Sa'adz bin Mu'adz adalah seorang laki-laki yang anggun,
berwajah tampan berseri-seri, dengan tubuh tinggi jangkung, dan badan gemuk
gempal. Ia masuk Islam pada usia 31 tahun. Dalam usia 37 tahun ia pergi menemui
syahidnya. Sejak masuk Islam hingga wafatnya, Sa'adz bin Mu'adz telah mengisi
umurnya dengan karya-karyanya yang gemilang dalam berbakti kepada Allah SWT.
Sa'adz bin Mu'adz pergi ke rumah As'ad bin Zurarah untuk
melihat seorang pria dari Mekah bernama Mush'ab bin Umeir yang dikirim oleh
Muhammad saw. sebagai utusan guna menyebarkan tauhid dan agama Islam di Madinah.
Ia ke sana dengan tujuan hendak mengusir utusan dari Rasulullah saw agar membawa
kembali agamanya dan membiarkan penduduk Madinah dengan agama yang sudah lama
dipeluknya. Tetapi, baru saja ia bersama Useid bin Zararah sampai ke dekat
majlis Mush'ab di rumah sepupunya, tiba-tiba dadanya telah terhirup udara segar
yang meniupkan rasa nyaman. Belum lagi ia sampai ke hadirin dan duduk di antara
mereka yang sedang memasang telinga atas uraian-uraian Mush'ab, petunjuk Allah
telah menerangi jiwa dan ruhnya. Akhirnya, pemimpin golongan Anshar itu
melemparkan lembingnya jauh-jauh, lalu mengulurkan tangan kanannya untuk
berbai'at kepada utusan Rasulullah saw.
Sa'adz telah memeluk Islam, memikul tangung jawab itu dengan
keberanian dan kesabaran. Datanglah saat Perang Badar. Rasulullah saw.
mengumpulkan sahabat-sahabatnya dari golongan Muhajirin dan Anshar untuk
bermusyawarah dengan mereka tentang urusan perang itu. Dihadapkannya wajah Sa'ad
bin Mu'adz yang mulia ke arah orang-orang Anshar, seraya katanya, "Kemukakanlah
buah fikiran kalian, wahai sahabat...!"
Maka, bangkitlah Sa'adz bin Mu'adz dan berkata, "Wahai
Rasulullah, kami telah beriman kepada Anda, kami percaya dan mengakui bahwa apa
yang Anda bawa itu adalah hal yang benar, dan telah kami berikan pula ikrar dan
janji-janji kami. Maka, laksanakahlah terus ya Rasulullah apa yang Anda
inginkan, dan kami akan selalu bersama Anda. Dan, demi Allah yang telah mengutus
Anda membawa kebenaran, seandainya Anda mengadapkan kami ke lautan ini, lalu
Anda menceburkan diri ke dalamnya, pastilah kami akan ikut mencebur, tak seorang
pun yang akan mundur dan kami tidak keberatan untuk menghadapi musuh esok pagi!
Sungguh kami tabah dalam pertempuran dan teguh menghadapi perjuangan? Dan,
semoga Allah akan memperlihatkan kepada Anda tindakan kami yang menyenangkan
hati. Maka, marilah kita berangkat dengan berkah Allah Taala."
Mendengar perkataan Sa'adz yang mengharukan itu, Rasulullah saw
bangga dan gembira, lalu kepada kaum muslimin mengatakan,
"Marilah kita berangkat dan besarkan hati kalian karena Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan! Demi Allah, sungguh seolah-olah tampak olehku kehancuran orang-orang itu."
"Marilah kita berangkat dan besarkan hati kalian karena Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan! Demi Allah, sungguh seolah-olah tampak olehku kehancuran orang-orang itu."
Pada waktu perang Uhud, yakni ketika kaum muslimin telah
tercerai-berai karena serangan mendadak dari tentara musyrikin, maka takkan
sulit bagi penglihatan mata untuk menemukan kedudukan Sa'ad bin Mua'dz. Kedua
kakinya seolah-olah telah dipakukannya ke bumi di dekat Rasulullah saw. untuk
menjaganyanya dengan mati-matian.
Kemudian datanglah pula saat Perang Khandaq yang dengan jelas
membuktikan kejantanan Sa'ad dan kepahlawanannya. Perang Khandaq ini merupakan
bukti nyata atas persengkokolan dan siasat licik yang dilancarkan kaum musyrik
kepada kaum muslimin tanpa ampun, yaitu dari orang-orang yang dalam pertentangan
mereka tidak kenal perjanjian atau keadilan.
Ketika di Madinah Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang
Qurasy untuk menghentikan serangan dan peperangan, segolongan pemimpin Yahudi
secara diam-diam pergi ke Mekah, lalu menghasut orang-orang Qurasy untuk
menyerang Rasulullah saw. Mereka telah membuat perjanjian dengan orang-orang
musyrik itu dan bersama-sama telah mengatur rencana dan siasat peperangan. Di
samping itu, dalam perjalanan pulang ke Madinah, mereka berhasil pula menghasut
satu suku terbesar di antara suku-suku Arab, yaitu kabilah Gathfan dan mencapai
persetujuan untuk menggabungkan diri dengan tentara Qurays.
Siasat peperangan telah diatur dan tugas serta peranan telah
dibagi-bagi. Qurays dan Gathfan akan menyerang Madinah dengan tentara besar,
sementara orang-orang Yahudi, di waktu kaum muslimin mendapat serangan mendadak
itu, akan melakukan penghancuran di dalam kota dan sekelilingnya.
Tatkala mengetahui permukafatn jahat ini, Rasulullah saw.
mengambil langkah-langkah pengamanan. Dititahkannyalah menggali Khandaq atau
parit perlindungan sekeliling Madinah untuk membendung serbuah musuh. Di samping
itu, diutusnaya Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah kepada Ka'ab bin Asad,
pemimpin Yahudi suku Quraidha, untuk menyelidiki sikap mereka yang sesungguhnya
terhdap orang yang akan datang, walaupun antara mereka dengan Nabi saw.
sebenarnya sudah ada beberapa perjanjian dan persetujuan damai. Alangkah
terkejutnya kedua utusan Nabi. Ketika bertemu dengan pemimpin Bani Quraidha itu,
keduanya memperoleh jawaban, "Tak ada persetujuan atau perjanjian antara kami
dengan Muhammad!"
Melihat peta kekuatan yang ada, terasa berat bagi Rasulullah
saw. untuk menghadapi kaum musyrikin itu. Oleh sebab itu, beliau memikirkan
sesuatu siasat untuk memisahkan suku Gathfan dari Qurays, sehingga kekuatan
musuh yang akan menyerang terbagi menjadi dua. Hal ini dapat meringankan
keadaan. Siasat itu segera beliau laksankan, yaitu dengan mengadakan perundingan
dengan para pemimpin Gathfan dan menawarkan mereka mengundurkan diri dari
peperangan dengan imbalan akan beroleh sepertiga dari hasil pertanian Madinah.
Tawaran itu disetujui oleh pemimpin Gathfan.
Rasulullah saw. kemudian menceritakan hasil perundingan itu
kepada para sahabatnya, terutama kepada Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah,
dua orang pemuka Madinah. Tak lupa ia menyatakan bahwa langkah itu diambilnya
karena ingin menghindarkan kota dan penduduk Madinah dari serangan dan
pengepungan dahsyat.
Kedua pemimpin itu tampil mengajukan pertanyaan, "Wahai
Rasulullah, apakah ini pendapat Anda sendiri, ataukah wahyu yang dititahkan
Allah?"
Ujar Rasulullah, "Bukan, tetapi ia adalah pendapatku yang kurasa baik untuk tuan-tuan! Demi Allah, saya tidak hendak melakukannya, kecuali karena melihat orang-orang Arab hendak memanah tuan-tuan secara serentak dan mendesak tuan-tuan dari segenap jurusan. Maka, saya bermaksud hendak membatasi kejahatan mereka sekecil mungkin."
Ujar Rasulullah, "Bukan, tetapi ia adalah pendapatku yang kurasa baik untuk tuan-tuan! Demi Allah, saya tidak hendak melakukannya, kecuali karena melihat orang-orang Arab hendak memanah tuan-tuan secara serentak dan mendesak tuan-tuan dari segenap jurusan. Maka, saya bermaksud hendak membatasi kejahatan mereka sekecil mungkin."
Sa'ad bin Mu'adz menjawab, "Wahai Rasululallah, dahulu kami dan
orang-orang itu berada dalam kemusyrikan dan pemujaan berhala, tiada mengabdikan
diri kepada Allah dan tidak kenal kepada-Nya, sedang mereka tak mengharapkan
akan dapat makan sebutir kurma pun dari hasil bumi kami, kecuali bila disuguhkan
atau dengan cara jual beli. Sekarang apakah setelah kami beroleh kehormatan dari
Allah dengan memeluk Islam dan mendapat bimbingan untuk menerimanya, dan setelah
kami dimuliakan-Nya dengan Anda dan dengan agama itu, lalu kami harus
menyerahkan harta kekayaan kami? Demi Allah kami tidak memerlukan itu dan demi
Allah kami tak hendak memberi kepada mereka, kecuali pedang?hingga Allah
menjatuhkan putusan-Nya dalam mengadili kami dengan mereka!"
Akhirnya Rasululallah saw mengubah pendiriannya dan
menyampaikan kepada para pemimpin suku Gathfan bahwa sahabat-sahabatnya menolak
rencara perundingan. Selang beberapa hari, kota Madinah mengalami pengepungan
ketat. Sebenarnya pengepungan itu lebih merupakan pilihannya sendiri daripada
dipaksa orang, disebabkan adanya parit yang digali sekelilingnya untuk menjadi
benteng perlindungan bagi dirinya. Kaum muslimin pun memasuki suasanan perang.
Sa'ad bin Mu'adz keluar membawa pedang dan tombaknya sambil berpantun.
Berhentilah sejenak, nantikan berkecamuknya perang maut
berkejaran menyambut ajal datang menjelang...!
Dalam salah satu perjalanan kelilingnya, nadi lengannya
disambar anak panah yang dilepaskan oleh salah seorang musyrik. Darah menyembur
dari pembuluhnya, dan segera ia dirawat secara darurat untuk menghentikan
keluarnya darah. Nabi saw. menyuruhnya membawanya ke masjid, dan agar didirikan
kemah untuknya agar ia berada di dekatnya selama perawatan.
Kemudian dibawanya Saadz ke masjid. Ia menunjukkan pandangan
matanya ke arah langit, lalu memohon," Ya Allah, jika dari peperangan dengan
Qurays ini masih ada yang Engkau sisakan, panjangkanlah umurku untuk
menghadapinya! Karena, tidak ada golongan yang diinginkan untuk menghadapi
mereka daripada kaum yang telah menganiaya Rasul-Mu, telah mendustakan dan
mengusrinya...! Dan seandainya Engaku telah mengakhiri perang antara kami dengan
mereka, jadikanlah kiranya musibah yang telah menimpa diriku sekaran ini sebagai
jalan untuk menemui syahid. Dan janganlah aku dimatikan sebelum tercapinya yang
memuaskan hatiku dengan Bani Quraidha...!"
Allah yang menjadi pembimbingmu, wahai Sa'ad bin Mu'adz!
Karena, siapakah yang mampu mengeluarkan ucapan seperti itu dalam suasana
demikian selain dirimu?
Permohonannya dikabulkan oleh Allah. Luka yang dideritanya
menjadi penyebab yang mengantarkannya ke pintu syahid, karena sebulan setelah
itu, akibat luka tersebut, ia menemui Rabnya. Tetapi, peristiwa itu terjadi
setelah hatinya terobati terhadap Bani Quraidha.
Kisahnya ialah setelah orang-orang Qurays merasa putus asa
untuk dapat menyerbu kota Madinah, dalam barisan mereka menyelinap rasa gelisah,
maka mereka kemudian mengemasi barang perlengkapan dan alat senjata, lalu
kembali ke Mekah dengan tangan hampa.
Rasulullah saw. berpendapat bahwa mendiamkan perbuatan
orang-orang Quraidha berarti membuka kesempatan bagi kecurangan dan penghianatan
mereka terahdap kota Madinah bila mana saja mereka menghendaki, suatu hal yang
tak dapat dibiarkan berlalu! Oleh sebab itulah belaiu mengerahkan
sahabat-sahabatnya kepada Bani Quraidha itu. Meraka mengepung orang-orang Yahudi
itu selama 25 hari. Tatkala Bani Quraidha melihat bahwa mereka tak dapat
melepaskan diri dari kaum muslimin, mereka pun menyerah dan mengajukan
permohonan kepada Rasululallah yang beroleh jawaban bahwa nasib mereka akan
tergantung kepada putusan Sa'ad bin Mu'adz. Pada masa jahiliah dulu, Sa'adz
adalah sekutu Bani Quraidha. Nabi saw. mengirim beberapa sahabat untuk membawa
Sa'ad bin Mu'adz dari kemah perawatannya di masjid. Ia dinaikkan ke atas
kendaraan, sementara badannya kelihatan lemah dan menderita sakit.
Kata Rasulullah saw. kepadanya, "Wahai Sa'ad, berilah
keputusanmu terhadap Bani Quraidha!" Dalam bayangan Sa'ad terbayang kembali
kecurangan Bani Quraidha yang berakhir dengan Perang Khandaq dan nyaris
menghancurkan kota Madinah serta penduduknya. Maka ujar Sa'ad, "Menurut
pertimabanganku, orang-orang yang ikut berperang di antara mereka hendaklah
dihukum bunuh. Perempuan dan anak-anak mereka diambil jadi tawanan, sedang harta
kekayaan mereka dibagi-bagi. Demikianlah sebelum meninggal, hati Sa'ad telah
terobati dari kecurangan Bani Quraidha.
Luka yang diderita Sa'ad setiap hari bahkan setiap jam kian
bertambah parah. Pada suatu hari Rasulullah saw. datang menjenguknya. Kiranya
didapatinya ia dalam saat terakhir dari hayatnya. Maka, Rasululalh saw. meraih
kepalanya dan menaruhnya di atas pangkuannya, lalu berdoa kepada Allah, katanya,
"Ya Allah Sa'ad telah berjihad di jalan-Mu dan telah memenuhi kewajibannya.
Maka, terimalah ruhnya dengan sebaik-baiknya cara Engkau menerima ruh!"
Dengan susah payah dicobanya membuka kedua matanya dengan
harapan kiranya wajah Rasulullah adalah yang terakhir dilihatnya selagi hidup
ini, katanya, "Salam atasmu wahai Rasulullah! Ketahuilah bahwa aku mengakui
bahwa Anda adalah Rasulullah!"
Rasulullah pun memandangi wajah Sa'ad lalu katanya,
"Kebahagiaan bagimu wahai Abu Amr!"
Berkata Abu Sa'id al-Khudzri, "Saya adalah salah seorang yang
menggali makam untuk Sa'ad. Dan, setiap kali kami menggali satu lapisan tanah,
tercium oleh kami wangi kesturi, hingga sampai ke liang lahat."
Musibah atas kematian Sa'ad yang menimpa kaum muslimin terasa
berat sekali. Tetapi, mereka kemudian terhibur adanya sabda Rasulullah saw.,
"Sunggih, Arasy Rab Yang Rahman bergetar dengan berpulangnya Sa'ad bin
Mu'adz."
Sumber: Rijal Khaular Rasul, Khalid Muhammad Khalid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar