ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Sabtu, 10 Oktober 2015

Hukum Orang Meninggalkan Shalat Dan Konsekwensinya ( Kuthbah )



Asalamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh
kutbah pertama

1. Hukum orang yang meninggalkan shalat.

Shalat adalah tiang agama Islam,[2] ibadah badaniyyah paling pokok,[3] syari’at semua para Rasul,[4] hal yang paling pertama dihisab dihari kiamat,[5] dan wasiat terakhir Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya tatkala hendak meninggal dunia.[6] Orang yang mengingkari kewajiban shalat yang lima waktu dan dia itu hidup dikalangan kaum muslim, maka dia itu di anggap keluar dari Islam meskipun dia itu melaksanakannya, ini berdasarkan ijma kaum ulama kaum muslimin.
[7] Meninggaalkan shalat fardlu dosanya lebih besar dari dari dosa membunuh jiwa, mengambil harta orang, zina, mencuri, minum khamr[8]. Dan orang yang meninggalkan shalat karena malas sedangkan dia itu meyakini kewajibannya, maka dia juga dianggap kafir murtad[9]dari agama Islam sesuai pendapat yang paling benar, berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
 Firman Allah ta’ala :
فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَاِنكُمْ فِي الدِّيْنِ

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaranu seagama.[10]

Allah ta’ala mensyaratkan untuk adanya ukhuwwah (persaudaraan Islam) antara kaum musyrikin dan kaum mu’minin dengan tiga syarat: Taubat dari syirik, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Bila salah satu dari yang tiga itu tidak mereka penuhi, maka mereka itu bukan saudara kita seagama, padahal ukhuwwah itu tidak tiada dengan sekedar maksiat, karena Allah ta’ala masih menetapkan ukhuwwah antara orang muslim yang membunuh dengan saudara seimannya yang dibunuhnya dalam firman-Nya ta’ala:
Kedua : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَتْرُكُوا الصَّلاَةَ عَمْدًا فَمَنْ تَرَكَهَا عَمْدًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ خَرَجَ مِنَ الْمِلَّةِ

“Janganlah kalian menyekutukan sesuatu dengan Allah, dan janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengaja, karena barang siapa meninggalkannya dengan sengaja, maka dia telah keluar dari agama Islam.[19]

Adapun menurut akal: Sesungguhnya tidak mungkin orang yang memiliki keimanan meskipun sebesar biji sawi terus dia selalu meninggalkan shalat[26], maka ketika dia tidak shalat berarti dia tidak memiliki iman sedikitpun.

2. Konsekuensi bagi orang yang meninggalkan shalat.

Setelah kita mengetahui bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, maka kita harus mengetahui konsekuensi bagi orang yang meninggalkan shalat itu supaya kita tidak terjerumus dalam hal-hal itu:
Pertama:    Dia tidak halal menikah dengan wanita muslimah, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيْمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوْهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَهٌمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.[27]                
Dan firman-Nya ta’ala:
وَلاَ تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى يُؤْمِنُوْا

“Dan jangalah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman.[28]

Dan barangsiapa memaksakan kehendak kemudian menikahkan puterinya yang muslimah kepada laki-laki yang tidak shalat, maka pernikahannya batal/tidak sah dan wanita ini tidak halal bagi laki-laki itu, dan pernikahan itu harus dibatalakan. Dan bila Allah ta’ala memberinya hidayah sehingga dia mau shalat maka harus melakukan akad baru nikah lagi.
Tanbih penting:

Kedua:
Gugurnya hak perwalian. Bila yang meninggalkan shalat itu adalah bapak atau saudara atau orang yang memiliki hak perwalian bila dia itu muslim, maka hak perwaliannya itu gugur karena dia meninggalkan shalat. Tidak boleh seorang bapak yang tidak shalat menjadi wali bagi pernikahan puterinya yang muslimah, saudara laki-laki yang tidak shalat tidak boleh menikahkan saudarinya yang muslimah, karena tidak ada perwalian orang kafir atas orang muslim,[40] berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir atas orang-orang mu’min.

Bila ada muslimah yang semua wali-walinya tidak shalat maka walinya adalah pihak yang berwenang.


Ketiga:
Gugurnya  hak pengurusan (hadlanah) atas anak-anaknya, karena tidak hak hadlanah bagi orang kafir atas orang muslim, berdasarkan firman-Nya ta’ala:     dalil  sama no 2

Keempat:
Sembelihannya tidak halal. Bila orang yang tidak shalat menyembelih hewan, maka sembelihannya tidak halal dimakan, karena di antara syarat halalnya hewan sembelihan yaitu si penyembelihnya harus orang orang muslim atau ahlu kitab (Yahudi dan Nashrani), sedangkan orang yang murtad itu bukan termasuk mereka, maka sembeliahnnya haram, jadi sembelihan orang yang tidak shalat itu lebih busuk dari sembelihan orang Nashrani dan Yahudi.[43] Bahkan bila seseorang murtad dari Islam masuk agama nashrani tetap sembelihannya tidak halal, karena status dia masuk agama Nashrani tidak diakui oleh Islam.

Kelima:
Dia tidak diperbolehkan masuk ke kota Mekkah dan tanah haramnya,[44] berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Mesjidil Haram sesudah tahun ini”.

Keenam:
Bila salah satu anggota keluarganya, atau kerabatnya meninggal dunia, maka dia tidak berhak mendapat warisan.[46] Dan dia dianggap tidak ada, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ  يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim. (Al Bukhari dan Muslim).

Ketujuh:
Bila dia mati, tidak boleh dimandikan, tidak pula dikafani, tidak pula dishalatkan, dan tidak pula dikuburkan dipekuburan kaum muslimin  firman Allah ta’ala:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَنْ يَسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْا أُولِيْ قُرْبَى مِنْ بَعْدَ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيْمِ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang yang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.

Allah melarang Nabi dan orang-orang mu’min untuk memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa meninggalkan shalat adalah macam dari sekian kemusyrikan[49]

Kedelapan:
Seluruh amalan orang yang meninggalkan shalat tidak ada artinya dan tidak sah,[50] berdasarkan Firman Allah ta’ala:
وَلَوْ أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوْا  يَعْمَلُوْنَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka aamalan yang telah mereka kerjakan”.

Kesembilan:
Pada hari kiamat dia digiring bersama Firaun, Haman, Qarun, dan Ubaiy Ibnu Khalaf yang merupakan tokoh-tokoh 
 kekufuran, dan dia tidak akan masuk surga selama-lamanya.[52] Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَلاَ بُرْهَانًا وَلاَ نَجَاةً  وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

“Barangsiapa menjaganya (shalat), maka dia itu baginya menjadi cahaya, bukti, dan keselamatan di hari kiamat, dan barang siapa tidak menjaganya, maka dia itu tidak menjadi cahaya bagianya, tidak menjadi bukti, dan tidak menjadi keselamatan. Dan di hari kiamat dia itu (digiring) bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubaiy Ibnu Khalaf.

kutbah kedua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar