ASALAMU 'ALAIKUM WAROHMATULLOHI WABAROKATUH BLOG By MUH FAJAR HUDI APRIANTO @ MARI KITA GUNAKAN WAKTU KITA YANG TERSISA DENGAN SEBAIK MUNGKIN KARENA WAKTU KITA HANYA SEDIKIT AGAR KITA TIDAK TERMASUK ORANG ORANG YANG MERUGI mafa GUNAKAN WAKTU MUDAMU SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU WAKTU SEHATMU SEBELUM DATANG WAKTU SAKITMU KAYAMU SEBELUM TIBA MISKIN WAKTU LAPANGMU SEBELUM TIBA WAKTU SEMPITMU DAN GUNAKAN WAKTU HIDUPMU SEBELUM TIBA MATIMU pesan nabi

Senin, 30 Januari 2012

Sifat Malu

A. Pengertian Sifat Malu

Menurut bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita yang terjadi pada jiwa manusia karena takut dicela. Sedangkan menurut istilah adalah aklak yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk menjalankan hak Allah. 
Al Hayaa-u ‘malu’ ialah menahan jiwa dari perbuatan yang jelek, dan mual ( jijik ) apabila melakukan perbuatan yang akan dicela. Rasa malu merupakan ciri yang paling tepat dan jelas untuk hidup dan naluri yang ( dhamir ) baik, serta perasaan yang halus. Barang siapa yang menjadikan al-haya sebagai akhlaknya yang paling pokok, maka orang itu akan terjaga dari perbuatan yang buruk dan hal-hal yang hina. Jika jiwanya merasa jijik untuk melakukan yag buruk, maka dia akan menjauhi dan berpaling darinya. Dengan demikian, sifat malu merupakan sifat yang paling utama dan paling agung, dan seseorang yang diberi sifat atau pribadi pemalu, maka sesungguhnya dia telah mempunyai segala kebaikan.

B. Malu itu Bagian dari Iman


Abu Mas’ud, Uqbah ibn Amr Anshari al Badri r.a. megatakan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”Perkataan (sabda Nabi paling pertama yang dikenal atau diketahui manusia adalah,”Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah semaumu.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ahmad ).

Pemahaman Hadits :
1. Dari warisan para nabi : Malu adalah akhlak asasi yang mulia, pendorong yang kuat untuk mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Oleh karena itu, warisan para nabi yang terdahulu yang belum dihapus hukumnya dari syariat mereka, diberlakukan diantara sesama manusia, diwariskan para rasul dari generasi kegenerasi, termasyhur dan dipegang teguh oleh manusia sampai datangnya generasi awal dari umat Islam adalah sifat malu.
2. Makna hadits, terdapat penjelasan dari tiga ulama besar mengenai hadits ini :
a. Perintah yang bermakna ancaman, seakan Nabi SAW bersabda, “Jika kamu tidak punya malu, maka lakukanlah apa yang kamu suka, karena Allah akan membalasmu dengan balasan yang sangat keras.” Ungkapan semacam ini juga terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu ketika Al-Qur’an berkata kepada orang kafir “Kerjakanlah apa yang kamu sukai”.
b. Perintah yang bermakna berita, sebagaimana sabdanya, “Maka bersiaplah tempat duduknya di neraka.” Dengan demikian, makna hadits ini ialah sesungguhnya orang yang tidak mempunyai rasa malu akan mengerjakan apa yang dia kehendaki, karena yang menghalangi dari perbuatan-perbuatan buruk adalah rasa malu. Maka, barangsiapa yang tidak punya malu, ia akan terjerumus ke dalam perbuatan keji dan munkar.
c. Perintah yang bermakna pembolehan, sehingga artinya adalah jika kamu tidak merasa malu untuk melakukan sesuatu karena merasa aman dari Allah dan dari manusia, maka lakukanlah, karena hal itu adalah perbuatan yang mubah. sebab, pekerjaan jika tidak dilarang oleh syariat adalah mubah ( boleh ).
3. Malu itu ada dua macam :
a. Malu kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan pujian Allah SWT. itu di atas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah SWT. Orang-orang yang terpuji adalah orang yang dipuji oleh Allah. Maka haruslah lebih malu kepada Allah daripada yang lain. Malu kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan karena jika seorang hamba takut dicela Allah, tentunya dia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan.
Oleh karena itu malu merupakan sebagian dari iman.
b. Malu kepada manusia. Termasuk jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepada sebagian yang lain. Sebagaimana malunya seorang anak kepada orang tuanya, istri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah. Dan ini salah satu bentuk malu yang dirasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan, kerendahan, dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada yang lain.
4. Apa yang tercela dari sifat malu. Ketika perasaan malu dapat menghalangi manusia dari perbuatan jelek dan hina, maka dia adalah akhlak yang terpuji karena ia akan menyempurnakan iman, dan tidak akan mendatangkan kecuali kebaikan. Namun ketika malu melewati batasnya hingga menjadikan pemiliknya gelisah, grogi dan tidak berani untuk berbuat yang seharusnya tidak malu daripadanya, maka malu tersebut adalah tercela karena ia malu bukan pada tempatnya, seperti perasaan minder yang menghalangi untuk mendapatkan ilmu dan meraih rizki. 
5. Malu wanita muslimah. Wanita muslimah menghiasi dirinya dengan sifat malu. Di dalamnya kaum muslimin bekerja sama untuk memakmurkan bumi dan mendidik generasi dengan kesucian fitrah kewanitaan yang selamat.
6. Buah dari rasa malu. Buah dari rasa malu adalah ’iffah (menjaga kehormatan), barang siapa yang memiliki rasa malu sehingga mewarnai seluruh amalnya maka secara otomatis dia akan berlaku ’iffah.
7. Kebalikan dari malu adalah waqahah (tidak punya malu). Ia merupakan sifat tercela karena akan menyeret pemiliknya tenggelam dalam kejahatan dan tidak akan mempedulikan cacian dan hinaan, hingga dia berani secara terang-terangan melakukan kejahatan.
8. Kewajiban orang tua dan pendidik dalam masyarakat Islam adalah mengajarkan dengan sungguh-sungguh sifat malu dan menempuh jalan pengajaran yang sudah diajarkan, mencakup pengawasan prilaku dan perbuatan anak-anak, menjauhkan hal-hal yang bertolak belakang dengan keutamaan malu, memilihkan teman yang shalih dan menjauhkan teman yang jahat, memberikan arahan untuk memilih buku-buku yang bermanfaat, menjauhkan dari hal-hal yang merusak, seperti film, humor dan kata-kata kotor.
9. Hadits ini menunjukkan pada kita bahwa malu itu semuanya baik. Barang siapa yang banyak malunya banyak kebaikannya dan barang siapa yang sedikit rasa malunya, maka sedikit pula kebaikannya.
10. Tidak boleh malu dalam mengajarkan hukum-hukum agama dan tidak boleh malu dalam mencari kebenaran.
Sungguh beruntung orang-orang yang memiliki rasa malu. Islam telah memberikan tempat yang mulia bagi perasaan malu.
Lalu apakah rasa malu yang kita miliki bisa menghambat kita dari pengembangan diri, dari tampil di muka umum, dari memberikan koreksi terhadap orang lain, atau dari kebaikan-kebaikan yang harus dilakukan dengan kepercayaan diri ( PD ), dan terkadang kita masih belum terlalu PD atau masih suka sering salah, seperti misalnya berbicara di forum formal, atau aktivitas yang terlihat orang ?
Sesungguhnya bukan itu rasa malu yang dibahas disini. Rasa malu yang dibahas adalah perasaan malu untuk berbuat kemaksiatan, perasaan malu terhadap Allah, dan perasaan malu kalau tidak berbuat kebaikan. Nah, itulah rasa malu sebenarnya.
Kalau dalam konteks rasa malu untuk tampil di depan umum, belum percaya diri, grogi, takut salah, dll, maka mungkin itu lebih tepat digolongkan ke dalam rasa minder. Karena sesungguhnya rasa malu itu punya tempat, dan rasa malu yang baik itu pastikan membawa kebaikan bagi pemiliknya.
Karena arti malu adalah menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela atau menahan diri dari mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya karena khawatir mendapat cacian, maka seruan untuk meninggalkan semua kemaksiatan dan kejahatan. Disamping itu malu adalah salah satu sifat kebaikan yang disukai oleh manusia. Mereka melihat bahwa ketiadaan sifat malu adalah kekurangan dan aib, sebagaimana malu juga adalah tanda dari kesempurnaan iman. 
“Malu itu cabang dari iman”. Dan “Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan”. Bahkan secara global, bahwa hukum-hukum dan arahan-arahan dalam islam adalah bertujuan untuk membangun kebaikan dan kebenaran, dakwah yang hangat dan ikhlas untuk meninggalkan akhlak yang tercela. 
Siapa yang mempunyai sifat malu secara sempurna, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat yang sempurna dari Allah dan agamanya pun telah lengkap. Rasa malu itu bahkan merupakan ciri yang paling spesifik ( khusus ) dari akhlak Islam. Hal ini seperti diisyaratkan Rasulullah saw. melalui sabdanya :

“Sesungguhnya setiap agama mempunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu”. ( HR. Imam Malik rahimahullah ta’ala).

Ketika Rasulullah saw. ditanya :

Apakah rasa malu berasal dari agama? Maka jawaban Beliau saw., justru agama secara keseluruhan adalah ( pancaran) rasa malu. ( HR. Imam Thabrani dan yang lainnya)
Rasa malu merupakan akhlak yang paling asli dan pokok dari akhlak Rasulullah saw. hal itu antara lain diisyaratkan oleh salah seorang sahabat bernama Abu Said al Khudri r.a. :


“Sesungguhnya Rasul saw. lebih pemalu daripada malunya seseorang gadis yang dipingit di tempat pingitannya, lalu terlihat laki-laki. Apabila Rasulullah saw. tidak menyukai sesuatu, kami melihatnya dari wajahnya.” ( HR. Abu Daud ).
Sesungguhnya malu itu merupakan pagar yang paling pokok untuk menjaga umat supaya sendi-sendinya tidak terserabut dan bangunannya tidak hancur. Sebagai contoh, jika ada seorang pedagang yang tamak atau rakus lantas berani menipu, lalu dia sadar dan merasa bahwa perbuatannya itu bertolak belakang dengan keimanan dan agamanya, dia pun merasa malu untuk melanjutkan kebiasaannya, sehingga akhirnya dia hanya ingin menjadi pedagang yang jujur, luwes dan dapat dipercaya, maka selamatlah dia. Contoh lain, seorang gadis yang merasa sangat malu, bahkan jijik meniru wanita-wanita yang berani memakai pakaian-pakaian yang sangat tipis ( tembus pandang ), berjalan berlenggak-lenggok dengan berbagai macam perhiasan, berani berdansa dengan laki-laki jahat. Dia akan menahan diri untuk tidak berlaku seperti itu, maka dia termasuk wanita yang salehah dan mempunyai rasa malu.
Jika sifat malu itu sebagian pokok dari keimanan, maka orang yang memiliki sifat malu sudah pasti termasuk ahli surga, sedangkan orang yang tidak mempunyai sifat malu, termasuk ahli neraka. Hal ini seperti disebutkan Nabi Muhammad Saw. :

Artinya : “Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu dapat memasukkan seseorang ke dalam surga, sedang sifat yang keji ( tidak malu ) adalah sifat yang kasar, dan sifat kasar itu menyebabkan masuk neraka.” ( HR. Imam Ahmad, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih ).
Jadi intinya, milikilah rasa malu, karena rasa malu itu memiliki keutamaan yang tinggi dalam Islam, sehingga akhirnya rasa malu itu bisa menghalangi kita dari berbuat dosa maupun kemaksiatan. Namun, tempatkan rasa malu itu pada koridornya yang benar, untuk beberapa hal, menjadi seorang yang pemalu itu tidak tepat, contohnya ketika ingin menuntut ilmu, ataupun ketika kita akan berbuat kebaikan, karena sesungguhnya rasa malu itu membawa kebaikan.

KESIMPULAN

Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sifat malu merupakan sifat yang paling utama dan paling agung, dan seseorang yang diberi sifat atau pribadi pemalu, maka sesungguhnya dia telah mempunyai segala kebaikan.
Macam-macam malu ada 2 :
1. Malu kepada Allah SWT.
2. Malu kepada manusia
Dan intinya, milikilah rasa malu, karena rasa malu itu memiliki keutamaan yang tinggi dalam Islam, sehingga akhirnya rasa malu itu bisa menghalangi kita dari berbuat dosa maupun kemaksiatan. Namun, tempatkan rasa malu itu pada koridornya yang benar, untuk beberapa hal, menjadi seorang yang pemalu itu tidak tepat, contohnya ketika ingin menuntut ilmu, ataupun ketika kita akan berbuat kebaikan, karena sesungguhnya rasa malu itu membawa kebaikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar