ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Rabu, 08 Agustus 2012

Keutamaan dan Keistimewaan Puasa

Segala puji hanya milik Allah Yang Maha Esa. Shalawat dan salam tetap atas seorang yang tidak ada nabi setelahnya, Muhammad saw, .... Amma ba'du.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda, yang artinya, "Segala amal kebaikan manusia adalah untuknya; satu kebaikan akan dibalas sepuluh hingga 700 kali-lipat. Allah SWT berfirman, 'Kecuali puasa, karena ia adalah milikKu dan Aku pula yang akan membalasnya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya, makanan dan minumannya karena Aku'. Ada dua kebahagiaan yang diperuntukkan bagi orang yang berpuasa; kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum bagi Allah daripada aroma minyak misik." (HR Bukhari dan Muslim).
Allah SWT telah mengistimewakan puasa di antara amal kebaikan lainnya dengan menyandarkannya langsung kepada Zat-Nya, dalam hadis qudsi Allah berfirman, "?kecuali puasa, karena ia adalah milikKu ?."
Mengenai makna hadis ini banyak dijumpai pendapat para fuqaha dan ulama lainnya, mereka menerangkan beberapa alasan pengistimewaan puasa ini, di antara alasan yang terbaik adalah:
Pertama, puasa adalah ibadah dalam bentuk meninggalkan keinginan dan hasrat jiwa yang dasar yang terbentuk secara fitrahnya cendrung mengikuti semua keinginannya dan dilakukan semata-mata karena Allah SWT. Hal ini tidak terdapat pada ibadah-ibadah selain puasa. Ibadah ihram (haji atau umrah) misalnya, mengandung larangan melakukan hubungan suami-istri dan hal-hal yang merangsangnya seperti mengenakan parfum, sementara itu di dalamnya tidak terkandung larangan memenuhi hasrat jiwa yang lain seperti makan dan minum. Sama halnya dengan ihram, i'tikaf pun demikian, sekalipun ia merupakan ibadah yang ikut dalam cakupan puasa (i'tikaf di malam bulan Ramadhan, penerj.).
Sedangkan salat, sekalipun orang yang sedang salat diharuskan meninggalkan semua hasrat jiwanya, namun itu hanya dilakukan pada masa yang tidak lama, sehingga orang yang salat tidak merasa kehilangan makanan dan minuman, bahkan sebaliknya, ia dilarang salat ketika hatinya menginginkan makanan yang ada di hadapannya sampai ia memakannya ala kadarnya yang membuat hatinya tenang, karenanya, ia diperintahkan untuk makan malam terlebih dahulu sebelum salat.
Ini semua berbeda dengan puasa yang dilakukan sepanjang siang hari penuh. Oleh karena itu, orang yang berpuasa akan merasakan kehilangan hasrat jiwanya ini saat hatinya sangat menginginkannya, terutama pada siang hari musim kemarau yang sangat panas dan lama, oleh karena itu, ada sebuah riwayat menerangkan bahwa termasuk bagian dari iman puasa di musim kemarau.
Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Darda' ra, pernah berpuasa Ramadhan dalam sebuah perjalanan dalam cuaca yang sangat panas ketika para sahabat tidak ikut berpuasa (karena musafir mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, penerj.). Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah berada pada dataran tinggi ketika sedang berpuasa, ketika itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya karena dahaga atau panas yang dirasakannya.
Ketika hati seseorang sangat merindukan sesuatu yang diinginkannya dan ia mampu untuk mendapatkannya, namun ia meninggalkannya karena Allah SWT, padahal ketika itu ia berada di suatu tempat yang tidak ada orang pun yang mengawasinya kecuali Allah, maka hal ini merupakan tanda kebenaran imannya.
Orang yang berpuasa yakin bahwa ia mempunyai Tuhan yang selalu mengawasinya ketika ia berada di tempat yang sepi, dan mengharamkan kepadanya memenuhi hasrat jiwanya yang memang telah dikodratkan bahwa ia akan selalu menginginkannya. Lalu ia pun menaati Tuhannya, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya karena takut akan siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.
Oleh karena itulah, Allah berterima kasih kepadanya atas yang demikian itu dan Ia mengkhususkan amal perbuatan ini (puasa) di antara amal-amal lainnya untuk Zat-Nya, karenanya setelah itu Allah SWT berfirman, "Sungguh ia telah meninggalkan hasrat, makanan, dan minumannya semata-mata hanya karena Aku."
Tatkala seorang mukmin yang berpuasa mengetahui bahwa ridha Tuhannya terdapat pada upayanya meninggalkan hasrat jiwanya, maka ia akan lebih mendahului ridha Tuhannya atas hawa nafsunya. Maka jadilah kelezatan yang dirasakannya terdapat ketika ia meninggalkan hasratnya karena Allah, karena ia yakin bahwa Allah selalu mengawasinya dan pahala serta siksa-Nya lebih besar dibandingkan kelezatan yang diperolehnya ketika memenuhi hasratnya di tempat sepi. Hal ini karena ia lebih mementingkan ridha Tuhannya dari pada hawa nafsunya. Bahkan, kebencian seorang mukmin terhadap hal itu saat berada di tempat sepi akan lebih besar dibandingkan kebenciannya terhadap rasa sakit akibat pukulan.
Salah satu tanda keimanan adalah kebencian seorang mukmin terhadap keinginan hasrat jiwanya ketika ia tahu bahwa Allah tidak menyukainya, maka jadilah kelezatannya terdapat pada hal-hal yang diridhai oleh Tuhannya sekalipun bertentangan dengan keinginan nafsunya dan kepedihan yang dirasakannya terdapat pada hal-hal yang tidak disukai Tuhannya sekalipun bersesuaian dengan keinginan nafsunya.
Dikatakan dalam sebuah syair:
"Siksanya karenamu terasa sejuk dan jauhnya karenamu terasa dekat.
Engkau bagiku bagaikan nyawaku, bahkan engkau lebih aku cintai dibanding nyawaku.
Cukuplah bagiku rasa cinta bahwa aku mencintai apa yang engkau cinta."
Kedua, puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya yang hanya diketahui oleh-Nya, karena puasa terdiri dari niat yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah saja dan meninggalkan hasrat jiwa yang biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu, dikatakan bahwa puasa ini tidak dicatat oleh malaikat hafadhah (pencatat amal).
Pendapat lain mengatakan bahwa pada puasa tidak terdapat riya'. Pendapat ini bisa dikembalikan kepada yang pertama, karena orang yang meninggalkan keinginan nafsunya karena Allah SWT di mana tidak ada yang mengawasinya ketika itu kecuali hanya Zat (Allah) yang memberinya perintah dan larangan, maka hal ini menunjukkan kebenaran imannya.
Allah SWT menyukai jika hamba-hamba-Nya berhubungan dengan-Nya secara rahasia dan orang-orang yang mencintai-Nya juga menyukai jika mereka dapat berhubungan dengan-Nya secara rahasia, sampai-sampai beberapa dari mereka sangat menginginkan seandainya para malaikat hafadhah (pencatat amal) tidak mengetahui ibadah yang dilakukannya. Ketika beberapa rahasianya terbongkar sebagian dari mereka berkata, "Hidup ini akan terasa nyaman ketika hubungan antara aku dan Dia tidak diketahui oleh siapa pun." Lalu ia memohon agar ia dimatikan, dan tak lama kemudian ia meninggal dunia. Orang-orang yang mencintai akan merasa cemburu seandainya orang-orang yang cemburu kepadanya mengetahui rahasia-rahasia antara mereka dan Zat yang mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.
"Janganlah kamu sebarkan rahasia yang terjaga, karena aku akan merasa cemburu jika yang aku cintai disebutkan di hadapan orang-orang yang ada bersamaku."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar