Dia adalah seorang pahlawan yang berani mati dari bala tentara
Allah yang baru selesai memenangkan Perang Qadisiyah. Kini mereka sedang
mengirapkan debu-debu pertempuran Qadisiyah dari tubuh mereka. Mereka sedang
bergembira dan bersyukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT. Mereka
bertekad bulat hendak syahid di medan tempur menyusul kawan-kawannya yang telah
gugur, semata-mata karena mengharapkan balasan pahala dari Allah SWT. Mereka
mengharapkan kematian itu di medan tempur berikutnya, yang sama sengit dan
dahsyatnya dengan pertempuran Qadisiyah.
Kini mereka sedang menunggu perintah Khalifah Umar bin
Khaththab untuk meneruskna jihad fi sabilillah, mencabut singgasana Raja
Kisra (Persia) dari tampuknya. Tidak berapa lama tibahlah utusan khusus Khalifah
Umar dari Madinah. Utusan tersebut membawa surah perintah dari Khalifah untuk
Panglima Abu Musa al-Asy'ari yang sedang menunggu di Kufah dengan seluruh
angkatan perangnya.
Khalifah memerintahkan Pangliman Abu Musa supaya bergabung
dengan tentara muslimin dari Bashrah. Kemudian, dengan tentara gabungan itu
supaya menyerang angkatan perang Persia di Ahwaz, sebuah distrik di Teluk Persi,
sebelah selatan Iran sekarang, yang dipimpin Panglima Hurmuzan. Selanjutnya
membebaskan kota Tustar, sebuah kota yang menjadi permata bagi mahkota kerajaan
dan mutiara Persia.
Dalam surah perintah itu, Khalifah memberikan pula beberapa
petunjuk praktis, antara lain supaya mengikutsertakan Majzaah bin Tsaur
as-Saduusi, penunggang kuda yang cekatan, pemimpin dan penguasa Bani Bakar yang
dipatuhi.
Setelah memahami setiap perintah Khalifah dengan cermat,
Panglima Abu Musa al-Asy'ari langsung menyiapkan seluruh pasukannya dan
menempatkan Majzaah bin Tsaur as-Saduusi di sayap kiri pasukan tempur, kemudian
bergabung dengan tentara muslimin yang datang dari Bashrah. Lalu, mereka maju
serentak menuju Ahwaz, berperang fi sabilillah.
Setiap melalui kota, mereka membebaskan penduduk dari
penindasan pemerintahan otokratis yang zalim, lalu mereka ganti dengan
pemerintahan demokratis yang tauhid. Mereka membersihkan seluruh benteng
pertahanan musuh dari prajurit-prajurit yang bertahan. Panglima Hurmuzun lari
terbirit-birit dari satu kota ke kota yang lain, sehingga akhirnya dia sampai ke
kota Tustar dan bertahan di kota itu mati-matian.
Tustar yang merupakan benteng terakhir bagi Hurmuzun adalah
sebuah kota yang indah dan termegah di Persia serta beriklim nyaman. Kota tua
dan kota budaya yang terkenal dalam sejarah serta bentengnya kokoh dan kuat.
Kota itu terletak di pegunungan dekat Sungai Dujal yang besar. Di atasnya
terdapat sebuah bendungan besar yang dibangun oleh Raja Sabur. Air bendungan itu
dialirkan dari gunung melalui terowongan yang digali di bawah tanah.
Bendungan Tustar termasuk salah satu keajaiban dunia yang
pernah dibangun manusia. Terbuat dari batu-batuan gunung berkualitas tinggi,
dengan tiang-tiangnya kokoh, kuat, dan berlantai marmer. Ahli-ahli sejarah
mengatakan bahwa dinding tembok Tustar adalah yang pertama terbesar yang pernah
dibangun manusia di muka bumi.
Hurmuzan telah menggali parit yang dalam dan lebar sekeliling
pagar tembok, untuk menghalangi musuh menerobos masuk kota Tustar. Di belakang
parit ditempatkan pasukan tempur tentara Persia yang pilihan.
Tentara muslimin mengepung kota Tustar sekitar parit selama
delapan belas bulan. Selama masa itu, telah terjadi delapan puluh kali
pertempuran sengit dengan tentara Persia yang mempertahankan Tustar. Namun,
pertahanan mereka tidak dapat ditembus tentara muslimin. Biasanya, setiap
pertempuran dimulai dengan perang tanding satu lawan satu antara prajurit
pasukan berkuda dari kedua belah pihak. Kemudian, berkecamuk perang yang besar
yang meminta korban besar pula dari masing-masing pihak.
Dalam perang tanding tersebut, Majzaah bin Tsaur memperlihatkan
keberanian dan ketangkasan yang luar biasa, sehingga membingungkan pihak lawan
maupun kawan sendiri. Majzaah dengan mudah dapat menewaskan seratus orang
tentara musuh. Karena itu, namanya cepat tersebar ke seluruh barisan,
menimbulkan gentar pasukan musuh, dan membangkitkan semangat keberanian di hati
kaum muslimin. Orang yang belum mengetahui kini mengerti, mengapa amirul
mukminin mendesak supaya menempatkan pahlawan yang gagah berani ini dalam
pasukan inti barisan penyerang.
Setelah pertempuran yang kedelapan puluh, tentara muslimin
melakukan serangan yang mengejutkan dan sangat berani. Bangkai-bangkai kuda
mereka tumpuk di dalam parit untuk titian. Lalu mereka melaju menyeberangi
parit. Tetapi, mereka tidak berhasil mencapai kota, karena semua pintu dikunci
dari dalam oleh tentara Persia.
Ketangguhan tentara muslimin kini mendapat malapetaka besar.
Tentara Persia menghunjani mereka dengan panah dari menara-menara tinggi,
sehingga korban dari pihak muslimin banyak berjatuhan. Dari puncak pagar tembok
terjulur pula rantai besi, di ujung setiap rantai terdapat pengait yang sudah
dibakar merah membara. Bila tentara muslimin memanjat tembok atau mendekat ke
tembok, mereka dikait oleh tentara Persia, lalu ditariknya ke atas. Tentara
muslimin yang terkait tubuhnya akan hangus terbakar, lalu dagingnya mengelupas,
kemudian tewas.
Tentara muslimin mengalami cobaan hebat dalam serangan kali
ini, sementara orang-orang Persia tetap bertahan di benteng mereka yang kokoh.
Sesudah melakukan pengepungan yang lama di luar parit, kini mereka menghadapi
tembok benteng yang tinggi dan kokoh, dan sangat sukar untuk ditembus. Dalam
usaha mereka merebut benteng yang satu ini, tentara muslimin harus membayar
dengan harga yang sangat mahal.
Akan tetapi, mereka tidak pernah mundur, apalagi putus asa.
Mereka telah bertekad bulat hendak syahid. Karena itu, mereka memohon kepada
Allah dengan hati rendah dan penuh khusyu', semoga Allah melepaskan mereka dari
kesulitan yang mereka hadapi dan memenangkan mereka atas musuh-musuh Allah.
Ketika Panglima Abu Musa mengamat-amati tembok Tustar yang
tangguh ini, tiba-tiba sebuah anak panah jatuh di dekatnya. Panglima Abu Musa
mengamati anak panah tersebut, dan sepucuk surah tampak terselip padanya.
Panglima Abu Musa mengambil surah tersebut dan membacanya: "Hai, kaum muslimin!
Saya percaya akan janji kalian jika kalian berjanji. Saya pribadi, harta saya,
keluarga, dan pengikut saya, memohon perlindungan dari kalian. Saya berjanji
akan menunjukkan kepada kalian satu-satunya jalan yang dapat membawa kalian
masuk kota."
Panglima Abu Musa al-Asy'ari segera membalas surah tersebut.
Katanya, "Anda kami lindungi!" Setelah itu surah tersebut dilemparkannya dengan
panah ke arah datangnya surah yang diterima.
Si pengirim surah penuh percaya dengan perlindungan yang
dijanjikan kaum muslimin. Karena, dia tahu benar kaum muslimin tidak akan
mengingkari janji. Dia keluar dengan sembunyi-sembunyi ke daerah tentara kaum
muslimin, dan berbicara panjang lebar dengan Panglima Abu Musa.
Katanya, "Kami adalah pemimpin-pemimpin kaum. Hurmuzan membunuh
abang saya, dan bertindak sewenang-wenang terhadap harta dan keluarganya. Dia
menaruh dendam kepadaku dan mengancamku dengan tindakan serupa terhadap diriku
dan anak-anakku. Saya terkesan dengan keadilan Anda terhadap setiap kezaliman,
dan tindakan Anda atas setiap penyelewengan. Saya bertekad hendak menunjukkan
jalan rahasia kepada Anda, yang dapat membawa Anda ke Tustar. Berilah saya
beberapa orang yang berani mati, tetapi pintar dan tangkas berenang. Nanti saya
tunjukkan kepadanya jalan."
Panglima Abu Musa memanggil Majzaah bin Tsaur as-Saduusi dan
membisikkan perintah rahasia kepadanya, "Beri saya orang-orangmu yang pintar,
berani, dan tangkas berenang." "Tunjukklah saya, panglima!" jawab Majzaah
memperlihatkan kesediaannya.
"Jadi, engkau bersedia, semoga Allah memberkatimu," jawab Abu
Musa. Lalu, Abu Musa memberikan petunjuk kepada Majzaah supaya mengingat dengan
teliti jalan-jalan yang dilalui menuju sasaran, menandai dengan pasti segala
pintu rahasia, memastikan tempat persembunyian atau markas Hurmuzan dan
mengetahui orang-orangnya dengan segala cirinya. Dan, jangan bertindak atau
melakukan sesuatu di luar perintah. Lakukan, semua serba rahasia!"
Majzaah bin Tsaur berangkat bersama orang Persia: penunjuk
jalan. Mereka memasuki terowongan bawah tanah lewat sungai. Kadang-kadang jalan
terowongan itu lebar, memungkinkan seratus pejalan kaki lewat. Terkadang sempit,
hanya muat seorang perenang. Di samping itu, jalan tersebut bersimpang siur
penuh jebakan-jebakan. Terkadang mendaki atau rata dan menurun. Begitulah
seterusnya, sehingga bertemu dengan sebuah lubang yang langsung tembus sampai ke
kota.
Penunjuk jalan menunjukkan Hurmuzan yang telah membunuh
abangnya kepada Majzaah, dan tempat persembunyiannya. Ketika Majzaah melihat
Hurmuzan, timbul niatnya hendak memanah batang lehernya. Tetapi, untunglah
Majzaah cepat ingat perintah Panglima Abu Musa, supaya jangan bertindak di luar
perintah, karena dapat menggagalkan rencana yang lebih besar. Majzaah segera
mengendalikan diri. Kemudian, dia kembali ke pos komando sebelum fajar.
Abu Musa menyiapkan tiga ratus tentara muslimin yang paling
berani, tangguh, dan tangkas berenang. Kemudian, diangkatlah Majzaah menjadi
komandan mereka. Abu Musa memberikan perintah dan petunjuk-petunjuk praktis
dalam melaksanakan tugas berat, berbahaya, tetapi sangat rahasia. Kata-kata
sandi bila mereka menerjunkan diri ke dalam kota adalah kalimah takbir "Allahu
Akbar".
Majzaah memerintahkan pasukannya memakai pakaian seringkas
mungkin supaya tidak menyulitkan ketika berenang. Dia mengingatkan mereka,
jangan membawa senjata selain pedang. Dia memerintahkan supaya mengikat pedang
erat-erat ke tubuh, di bawah pakaian masing-masing. Kemudian, Majzaah berangkat
dengan pasukannya setelah lewat sepertiga malam. Dua jam lamanya pasukan Majzaah
bergumul dengan halangan dan rintangan yang berbahaya sepanjang terowongan.
Kadang-kadang dapat menundukkannya dengan mudah, tetapi tidak jarang pula mereka
yang terbanting. Tatkala mereka sampai ke muka pintu yang langsung menuju kota,
jumlah pasukannya tinggal delapan puluh orang saja. Dua ratus dua puluh orang
hilang ditelan terowongan yang amat berbahaya itu.
Serentak tumit Majzaah berjejak di dalam kota, mereka segera
menghunus pedang dan membunuh pangawal-pengawal yang tidak menduga kehadiran
mereka. Kemudian, mereka lompat ke segala pintu dan membukanya sambil membaca
takbir. Takbir mereka disambut dengan takbir-takbir kawannya yang di luar. Kaum
muslimin tumpah ruah memasuki kota Tustar tepat ketika fajar.
Akhirnya, berkecamuklah perang tanding yang lebih dahsyat dan
mengerikan antara kaum muslimin dengan musuh-musuh Allah. Suatu perang tanding
yang belum pernah terjadi sedahsyat itu dalam sejarah peperangan sebelumnya,
baik mengenai banyaknya korban yang jatuh maupun kedahsyatannya.
Saat pertempuran berkecamuk, Majzaah bin Tsaur melihat Hurmuzan
di pekarangan. Majzaah segera memburu dan melompatinya dengan pedang. Hampir
saja Hurmuzan di telan gelombang pertempuran. Tetapi, untung baginya, dua orang
pengawal segera melindunginya. Majzaah melihat peluang yang lain. Secepat kilat
dia bergerak menyerang Hurmuzan dan mereka saling melompati satu sama lain.
Pedang mereka saling memukul. Tetapi, sayang bagi Majzaah, pedangnya meleset,
sedangkan pedang Hurmuzan tepat mengenai sasaran. Majzaah bin Tsaur, pahlawan
yang gagah berani jatuh terbanting. Dia syahid dalam pertempuran yang sangat
diidam-idamkannya. Dia menghadap Allah dengan tenang sebagaimana telah
ditetapkan Allah baginya. Tentara muslimin terus bertempur, sehingga kemenangan
akhir berada di pihak mereka.
Hurmuzan menyerah sebagai tawanan kaum muslimin. Perutusan yang
menyampaikan laporan kepada khalifah atas kemenangan kaum muslimin tiba di
Madinah. Mereka membawa oleh-oleh kemenangan bagi khalifah. Mereka menghalau
Hurmuzan dan memakaikan mahkota bertatahkan mutiara. Di bahunya bergantung
tanda-tanda kebesaran kerajaan Persia dari benang emas berumbai-umbai untuk
diperlihatkan kepada khalifah. Para utusan sengaja membawa Hurmuzan menghadap
Khalifah dengan pakaian demikian untuk menghibur beliau, karena pahlawan andalan
beliau Majzaah bin Tsaur as-Saduusi yang gagah berani tewas sebagai syahid dalam
pertempuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar