungan alamiahnya dan terlindung dalam kondisi yang sangat khusus. Jika tidak, protein ini akan terurai oleh kondisi alamiah bumi atau bergabung dengan senyawa-senyawa asam, asam-asam amino ataupun senyawa kimia lain, sehingga kehilangan sifat-sifatnya dan berubah menjadi senyawa yang sama sekali berbeda dan tidak berguna.
Pertentangan Evolusi tentang Asal-Usul Kehidupan
Pertanyaan "bagaimana makhluk hidup pertama kali muncul" adalah kebuntuan yang kritis bagi evolusionis, sehingga mereka biasanya menghindari masalah ini. Mereka mencoba berkelit dengan mengatakan bahwa "makhluk-makhluk hidup pertama muncul sebagai hasil dari kejadian acak di dalam air". Mereka menghadapi rintangan yang tidak bisa mereka tembus. Terlepas dari argumen evolusi paleontologis, dalam hal ini, tidak ada fosil yang dapat didistorsi dan ditafsirkan sesuka hati untuk mendukung pernyataan mereka. Karena itu, teori evolusi jelas-jelas telah terbantah sejak awal.
Ada satu hal penting yang harus diingat: jika satu tahap saja dari proses evolusi terbukti mustahil, cukup untuk membuktikan kesalahan dan ketidakabsahan teori secara keseluruhan. Contohnya, karena pembentukan protein secara coba-coba terbukti mustahil, maka seluruh pernyataan mengenai tahap proses evolusi selanjutnya juga terbantah. Sampai di sini, spekulasi atas tengkorak manusia dan kera menjadi tidak berarti.
Pertanyaan bagaimana organisme hidup dapat muncul dari materi anorganik sudah lama dihindari para evolusionis. Akan tetapi, pertanyaan ini berkembang menjadi masalah yang tidak bisa dielakkan. Mereka berusaha menjawab masalah ini dengan serangkaian penelitian pada perempat kedua abad ke-20. Pertanyaan utamanya adalah: bagaimana sel hidup pertama dapat muncul di atmosfer bumi purba? Dengan kata lain, penjelasan seperti apa yang akan dikemukakan evolusionis untuk menjawab pertanyaan ini?
Jawabannya dicari melalui berbagai eksperimen. Ilmuwan dan peneliti evolusionis melakukan berbagai eksperimen laboratorium untuk menjawab pertanyaan ini tetapi tidak mengahsilkan apa pun yang menarik. Studi tentang awal kehidupan yang paling dihargai adalah Eksperimen Miller yang dilakukan oleh peneliti Amerika bernama Stanley Miller pada tahun 1953. (Eksperimen ini dikenal juga sebagai "eksperimen Urey Miller" karena kontribusi Harorld Urey, instruktur Miller dari Universitas Chicago). Eksperimen ini adalah satu-satunya "bukti" bagi "tesis evolusi molekular" untuk menerangkan tahap pertama periode evolusi. Meskipun sudah hampir setengah abad berlalu, dan teknologi telah berkembang pesat, tak seorang pun berupaya lebih lanjut. Eksperimen Miller tetap diajarkan dalam buku-buku sebagai penjelasan evolusi generasi pertama makhluk hidup. Evolusionis sadar bahwa fakta yang dihasilkan penelitian semacam ini tidak mendukung, dan sebaliknya justru membantah pernyataan mereka, karenanya mereka dengan sengaja menghindari eksperimen serupa.
Eksperimen Miller
Tujuan Stanley Miller adalah mengajukan penemuan eksperimental yang menunjukkan bahwa asam amino, bahan pembangun protein, dapat muncul "secara kebetulan" di bumi yang tidak berkehidupan miliaran tahun lalu. Dalam eksperimennya, Miller menggunakan campuran gas yang diasumsikan terdapat di bumi purba (yang kelak terbukti tidak realistis) terdiri dari amonia, metan, hidrogen, dan uap air. Karena dalam kondisi alamiah gas-gas ini tidak saling bereaksi, Miller memberikan stimulasi energi untuk memulai reaksi antara gas-gas tersebut. Dengan menganggap energi ini bisa berasal dari kilat dalam atmosfir purba, ia menggunakan sumber penghasil listrik buatan untuk menyediakan energi tersebut.
Miller mendidihkan campuran gas ini pada suhu 100 ?C selama seminggu, dan sebagai tambahan dia mengalirkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan tiga dari 20 jenis asam amino, bahan dasar protein telah tersintesis.
Eksperimen ini membangkitkan semangat evolusionis dan dianggap sebagai sukses besar. Dalam luapan kegembiraan, berbagi terbitan memasang tajuk utama seperti "Miller menciptakan kehidupan". Akan tetapi, molekul-molekul yang berhasil disintesis Miller ternyata hanya beberapa molekul "tidak hidup".
Didorong oleh eksperimen ini, evolusionis segera membuat skenario baru. Hipotesis tahap lanjutan tentang pembentukan protein segera dirumuskan. Menurut mereka, asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat secara kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri mereka dalam struktur seperti membran yang "entah bagaimana" muncul dan membentuk sel primitif. Sel-sel kemudian bergabung dan membentuk organisme hidup. Akan tetapi, eksperimen Miller hanya akal-akalan dan telah terbukti tidak benar dalan segala aspek.
Eksperimen Miller Hanya Akal-akalan
Ekaperimen Miller berusaha membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi bumi purba. Namun, eksperimen ini tidak konsisten dalam sejumlah hal.

  1. Dengan menggunakan mekanisme cold trap, Miller mengisolasi asam-asam amino dari lingkungannya segera setelah mereka terbentuk. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.
    Tentu saja mekanisme isolasi yang disengaja seperti ini tidak ada dalam kondisi bumi purba. Tanpa mekanisme seperti ini, kalaupun ada satu asam amino terbentuk, ia akan segera hancur. Seorang ahli kimia, Richard Bliss, mengungkapkan kontradiksi ini sebagai berikut, "Benar, tanpa cold trap, senyawa kimia yang dihasilkan akan dihancurkan oleh aliran listrik." Memang, dalam percobaan sebelumnya dengan bahan-bahan yang sama tetapi mekanisme cold trap, Miller tidak dapat membentuk satu pun asam amino.
  2. Lingkungan atmosfer purba yang disimulasikan Miller dalam eksperimennya tidak realistis. Pada tahun 1980-an, para ilmuwan sepakat bahwa yang seharusnya terdapat pada lingkungan artifisial tersebut adalah nitrogen dan karbon dioksida, bukannya metan dan amonia. Setelah bungkam cukup lama, Miller sendiri mengakui pula bahwa kondisi atmosfer dalam eksperimennya tidak realistis.
    Jadi, mengapa Miller bersikeras menggunakan gas-gas ini? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesis asam amino. Kevin Mc. Kean mengungkapkan hal ini dalam sebuah artikel yang dimuat dalam majalah Discover:
    "Miller dan Urey meniru atmosfer bumi dahulu kala dengan campuran metan dan amonia. Menurut mereka, bumi merupakan campuran homogen dari logam, batuan, dan es. Namun, dalam penelitian terakhir terungkap bahwa pada saat itu bumi sangat panas dan terbentuk dari nikel dan besi cair. Jadi, atmosfer kimiawi saat itu seharusnya didominasi nitrogen (N2), karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O). Tetapi, gas-gas ini bukan gas-gas yang tepat untuk mensintesis senyawa organik, seperti metan dan amonia."
    Dua orang ilmuwan Amerika, J.P. Ferris dan C.T. Chen, mengulang eksperimen Stanley Miller dengan kondisi atmosfer terdiri dari karbon dioksida, hidrogen, nitrogen, dan uap air. Mereka tidak mampumengahasilkan satu pun molekul asam amino.
  3. Hal penting lain yang menggugurkan eksperimen Miller adalah bahwa atmosfer bumi mengandung cukup banyak oksigen untuk menghancurkan semua asam amino yang terbentuk. Fakta yang diabaikan Miller ini terungkap dari sisa-sisa besi dan uranium yang teroksidasi dalam batuan yang diperkirakan berumur 3,5 miliar tahun. Temuan-temuan lain menunjukkan bahwa kandungan okseigen pada saat itu jauh lebih besar daripada yang dinyatakan evolusionis. Penelitian-penelitian juga menunjukkan bahwa pada saat itu bumi teradiasi ultraviolet 10.000 kali lebih besar daripada perkiraan evolusionis. Radiasi ultraviolet yang intens ini membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbon dioksida dalam atmosfer.
    Situasi ini secara telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali mengabaikan oksigen. Jika oksigen digunakan dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam lingkungan tanpa oksigen, juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan lapisan ozon, asam-asam amino akan segera hancur oleh sinar ultraviolet yang sangat intens. Dapat dikatakan, dengan atau tanpa oksigen di bumi purba, hasilnya sama, lingkungan yang sangat destruktif bagi asam amino.
  4. Pada akhir eksperimen Miller, terbentuk banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika asam amino tidak diisolasi dan tetap berada di dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino menjadi senyawa lain. Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah besar asam amino Dextro. Keberadaan asam amino ini dengan sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam amino Dextro tidak berfungsi dalm pembentukan sel makhluk hidup. Kesimpulannya, kondisi-kondisi yang menunjukkan asam amino terbentuk dalam eksperimen Miller tidak cocok bagi kehidupan. Kenyataannya, medium ini merupakan campuran asam yang mengahancurkan dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang diperoleh.

Semua fakta ini menunjukkan satu hal yang jelas: eksperimen Miller tidak dapat digunakan sebagai bukti bahwa makhluk hidup terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi purba. Keseluruhan eksperimen ini tidak lebih dari sebuah eksperimen laboratorium yang terkontrol dan terarah untuk menyintesis asam amino. Jumlah dan jenis gas dalam eksperimen ini secara ideal ditentukan agar asam amino terbentuk. Jumlah energi yang disalurkan ke dalam sistem diatur dengan tepat agar reaksi yang diperlukan terjadi. Peralatan eksperimen diisolasi sehingga tidak terkontaminasi unsur-unsur lain yang berbahaya, destruktif, atau menghalangi pembentukan asam amino. Padahal, unsur-unsur seperti ini kemungkinan besar ada dalam kondisi bumi purba. Unsur-unsur mineral atau senyawa kimia yang ada pada kondisi purba dan berkemungkinan mengubah reaksi tidak dimasukkan dalam eksperimen. Oksigen yang mencegah pembentukan asam amino dengan oksidasi hanya salah satu dari unsur-unsur destruktif ini. Bahkan, dalam kondisi laboratorium ideal, mustahil asam amino yang terbentuk bertahan dan terhindar dari kerusakan tanpa mekanisme cold trap.
Nyatanya, evolusionis sendiri menyangkal teori evolusi, karena yang dibuktikan oleh eksperimen ini adalah: asam amino hanya dapat dihasilkan dalam lingkungan laboratorium terkendali yang semua kondisi dirancang khusus oleh intervensi yang disengaja. Berarti, kekuatan yang dapat menghasilkan kehidupan sudah pasti bukan peristiwa kebetulan, melainkan penciptaan yang disengaja.
Evolusionis tidak menerima bukti ini karena ketaatan buta mereka kepada praduga yang benar-benar tidak ilmiah. Yang menarik, Harold Urey, yang melakukan eksperimen ini bersama mahasiswanya Stanley Miller, membuat pengakuan sebagai berikut:
"Kami semua yang mempelajari asal-usul kehidupan mendapati bahwa semakin kami mengamati, semakin kami merasa bahwa kehidupan terlalu kompleks untuk berevolusi dari mana pun. Kami semua percaya, sebagai suatu ketaatan, bahwa kehidupan berevolusi dari benda mati di bumi. Hanya saja kompleksitasnya begitu besar, sehingga sulit bagi kami membayangkan evolusi kehidupan."
Atmosfer Bumi Purba dan Protein
Dengan mengabaikan semua ketidakkonsistenan di atas, evolusionis masih merujuk pada eksperimen Miller untuk menghindari pertanyaan bagaimana asam amino terbentuk dengan sendirinya dalam atmosfer bumi purba. Hingga kini, mereka terus menipu orang dengan berpura-pura bahwa masalahnya telah terpecahkan dengan eksperimen keliru ini.
Namun, untuk menjelaskan tahap kedua asal-usul kehidupan, evolusionis menemukan masalah yang jauh lebih besar dari pembentukan asam-asam amino, yaitu "protein". Protein merupakan bahan pembangun kehidupan yang tersusun dari ratusan asam amino berbeda yang bergabung dalam tatanan tertentu.
Pernyataan bahwa protein terbentuk secara spontan dalam kondisi lamiah lebih tidak realistis dan tidak beralasan dibandingkan dengan pernyataan bahwa asam amino terbentuk secara kebetulan. Pada bahasan sebelumnya, dengan perhitungan probabilitas, telah dibuktikan kemustahilan asam amino bergabung secara acak dalam urutan tertentu untuk membentuk sebuah protein. Sekarang kita akan melihat kemustahilan protein dihasilkan secara kimiawi dalam kondisi bumi purba.
Mungkin Terjadi di dalam Air Sintesis Protein Tidak
Asam amino berikatan melalui "ikatan peptida" untuk membentuk protein. Dalam pembentukan ikatan ini, satu molekul air dilepaskan. Fakta ini menyanggah penjelasan evolusionis bahwa kehidupan purba berawal dari air. Menurut "Prinsip Le Chatelier" dalam kimia, suatu reaksi yang melepaskan air (reaksi kondensasi) tidak mungkin terjadi dalam lingkungan berair (hidrat). Reaksi seperti ini dalam lingkungan berair dikatakan "memiliki probabilitas paling kecil untuk terjadi dibandingkan reaksi-reaksi kimia lain. Oleh karena itu, lautan yang dinyatakan sebagai tempat kehidupan berawal dan asam-asam amino dihasilkan bukan lingkungan yang tepat bagi asam amino untuk membentuk protein. Di lain pihak, akan menjadi irasional bila evolusionis mengubah pikiran dan menyatakan bahwa kehidupan berawal di darat, karena satu-satunya lingkungan agar asam amino terlindung dari ultraviolet adalah lautan. Di darat, asam amino akan hancur oleh sinar ultraviolet. Prinsip Le Chatelie membantah pernyataan bahwa kehidupan terbentuk di lautan. Satu lagi dilema bagi teori evolusi.
Usaha Nekat Lainnya: Eksperimen Fox
Tertantang oleh dilema di atas, evolusionis mulai membuat skenario yang tidak realistis mengenai "masalah air" yang mutlak meruntuhkan teori mereka. Sydney Fox adalah salah satu ilmuwan terkemuka yang membuat skenario untuk menjawab masalah ini. Menurutnya, asam amino pertama mestilah terbawa ke karang dekat gunung berapi segera setelah terbentuk di dalam laut purba. Air dalam campuran ini pasti telah menguap karena suhu lingkungan mulut kawah meningkat melebihi suhu didih. Selanjutnya, asam-asam amino "kering" ini dapat membentuk protein.
Akan tetapi, penjelasan "rumit" ini tidak disetujui banyak orang karena asam amino tidak dapat bertahan pada suhu setinggi itu. Penelitian telah memastikan bahwa asam amino akan segera hancur pada suhu tinggi. Fox tidak menyerah begitu saja. Ia menggabungkan asam amino murni di laboratorium "dalam kondisi sangat khusus" dengan cara memanaskannya dalam lingkungan kering. Asam amino memang bergabung, tetapi tidak menghasilkan protein. Yang diperolehnya adalah rantai-rantai asam amino sederhana dan tidak teratur yang tersusun secara acak, dan rantai-rantai ini sama sekali tidak menyerupai protein hidup. Bahkan, jika Fox menyimpan asam amino ini pada suhu yang stabil, rantai-rantai tidak berguna ini akan terurai.
Eksperimen ini juga tidak absah karena asam amino yang digunakan fox bukan asam amino produk eksperimen Miller, tetapi asam amino murni dari organisme hidup. Padahal, eksperimen ini dimaksudkan sebagai lanjutan dari eksperimen Miller. Namun, baik Fox maupun peneliti lain tidak menggunakannya.
Eksperimen Fox tidak ditanggapi positif, bahkan oleh kalangan evolusionis sendiri, sebab jelas rantai asam amino atau proteinoid yang didapatkannya tidak mungkin terbentuk dalam kondisi alamiah. Selain itu, protein sebagai unit dasar kehidupan tetap tidak dapat diproduksi. Masalah asal mula protein ini tetap tak terjawab. Sebuah artikel dalam majalah ilmu pengetahuan populer tahun 1970-an, Chemical Engineering News, mengomentari eksperimen Fox sebagai berikut:
"Sydney Fox dan peneliti lain berhasil menggabungkan asam amino dalam bentuk "protenoid" dengan menggunakan teknik pemanasan khusus dalam kondisi yang tidak ada sama sekali pada zaman bumi purba. Hasilnya pun tidak sama dengan protein biasa pada makhluk hidup. Protenoid hanyalah rangkaian yang tak beraturan yang tidak berguna. Terungkap bahwa walaupun molekul-molekul seperti ini dapat terbentuk pada masa-masa awal, mereka sudah pasti akan hancur."
Protenoid yang didapatkan Fox memang sama sekali berbeda dari protein sesungguhnya, dalam struktur maupun fungsi. Perbedaan antara protein dan "protenoid" sama besarnya dengan perbedaan antara alat berteknologi tinggi dan setumpuk bahan mentah yang belum diproses. Di samping itu, rantai asam amino tak beraturan ini tidak memiliki keseimbangan untuk bertahan dalam atmosfer purba. Efek fisika serta kimia yang destruktif dan berbahaya karena sinar ultraviolet yang kuat dan kondisi alam yang tidak stabil akan menguraikan protenoid. Karena prinsip Le Chatelier, tidak mungkin asam amino bergabung membentuk protein di dalam air, tempat yang tidak terjangkau sinar ultraviolet. Dengan pertimbangan ini, akhirnya banyak ilmuwan menarik dukungan mereka terhadap gagasan tentang protenoid sebagai dasar kehidupan.
Molekul Menakjubkan: DNA
Pengujian kita pada tingkat molekuler sejauh ini telah menunjukkan bahwa pembentukan asam-asam amino masih menjadi masalah bagi evolusionis. Pembentukan protein pun merupakan misteri tersendiri. Tetapi, masalah pada teori evolusi ini tidak terbatas pada asam amino dan protein saja, keduanya hanya permualaan. Lebih jauh lagi, struktur sel yang sempurna membawa evolusionis pada kebuntuan, karena sel bukan hanya setumpuk protein yang terbentuk dari asam amino. Sel merupakan mekanisme hidup dengan ratusan sistem yang telah berkembang. Sel ini begitu rumit, sehingga manusia tidak dapat mengungkap misterinya. Jangankan pembentukan sistem yang kompleks, pembentukan unit terkecil dari sel pun tidak dapat diterangkan oleh evolusionis.
Sementara teori evolusi tidak dapat memberikan penjelasan logis atas keberadaan molekul-molekul dasar struktur sel, perkembangan di bidang genetika dan penemuan asam nukleat (DNA dan RNA) telah menghasilkan masalah baru bagi teori evolusi. Pada tahun 1955, penelitian James Watson dan Francis Crick terhadap DNA membawa era baru dalam biologi. Banyak ilmuwan mengalihkan perhatian mereka pada ilmu genetika. Sekarang, setelah penelitian bertahun-tahun, struktur DNA terungkap hingga taraf yang sangat jauh.
Molekul yang disebut DNA, yang ditemukan dalam nukleus pada setiap sel dari 100 trilyun sel di dalam tubuh kita, mengandung rancang bangun lengkap untuk tubuh manusia. Informasi mengenai seluruh ciri-ciri seseorang dari penampilan fisik hingga struktur organ dalam tercatat dalam DNA dengan sistem pengkodean khusus. Informasi dalam DNA dikode dalam urutan empat basa khusus yang membangun molekul ini. Basa ini dinamakan A, T, G, C sesuai dengan huruf awal nama mereka. Seluruh perbedaan struktural antara manusia tergantung pada variasi urutan huruf-huruf ini: semacam bank data yabg terdiri dari empat huruf. Urutan huruf dalam DNA menentukan struktur tubuh manusia hingga bagian terkecil. Selain ciri seperti tinggi, mata, rambut dan warna kulit, DNA dalam sebuah sel mengandung informasi desain dari 206 tulang, 600 otot, jaringan 10.000 otot pendengaran, jaringan 2 juta syaraf penglihatan, 100 milyar sel syaraf, 130 milyar meter pembuluh darah, dan 100 trilyun sel di dalam tubuh. Jika kita menuliskan informasi yang dikode dalam DNA, sama artinya dengan menyusun sebuah perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 volume ensiklopedia yang masing-masing setebal 500 halaman. Informasi yang sangat banyak ini dikode dalam komponen DNA yang disebut "gen".
Dapatkah DNA Muncul secara Kebetulan?
Sampai di sini ada detail penting yang harus diperhatikan. Kesalahan pada urutan nukleotida yang menyusun sebuah gen akan membuat gen tersebut sama sekali tidak berfungsi. Dengan mempertimbangkan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 200 ribu gen, akan semakin jelas betapa mustahilnya jutaan nukleotida yang membentuk gen-gen ini tersususn secara kebetulan dalam urutan yang tepat. Seorang ahli biologi evolusionis, Frank Salisbury, berkomentar tentang kemustahilan ini:
"Sebuah protein berukuran sedang dapat terdiri dari sekitar 300 asam amino. Gen DNA yang mengatur protein ini bisa memiliki 1.000 nukleotida pada rantainya. Karena ada empat jenis nukleotida dalam sebuah rantai DNA, satu rantai dengan 1.000 nukleotida dapat tersusun dalam 4/1000 bentuk. Dengan menggunakan sedikit ilmu aljabar (logaritma), kita dapat melihat bahwa 4/1000 = 10/600. Sepuluh dikali sepuluh sebanyak 600 diikuti 600 angka nol! Suatu angka di luar kemampuan pemahaman kita."
Angka 4/10000 ekivalen dengan 10/600. Angka ini didapatkan dengan menambahkan 600 angka nol sesudah angka 1. Angka 10 yang diikuti 11 angka nol berarti satu triliun. Tetapi sebuah angka dengan 600 angka nol sesudahnya, sulit kita bayangkan. Kemustahilan pembentukan RNA dan DNA oleh akumulasi nukleotida secara kebetulan diungkapkan seorang ilmuwan Prancis, Paul Auger, sebagai berikut:
"Kita harus memisahkan dengan jelas dua tahap dalam pembentukan secara untung-untungan molekul kompleks seperti nukleotida melalui peristiwa kimiawi. Produksi nukleotida satu persatu--yang mungkin saja terjadi--dan penggabungan nukleotida-nukleotida ini dalam urutan sangat unik. Yang kedua sama sekali tidak mungkin. Bahkan, Francis Crick, yang bertahun-tahun mempercayai teori evolusi molekuler, setelah meneukan DNA mengakui bahwa molekul sekompleks ini tidak mungkin terbentuk secara kebetulan sebagai hasil dari proses evolusi:
"Seorang jujur yang dibekali ilmu pengetahuan masa kini hanya dapat menyatakan bahwa asal usul kehidupan hampir suatu keajaiban."
Seorang evolusionis Turki, Prof. Ali Demirsoy, terpaksa membuat pengakuan mengenai hal ini sebagai berikut:
"Kenyataanya, probabilitas pembentukan protein dan asam nukleat (DNA-RNA) adalah probabilitas yang jauh melampaui perkiraan. Lebih jauh, peluang rantai protein tertentu muncul menjadi luar biasa kecil."
Sebuah dilema menarik muncul pada tahap ini: sementara DNA hanya dapat bereplikasi dengan bantuan beberapa enzim yang merupakan protein pula, sistesis enzim ini hanya dapat berlangsung dengan informasi yang dikode dalam DNA. Karena saling membutuhkan, kedua harus ada secara bersamaan untuk replikasi, atau salah satunya "tercipta" sebelum yang lain. Seorang ahli mikrobiologi Amerika, Jacobson, berkomentar mengenai hal ini:
"Arahan untuk rencana-rencana reproduksi untuk energi dan ekstraksi materi dari lingkungannya, untuk urutan pertumbuhan, dan untuk mekainisme efektor yang menerjemahkan perintah ke dalam pertumbuhan--semua harus ada sekaligus pada saat itu (ketika kehidupan dimulai). Kombinasi semua ini sepertinya tidak mungkin terjadi secara kebetulan, dan sering dianggap campur tangan ilahiah."
Kutipan di atas ditulis dua tahun sesudah struktur DNA diungkapkan James Watson dan Francis Crick. Meskipun ilmu pengetahuan telah maju cukup pesat, pertanyaan tersebut tetap belum terjawab oleh evolusionis. Dua ilmuwan Jerman, Junker dan Scherer, menjelaskan bahwa sintesis masinga-masing molekul yang diperlukan untuk evolusi kimiawi mengharuskan kondisi-kondisi tertentu, dan bahwa probabilitas bahan-bahan tersebut tersusun melalui metode yang secara teroritis sangat berbeda adalah nol:
"Sampai sat ini, tidak ada eksperimen yang dapat menghasilkan seluruh molekul yang dibutuhkan untuk evolusi kimiawi. Karenanya, berbagai molekul ini harus dihasilkan di tempat-tempat berbeda pada kondisi sangat sesuai, kemudian dibawa ke tempat lain untuk bereaksi dengan melindunginya dari elemen-elemen berbahaya seperti hidrolisis dan fotolisis."
Pendeknya, teori evolusi tidak dapat membuktikan satu tahap evolusi pun yang diduga terjadi pada tingkat molekuler. Kemajuan ilmu pengetahuan tidak menyediakan jawaban untuk pertanyan semacam ini, tetapi justru membuatnya menjadi lebih kompleks dan sulit dijawab.
Cukup menarik bahwa evolusionis mempercayai seluruh skenario yang mustahil ini seperti mempercayai fakta ilmiah. Karena mereka telah dikondisikan untuk tidak mengakui penciptaan, mereka tidak memiliki pilihan selain mempercayai kemustahilan. Seorang ahli biologi terkenal dari Australia, Michael Denton, mengungkapkan hal ini dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis:
"Program genetis organisme tingkat tinggi hampir sama dengan ribuan juta bit informasi. Ini ekivalen dengan urutan huruf dalam seribu volume buku yang memuat beribu-ribu algoritma rumit dalam bentuk kode yang mengendalikan, menentukan, dan mengatur pertumbuhan dan perkembangan bermiliar-miliar sel organisme kompleks. Pernyataan orang-orang skeptis bahwa semua ini murni dihasilkan oleh sebuah proses acak benar-benar melecehkan akal manusia. Akan tetapi, gagasan tersebut diterima Darwinis tanpa sedikit pun keraguan--paradigma ini justru diutamakan!"

Usaha Lain Evolusionis yang Sia-Sia: "Dunia RNA"
Penemuan pada tahun 1970-an bahwa gas-gas di dalam atmosfer primitif tidak memungkinkan sintesis asam amino adalah pukulan berat bagi teori evolusi molekuler. Kemudian, diakui bahwa "eksperimen atmosfer primitif" oleh evolusionis seperti Miller, Fox, dan Ponnamperuma tidak absah. Untuk itu, pada tahun 1980-an evolusionis mencoba meneruskan usahanya. Hasilnya adalah sebuah skenario yang dinamai "Dunia RNA" yang menyatakan bahwa molekul pertama terbentuk bukan protein, melainkan RNA yang mengandung informasi tentang protein.
Skenario ini diusulkan tahun 1986 oleh Walter Gilbert, seorang ahlil kimia dari Harvard. Menurutnya, miliaran tahun lalu sebuah molekul RNA yang dapat melakukan replikasi terbentuk secara kebetulan. Diaktifkan oleh pengaruh lingkungan, RNA ini dapat memproduksi protein. Selanjutnya, diperlukan molekul kedua untuk menyimpan informasi tersebut, maka dengan suatu cara terbentuklah molekul DNA.
Skenario yang sukar dibayangkan ini, yang tersusun dari rangkaian kemustahilan pada setiap tahapnya, tidak memberikan jawaban, justru memperbesar masalah dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang asal-usul kehidupan yang terlalu rumit untuk dijawab:

  1. Jika pembentukan secara kebetulan satu nukleotida yang membangun RNA mustahil diterangkan, bagaimana mungkin nukleotida rekaan ini membentuk RNA dengan saling bergabung dalam urutan yang benar? John Horgan, ahli biologi evolusionis, mengakui kemustahilan ini sebagai berikut:
    "Semakin kosep dunia RNA dikaji oleh para peneliti, semakin banyak masalah yang muncul. Bagaiman RNA muncul pertama kali? Dalam kondisi terbaik sekalipun, RNA dan komponennya sangat sulit disintesis di laboratorium, apalagi dalam kondisi seadanya."
  2. Bahkan, jika kita menganggap RNA terbentuk secara kebetulan, bagaimana mungkin RNA yang hanya terdiri dari rantai nukleotida ini "memutuskan" untuk mereplikasi diri, dan mekanisme apa yang digunakannya untuk proses itu? Dari mana RNA mendapatkan nukleotida untuk replikasinya? Bahkan, ahli mikrobiologi evolusionis, Gerald Joyce dan Leslie Orgel, mengungkapkan keputusasaan mereka dalam bukunya yang berjudul In the RNA World:
    "Diskusi ini?, dalam suatu artian, telah berfokus pada sebentuk mitos tentang molekul RNA yang bereplikasi dri dan muncul dari sup polinukleotida acak secara mendadak. Hal ini bukan saja tidak realistis dalam pengertian kita saat ini tentang kimia prebiotik, bahkan seharusnya menyaring kepercayaan yang terlalu mudah dari pandangan optimis tentang potensi katalitis RNA.
  3. Bahkan, jika menganggap bahwa di bumi purba, RNA dapat mereplikasi diri, seluruh asam amino siap pakai dan semua yang mustahil ini terjadi, situasi ini tidak berakhir dengan pembentukan satu molekul protein pun. Hal ini karena RNA hanya mengandung informasi mengenai struktur protein, sedangkan asam amino hanya bahan mentah. Di samping itu, tida ada mekanisme untuk memproduksi protein. Anggapan bahwa kehadiran RNA sudah cukup untuk produksi protein adalah sama mustahilnya dengan mengharapkan sebuah mobil dapat terakit sendiri hanya dengan melemparkan secarik kertas yang berisi rancangan ke atas tumpukan onderdil mobil. Dalam kasusu ini, juga tidak ada produksi karena tidak ada pabrik atau pekerja yang terlibat dalam proses.

Protein diproduksi oleh ribosom dengan bantuan berbagai enzim, dan merupakan hasil proses-proses yang sangat kompleks di dalam sel. Ribosom sendiri adalah organel sel yang kompleks dan terbuat dari protein. Jadi, situasi ini juga menimbulkan asumsi tidak masuk akal bahwa ribosom pun muncul secara kebetulan pada saat yang sama. Bahkan, pemenang hadiah nobel, Jacques Monod, seorang pembela teori evolusi yang fanatik, menjelaskan bahwa sistesis protein tidak bisa dianggap proses remeh yang hanya bergantung pada informasi dalam asam nukleat.
Kode DNA tidak berarti jika tidak diterjemahkan. Perangkat penerjemah modern sel-sel ini terdiri dari paling sedikit 50 komponen makromolekuler yang juga dikode dalam DNA. Kode-kode ini tidak dapat diterjemahkan kecuali oleh hasil penerjemahannya sendiri. Ini sesuai dengan ungkapan omne vivum ex ovo (ayam atau telur yang lebih dahulu). Kapan dan bagaimana lingkaran ini berujung? Suatu hal yang sangat sulit dibayangkan.
Bagaimana sebuah rantai RNA di bumi purba dapat mengambil keputusan seperti ini? Dan, bagaimana ia merealisasikan produksi protein dengan melakukan sendiri pekerjaan 50 partikel terspesialisasi? Evolusionis tidak bisa menjawab pertanyaan ini.
Dr. Leslie Orgel, seorang rekanan Stanley Miller dan Francis Crick dari Universitas San Diego California, menggunakan istilah "skenario" untuk kemungkinan "asal-usul kehidupan melalui dunia RNA". Orgel menggambarkan sifat-sifat yang harus dimiliki RNA berikut kemustahilannya dalam artikel The Origin of Life yang dimuat dalam American Scientist pada bulan Oktober 1994:
"Jika kita amati, skenario ini mungkin saja terjadi jika RNA prebiotik memiliki dua sifat yang tidak dimilikinya sekarang: kemampuan untuk bereplikasi tanpa bantuan protein dan kemampuan setiap tahap sistesis protein."
Jelaslah, mengasumsikan bahwa kedua kemampuan yang sangat kompleks dan penting di atas dimiliki molekul seperti RNA hanya daya imajinasi dan pandngan seorang evolusionis. Di lain pihak, fakta-fakta ilmiah konkret menunjukkan secara eksplisit bahwa tesis "Dunis RNA", yang diajukan sebagai model baru pembentukan kehidupan, juga merupakan dongeng yang tidak masuk akal.
Kehidupan, Konsep yang Lebih dari Sekadar Tumpukan Molekul
Marilah sejenak kita lupakan seluruh kemustahilan dan menganggap bahwa molekul protein terbentuk dalam lingkungan yang paling tidak tepat, tidak beraturan, seperti kondisi bumi purba. Pembentukan satu protein saja tidak akan cukup. Protein ini harus sabar menunggu selama ribuan bahkan jutaan tahun dalam lingkungan yang tidak beraturan tanpa mengalami kerusakan, sampai protein lain terbentuk secara kebetulan di dekatnya dalam kondisi yang sama. Protein tersebut harus menunggu hingga jutaan protein yang tepat terbentuk di sekitarnya dalam kondisi lingkungan yang sama, seluruhnya "secara kebetulan". Protein-protein yang terbentuk lebih dulu harus cukup sabar menunggu tanpa dirusak sinar ultraviolet dan efek-efek mekanis yang keras sampai protein lain muncul di dekat mereka. Kemudian protein-protein ini dalam jumlah memadai, yang semuanya muncul pada tempat yang sama, akan bergabung menghasilkan kombinasi fungsional dan membentuk organel-organel sel. Tidak ada senyawa berlebih, molekul berbahaya atau rantai protein tak berguna yang menganggu mereka. Kemudian, bahkan bila organel-organel tersebut bergabung secara harmonis dan sesuai dengan rancangan dan urutannya, mereka harus dilengkapi enzim-enzim penting dan menutup diri dengan semua membran. Ruangan dalam membran harus diisi dengan cairan istimewa untuk menyediakan lingkungan ideal bagi organel-organel tersebut. Sekarang, sekalipun semua kejadian"yang sangat tidak mungkin" ini secara kebetulan benar-benar terjadi, apakah tumpukan molekul ini akan hidup?
Jawabannya adalah "tidak"! Karena, penelitian telah mengungkapkan bahwa kombinasi seluruh bahan penting bagi kehidupan saja tidak cukup untuk memulai suatu kehidupan. Bahkan, bila seluruh protein penting bagi kehidupan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, usaha ini tidak akan menghasilkan satu pun sel hidup. Seluruh eksperimen mengenai hal ini telah terbukti tidak berhasil. Seluruh observasi dan eksperimen menunjukkan bahwa kehidupan hanya muncul dari kehidupan. Pernyataan bahwa kehidupan berevolusi dari benda mati atau "abiogenesis" adalah kisah yang hanya ada dalam mimpi evolusionis, dan sama sekali berbeda dengan setiap hasil eksperimen dan observasi.
Dalam hal ini, kehidupan pertama di bumi ini harus berasal dari kehidupan lain. Ini merupakan refleksi asama Allah yaitu Al-Hayyun (Pemilik Kehidupan). Kehidupan dapat dimulai, berlanjut, dan berakhir hanya dengan kehendak-Nya. Adapun evolusi, selain tidak mampu menjelaskan bagaimana kehidupan dimulai, juga tidak mampu menjelaskan bagaimana bahan-bahan penting bagi kehidupan dapat terbentuk dan bersatu.
Chandra Wickramasinghe menggambarkan realitas yang dihadapinya sebagai ilmuwan yang seumur hidup mempelajari bahwa kehidupan muncul dari peristiwa-peristiwa kebetulan:
"Sejak masa pendidikan untuk menjadi seorang ilmuwan, otak saya benar-benar dicuci agar percaya bahwa ilmu pengetahuan tidak sesuai dengan penciptaan yang 'disengaja'. Pemikiran tentang penciptaan ini harus disingkirkan dengan cara yang menyakitkan. Pada saat ini, saya tidak dapat menemukan argumentasi rasional untuk mengalahkan ajakan mempercayai Tuhan. Kami biasanya memiliki pikiran terbuka; dan sekarang, kami sadar bahwa satu-satunya jawaban logis atas kehidupan ini adalah penciptaan--bukan proses acak dan kebetulan."
Sumber: The Evolution Deceit, Harun Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar