Setiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan
kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied karena pada
hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita sebagai
hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan
dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya
mengeluarkan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah
yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:
1. Mandi pada hari raya.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri
ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”
2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan
memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak.
Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju
yang mewah dan menggunakan minyak wangi.
3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.
“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu
‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan
beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah
makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap
puasa hingga sholat ‘Ied.
4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang
dari sholat ‘Ied.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau
mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara
hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam
kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan
memperlihatkan syi’ar islam.
5. Bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat
menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat
pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam hadits ini
terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan
menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara
keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri
menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi
harinya.
6. Sholat ‘Ied.
Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang,
karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat
‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at.
Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat
Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi menyuruh manusia untuk
menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat
sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat. Selain itu Nabi juga
menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia
bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat
‘Ied adalah fardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi
tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk
mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan
untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar
pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka
boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari
raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR.
Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal
ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR.
Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya,
dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah,
dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir. Beliau berkutbah di tempat yang
agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkutbah dua kali, satu
untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar
khutbahnya.
7. Ucapan selamat Hari Raya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang
mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat
pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian
lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa minkum
(semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu ‘alaika
(Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.” Telah
diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal
tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata,
“Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika
seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena
menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk
sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang
melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada
contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya
pada tanggal 1 Syawal.
8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya.
Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari
kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:
Berhias dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
Menyerupai atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam
hal pakaian dan mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
Masuk rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
Wanita bertabarruj atau memamerkan kecantikannya kepada
orang lain dan wanita keluar ke pasar dan tempat-tempat lain.
Mengkhususkan ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja,
serta membagi-bagikan permen, dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan,
bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak
berhijab), serta meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
Berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam hal yang tidak
bermanfaat dan tidak mengandung mashlahat dan faedah.
Banyak orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya
alasan yang dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan
sholat ‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana
yang besar.
Menghidupkan malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan
hadits dari Rasulullah: “Barangsiapa menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri
dan ‘iedul adha, maka hatinya tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.”
(Hadits ini maudhu’/palsu sehingga tidak dapat dijadikan dalil).
Maroji’:
Meneladani Rasulullah dalam Berhari Raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar