Ada beberapa penafsiran tentang berapa kali Perang Salib itu
terjadi. Batas antara Perang Salib yang satu dengan yang lainnya secara pasti
tidak dapat ditentukan. Menurut K. Hitti tiga kali, menurut Shalaby tujuh kali,
sedangkan menurut Sa'ad Abd Fatah 'Asyur delapan kali. Karena itu, untuk
memastikan kebenarannya, perlu penelitian lebihn lanjut. Saya akan menguraikan
apa yang ditulis Syalaby.
Perang salib I
Ide Perang Salib I bersumber dari pidato Paus Urban II pada
tahun 1095 di Clermont, daerah tenggara Prancis. Ia menganjurkan perang suci
melawan kaum muslimin di Timur dengan satu teriakan: "Inilah kehendak Tuhan"
(Deus vult). Hal ini sebagai hasil pendekatan berkali-kali kepada Paus
Urban II oleh Emperor Alexius Comnenus yang posisinya sedang terdesak di Asia
kecil oleh dinasti Saljuq. Pada tahun 1097 sebanyak 150.000 orang, sebagian
besar dari Jerman dan Normandia, dikerahkan dalam tiga angkatan di bawah
pimpinan Raja Godfrey, Raja Bohemond, dan Raja Raymond. Mereka bertemu di
Konstantinofel.
Tetapi, tampaknya tidak semua raja di Eropa menopang gerakan
salib ini. Dalam pertemuan bersejarah di Clermont itu, ada juga yang tidak hadir
untuk menyatakan keikutsertaannya. Dari semula Paus Urban II merasa perlu
dukungan dari kekuatan sekular. Para uskup bersidang dan mengeluarkan keputusan
yang menyatakan bahwa setiap yang turut serta dalam perang suci akan mendapatkan
pengampunan dosa dan kekayaan para bangsawan selama berperang dalam pengamanan
gereja. Sidang itu juga menghasilkan kesepakatan, sebagai simbol gerakan, bahwa
pakaian setiap orang yang turut berperang akan diberi tanda salib merah pada
bagian pundak dan punggung dan gerakan diarahkan menuju Konstantinofel.
Keputusan lainya, siapa saja yang pulang tanpa menunaikan tugasnya akan menerima
hukuman dari gereja.
Angkatan Perang Salib I ini terdiri dari tiga kelompok.
Kelompok pertama dipimpin oleh Raja Godfrey of Bouillon dari Lorraine dan
saudaranya, Baldwin. Kelompok kedua dipimpin oleh Bohemond dari Normandia. Dan,
angkaan ketiga dipimpin oleh Raymond IV dari Provinve, yang didampingi utusan
pribadi Paus, Uskup Adheman. Di samping itu, Raymond memperingatkan Paus akan
pentingnya bantuan dari Genoa, yaitu bantuan angkatan lautnya. Akhirnya, Gemoa
memberikan bantuan dua belas kapal perang untuk menopang Perang Salib ini.
Karena itu, Genoa mendapat hak atas pelabuhan-pelabuhan Syiria.
Ketiga kelompok tentara Salib tersebut, setelah sampai di
Konstantinofel, harus tunduk kepada pimpinan dan komando Kaisar Alexius Comenus.
Pada mulanya ada perlawanan terutama dari Godfrey dan Raymond. Namun, akhirnya
mereka terpaksa tunduk kepada kekuasaan Bizantium. Di samping itu, Kaisar
Bizantium dapat memaksakan suatu perjanjian: "Setelah menaklukan daerah-daerah
di Asia Kecil dan dan di Syam, para raja harus mengembalikan daerah-daerah bekas
kekuasaan Bizantium yang di rebut oleh Saljuq".
Dari fakta-fakta tersebut nampak bahwa pihak Bizantium Timur,
Alexius, cukup berpengalaman dalam memaksakan keinginannya mempertahankan
daerah-daearah jajahannya. Dari pihak raja-raja juga sebenarnya hendak
mendirikan pemerintahan masing-masing. Perlawanan terhadap kekaisaran Bizantium
dibalas dengan pemboikotan bahan makanan, sehingga mereka tidak berdaya
menghadapi Kaisar Alexius itu, seperti terjadi terhadap Godfrey. Peselisihan
Emperor dengan Raymond tidak setajam dengan Godfrey karena dapat diredakan oleh
utusan Paus, Adhemar. Namun, perselisihan ini berlanjut ampai raja-raja
mengingkari janjinya. Ini merupakan kelemahan pihak tentara Salib, sehingga Paus
menjadi kecewa.
Pada permulaan 1097 tentara Salib mulai menyeberangi Selat
Bosforus bagaikan air bah. Mereka berkemah di Asia Kecil yang ketika itu
dikuasai oleh Dinasti Saljuq, Qolej Arslan. Mula-mula mereka mengepung pelabuhan
Naicaea selama sebulan sampai jatuh ke tangan tentara Salib pada tanggal 18 Juni
1097. Ini berarti Bizantium telah merebut kembali apa yang telah dikuasai dari
Antioch selama enam tahun. Tentara Bizantium di bawah pimpinan Emperor
mengadakan perundingan dengan penguasa kaum muslimin seputar penyerahan kota itu
kepadanya, dengan jaminan muslim Turki akan diselamatkan. Hal ini mengejutkan
tentara Salib karena merasa kalah cepat oleh kelihaian Emperor.
Tentara Salib terus maju. Pertempuran di Darylaeum (Eski-Shar)
meluas ke tenggara Nicaea sampai akhir 1097. Tentara Salib meraih kemenangan
karena Saljuq dalam keadaan lemah. Mereka berhsil memasuki selatan Anatolia dan
Provinsi Torres. Di bawah pimpinan Baldwin, mereka mengepung Ruha, yang penduduk
Armenianya beragama Kristen. Rajanya, Turus, telah melantik Baldwin untuk
menggantikannya setelah ia mati, sehingga Baldwin dapat menaklukan Ruha pada
tahun 1098.
Bohemond menaklukan Antioch, ibu kota lama Bizantium, pada
tanggal 3 Juni 1098 setelah susah payah mengepungnya selama sembilan bulan.
Antioch termasuk benteng yang sangat kuat karena secara geografis sangat
strategis--setelah konstantinofel-- dengan gunung-gunungnya yang mengelilingi
sebelah utara dan timur, dan sungai yang membatasinya. Jatuhnya Antioch dari
Yagi Sian (Saljuq) disebabkan oleh berpecah-belah dan lambatnya bantuan dari
Salajiqoh Persia (Karbugha), serta terjadinya pengkhianatan di dalam Antioch
sendiri oleh bangsa Armenia yang tentu memihak Kristen. Bantuan logistik dan
perlengkapan dari Inggris dan armada laut Genoa yang tiba di pelabuhan Suwaida
semakin memperkuat tentara Salib.
Bahemond telah menunjukan keberaniannya yang luar biasa. Ketika
tentara Salib mengalami krisis dalam pengepungan Antioch ini, ia pura-pura
bersedia pulang ke Italia. Dengan sendirinya tentara meminta-minta agar tidak
ditinggalkan oleh pemimpinnya, terutama pada saat yang kritis, ketika mendapat
serangan tentara gencar dari tentara Saljuq. Ia menuduh panglima Bizantium,
Titikios, telah mengkhianati tentara Salib karena mengadakan hubungan rahasia
dengan penguasa Saljuq-Turki untuk menghancurkan tentara Salib. Hal ini
menyebabkan kemarahan tentara Salib meluap-luap. Akhirnya, Tatikios dengan
tentaranya lari melalui pelabuhan Suwaida ke Pulau Cyprus karena takut dibunuh
tentara Salib. Nampaknya kali ini Bahemond berhasil menempatkan dirinya sebagai
satu-satunya panglima-- setelah mendapat pengalaman menghadapi kaki tangan
Emperor di Nicaea--sehingga ada alasan untuk tidak menyerahkan Antioch kepada
Emperor Bizantium. Di sini nampak persaingan kekuasaan antara Bizantium dan raja
Eropa.
Setelah penaklukan Antioch, Bohemond dapat menguasai
daerah-daerah sekitarnya. Raymond menguasai sebelah barat daya Antioch dan tidak
mau menyerahkannya kepada Bohemond, karena sebenarnya ia pun berambisi menguasai
seluruh Antioch. Krisis ini baru bisa diselesaikan setelah Raymond diserahi
pimpinan untuk penyerangan ke Yerusalem, karena ia mempunyai peluang untuk
menguasai daerah yang lebih luas di tanah suci itu. Akhirnya, Antioch berada di
bawah kekuasaan Kristen selama kurang lebih seperempat abad.
Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Raymond mengadakan hubungan
kerja sama dengan amir-amir Arab, antara lain dengan Muwaranah yang memberikan
bantuan kepada tentera Salib. Pemerintah Tripoli dan Beirut juga memberikan
bantuan kepada tentara Salib, mungkin karena Solidaritas agamanya lebih
diutamakan daripada tanah airnya, atau karena tidak tunduk kepada tentara Turki.
Dalam tempo satu bulan, Yerusalem sudah dapat direbut pada tanggal 15 Juli 1099.
Kekalahan kaum muslimin Dinasti Fatimiyah yang menguasai Bait al-Maqdis sudah
dapat dipastikan, karena kota-kota penting yang merupakan pintu gerbang
satu-persatu telah ditaklukan. Jumlah tentara Salib jauh lebih banyak daripada
tentara Fatimiyah, yaitu 40.000 orang (20.000 orang merupakan tentara
terlatih).
Penaklukan Bait al-Maqdis oleh tentara Salib diwarnai dengan
pembantaian yang tak pandang bulu (indiscriminate massacre). Kaum
muslimin--meliputi semua umur dan jenis yang tak berdaya--dibantainya. K. Hitti
menuliskan, "Heaps of heads and hand feet were to be seen throughout the
street and squares of the city." Para ahli sejarah mencatat jumlah korban
pembantaian itu sekitar 60.000--100.000 orang lebih. Peristiwa yang kejam ini
(jika dibandingkan dengan penaklukan Shalahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali
Bait al-Maqdis) tentu menimbulkan pertanyaan, "Benarkah motivasi agama (Kristen)
menjiwai perang ini?"
Akhirnya misi tentara Salib tercapai, yaitu merebut Bait
al-Maqdis dan berhasil mendirikan pemerintahan, masing-masing Baldwin memegang
tampuk kekuasaan di Ruha (1098), Bohemond menguasai pemerintahan di Antioch, dan
Godfrey menjadi penguasa di Yerusalem, karena Raymond tidak terpilih menjadi
penguasa di sana. Godfrey meninggal dunia dan digantikan saudaranya, Baldwin I,
tanpa ada yang menyaingi karena Bohemond ditawan Raja Al-Ghazi Kamusytakin
Turki.
Meskipun Yerusalem telah dikuasai, peperangan di Syam terus
berlangsung. Raja Yerusalem menyerahkan kepemimpinan kepada Raymond (1101) untuk
menaklukan Tripoli di Syam. Kaum muslimin di Tripoli dapat mempertahankan
pengepungan Salib selama delapan tahun. Pada tahun 1109, Tripoli jatuh ke tangan
tentara Salib, tetapi Raymond tidak sempai menyaksikan kejatuhan kota itu karena
meninggal dunia (1105) ketika pengepungan mencapai puncaknya. Ia digantikan oleh
Wiliam Yordan, yang meninggal dunia pada tahun 1108. Wiliam kemudian diganti
oleh Bertrand. Pada zaman Bertrand, Tripoli dapat ditaklukan. Kota-kota penting
lain yang ditaklukan ialah Akka (ditaklukan pada tahun 1104) dan Sur (ditaklukan
pada tahun 1124).
Bersambung?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar