Di Sajastan, wilayah Asia tengah, antara Iran dan Afganistan,
hidup seorang ulama ahli bahasa yang amat terkenal. Suatu hari ia menasehati
putranya: "Kalau kamu hendak membicarakan sesuatu, pakai dahulu otakmu. Pikirkan
dengan matang; setelah itu, baru katakan dengan kalimat yang baik dan
benar."
Pada suatu hari di musim hujan, keduanya sedang duduk-duduk
santai di dekat api unggun di rumahnya. Tiba-tiba sepercik api mengenai jubah
tenunan dari sutera yang dikenakan sang ayah. Peristiwa itu dilihat putranya,
namun ia diam saja. Setelah berpikir beberapa saat barulah ia membuka mulut,
"Ayah, aku ingin mengatakan sesuatu, bolehkah?," tanyanya. "Kalau menyangkut
kebenaran katakan saja," jawab sang ayah.
"Ini memang menyangkut kebenaran," jawabnya. "Silakan," kata
sang ayah. Ia berkata, "Aku melihat benda panas berwarna merah." "Benda apa
itu?," tanya sang ayah. "Sepercik api mengenai jubah ayah," jawabnya.
Seketika itu sang ayah melihat jubah yang sebagian sudah hangus
terbakar. "Kenapa tidak segera kamu beritahukan kepadaku?," kata sang ayah. "Aku
harus berikir dahulu sebelum mengatakannya, seperti apa yang anda nasihatkan
kepadaku tempo hari," jawab putranya dengan lugu.
Sejak itu ia berjanji akan lebih berhati-hati dalam memberikan
nasihat pada putranya. Ia tidak ingin peristiwa pahit seperti itu terulang
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar