Alhamdulillaah
sampai hari ini kita masih diberikan nikmat iman oleh Allah SWT, itu artinya
Allah ridho dengan kehidupan yang sedang kita jalani sampai detik ini. Manusia
hidup di dunia tentu ingin meraih kebahagiaan. Baik kebahagiaan dunia, akhirat,
lahir maupun batin. Cukupnya rezeki merupakan salah satu sumber kebahagiaan
manusia, meski bukan satu-satunya. Namun demikian, hal ini menjadi salah satu
motivasi manusia untuk meraihnya. Mereka bekerja keras, meski masih ada orang
yang nasibnya tidak berubah. Oleh karena itu, bertawakal kepada Allah SWT atas
apa yang sudah kita peroleh merupakan jalan terbaik.
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (9:51)
Firman
Allah SWT dalam Surat At Thalaq ayat 3. " Dan barangsiapa yang bertawakal
kepada Allah niscaya Allah mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya
“Ditampakkan beberapa umat kepadaku,
maka ada seorang nabi atau dua orang nabi yang berjalan dengan diikuti oleh
antara 3-9 orang. Ada pula seorang nabi yang tidak punya pengikut seorangpun,
sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah
ini ummatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu
dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia
memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di
ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang
berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk surga tanpa
hisab sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam masuk
tanpa menjelaskan hal itu kepada para shahabat. Maka para shahabat pun
membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang
beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau
anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa
jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam,
lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah
(dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak mita di-kai, dan hanya kepada
Allah-lah mereka bertawakkal.” [HR. Bukhari 8270]
Pengertian
Tawakal
Banyak orang yang bertawakal namun
kebanyakan mereka tidak tahu pengertian Tawakal yang sebenarnya, tawakal
berasal dari bahasa arab at tawakul yang di bentuk dari kata wakala, artinya
menyerahkan, mempercayai, atau mewakilkan, bersandar kepada dinding. Jadi
pengertian tawakal secara istilah adalah rasa pasrah hamba kepada allah swt
yang di sertai dengan segala daya dan upaya mematuhi, setia dan menunaikan
segala pertintahNya. Orang yang mempunyai
sikap tawakal akan senantiasa bersyukur jika mendapatkan suatu
keberhasilan dari usahanya. Hal ini karena ia menyadari bahwa keberhasilan itu
di dapatkan atas izin dan kehendak Allah. Sementara itu, jika mengalami
kegagalan orang yang mempunyai sifat tawakal akan senantiasa merasa ikhlas
menerima keadaan tersebut tanpa merasa putus asa dan larut dalam kesedihan
karena ia menyadari bahwa segala keputusan allah pastilah terbaik.
Ibnu Rajab rahimahullah dalam Jami’ul
Ulum wal Hikam tatkala menjelaskan hadits no. 49 mengatakan, “Tawakal adalah
benarnya penyandaran hati pada Allah ‘azza wa jalla untuk meraih berbagai
kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat,
menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya
bahwa ‘tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan
mendatangkan manfaat kecuali Allah semata‘.”
Ibnu Rajab mengatakan bahwa menjalankan
tawakal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah
yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Allah memerintahkan kita untuk
melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakal. Oleh karena
itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada
Allah, sedangkan tawakal dengan hati merupakan keimanan kepada-Nya. Sebagaimana
Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman,
ambillah sikap waspada.” (QS. An Nisa [4]: 71). Allah juga berfirman (yang
artinya), “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal [8]:
60). Juga firman-Nya (yang artinya), “Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumu’ah
[62]: 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat bahwa kita juga diperintahkan untuk
melakukan usaha.
Sahl At Tusturi mengatakan, “Barang
siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah mencela sunnatullah
(ketentuan yang Allah tetapkan -pen). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau
bersandar pada Allah, pen) maka dia telah meninggalkan keimanan. (Lihat Jami’ul
Ulum wal Hikam)
Dari
Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada
Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung
mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar
dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al
Hakim. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no.
310)
Al Munawi juga mengatakan, “Burung itu
pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali ketika sore dalam keadaan
kenyang. Namun, usaha (sebab) itu bukanlah yang memberi rezeki, yang memberi
rezeki adalah Allah ta’ala. Hal ini menunjukkan bahwa tawakal tidak harus
meninggalkan sebab, akan tetapi dengan melakukan berbagai sebab yang akan
membawa pada hasil yang diinginkan. Karena burung saja mendapatkan rezeki
dengan usaha sehingga hal ini menuntunkan pada kita untuk mencari rezeki.
(Lihat Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jaami’ At Tirmidzi, 7/7-8, Maktabah Syamilah)
Tawakal yang
Termasuk Syirik
Setelah
kita mengetahui pentingnya melakukan usaha, hendaknya setiap hamba tidak
bergantung pada sebab yang telah dilakukan. Karena yang dapat mendatangkan
rezeki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya bukanlah sebab tersebut tetapi
Allah ta’ala semata.
Imam Ahmad mengatakan bahwa tawakal
adalah amalan hati yaitu ibadah hati semata (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim,
2/96). Sedangkan setiap ibadah wajib ditujukan kepada Allah semata. Barang
siapa yang menujukan satu ibadah saja kepada selain Allah maka berarti dia
telah terjatuh dalam kesyirikan. Begitu juga apabila seseorang bertawakal
dengan menyandarkan hati kepada selain Allah -yaitu sebab yang dilakukan-, maka
hal ini juga termasuk kesyirikan.
Tawakal semacam ini bisa termasuk syirik
akbar (syirik yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam), apabila dia
bertawakal (bersandar) pada makhluk pada suatu perkara yang tidak mampu untuk
melakukannya kecuali Allah ta’ala. Seperti bersandar pada makhluk agar
dosa-dosanya diampuni, atau untuk memperoleh kebaikan di akhirat, atau untuk
segera memperoleh anak sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah kubur dan
wali. Mereka menyandarkan hal semacam ini dengan hati mereka, padahal tidak ada
siapapun yang mampu mengabulkan hajat mereka kecuali Allah ta’ala. Apa yang
mereka lakukan termasuk tawakal kepada selain Allah dalam hal yang tidak ada
seorang makhluk pun memenuhinya. Perbuatan semacam ini termasuk syirik akbar.
Na’udzu billah min dzalik.
Sedangkan apabila seseorang bersandar
pada sebab yang sudah ditakdirkan (ditentukan) oleh Allah, namun dia menganggap
bahwa sebab itu bukan hanya sekedar sebab (lebih dari sebab semata), seperti
seseorang yang sangat bergantung pada majikannya dalam keberlangsungan hidupnya
atau masalah rezekinya, semacam ini termasuk syirik ashgor (syirik kecil)
karena kuatnya rasa ketergantungan pada sebab tersebut.
Tetapi
apabila dia bersandar pada sebab dan dia meyakini bahwa itu hanyalah sebab
semata sedangkan Allah-lah yang menakdirkan dan menentukan hasilnya, hal ini tidaklah
mengapa.
Ingatlah bahwa tawakal bukan hanya untuk
meraih kepentingan dunia saja. Tawakal bukan hanya untuk meraih manfaat duniawi
atau menolak bahaya dalam urusan dunia. Namun hendaknya seseorang juga
bertawakal dalam urusan akhiratnya, untuk meraih apa yang Allah ridhai dan
cintai. Maka hendaknya seseorang juga bertawakal agar bagaimana bisa teguh
dalam keimanan, dalam dakwah, dan jihad fii sabilillah. Ibnul Qayyim dalam Al
Fawa’id mengatakan bahwa tawakal yang paling agung adalah tawakal untuk mendapatkan
hidayah, tetap teguh di atas tauhid dan tetap teguh dalam mencontoh/mengikuti
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berjihad melawan ahli bathil (pejuang
kebatilan). Dan beliau rahimahullah mengatakan bahwa inilah tawakal para rasul
dan pengikut rasul yang utama.
Tanda Tawakal. Orang yang
bertawakal dapat dilihat dari tanda-tanda berikut.
Pertama,
beribadah dengan ikhlas karena Allah SWT semata. Bukan karena orang lain
ataupun karena terpaksa.
Ke
dua, hatinya terkait pada Allah. Orang yang demikian menjalani hari-harinya
dengan hati yang bersih.
Ke
tiga, tenang menghadapi qadha dan qadar. Yakin dan mantap apa yang ada pada
diri dan sekitarnya hanyalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya.
Ke
empat, qanaah atau merasa cukup atas segala yang diberikan Allah. Segala
sesuatu diterima dengan senang hati, baik nikmat maupun ujian.
Ke
lima, tidak lupa untuk selalu bersyukur atas pemberian Allah dan bersabar jika
mendapat cobaan
Kisah orang sholih dalam tawakal
Kisah
Ibrahim yang dibakar raja namrud, kisah nabi Ibrahim dan hajar ismail yang
ditempatkan di mekah sendirian, kisah tawakalnya nabi dan sahabat saat perang
badar (hasbunalloh wa nikmal wakil), kisah abu dzar yang tawakal dg tidak punya
tabungan semua dihabiskan/diinfaqkan hartanya hari itu juga, nabi yang yatim
sedih sejak kecil merupakan belajar tawakal agar tidak bersandar pada makluk
sehingga orang2 terdekat semua dipanggil Alloh saat nabi masih kecil, kisah
mariyam yang menggoyang pohon kurma ketika akan melahirkan, kisah dua orang
bani isroil yang hutang 1000 dinar saksinya Alloh saja.
Cara Tawakal. Sebuah
aktivitas bisa di kategorikan menggunakan prinsip tawakal apabila terdapat 4
unsur, yaitu
1.
Mujahadah, artinya sungguh sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan, artinya
tidak asal asalan. Contohnya, sebagai pelajar, belajarlah sungguh sungguh agat
dapat memperoleh prestasi yang baik.
2.
Doa, artinya walaupun kita sudah melakukan upaya mujahadah (sungguh sungguh)
kita pun harus tetap berdoa memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala
3.
Syukur, artinya apabila menemukan keberhasilan kita harus mensyukurinya.
Prinsip ini perlu kita punya. Jika tidak, kita akan menjadi orang yang sombong
atau angkuh (kufur nikmat). Contohnya qorun qorun
4.
Sabar, Artinya tahan uji menghadapi berbagai cobaan termasuk hasil yang tidak
memuaskan (kegagalan). Sabar tidak berarti diam dan meratami kegagalan, tetapi
sabar adalah instropeksi dan bekerja lebih baik agar kegagalan tidak terulang
Dampak postif dari pengertian
tawakal yang sebenarnya
Membuat
seseorang penuh percaya diri, Menumbuhkan rasa keberanian dalam menghadapi
setiap persoalan
Memiliki
ketentraman dan ketenangan jiwa, Mendekatkan diri kepada allah dengan
senantiasa taat berbakti kepada allah, Mudah bersyukur apa yang diberikan
kepada allah swt kepadanya, Menumbukan harapan
Adapun
kendala mendapat pengertian tawakal yang sebenarnya adalah :
Tidak
tahu kedudukan allah, Condong kepada kekuatan makhluk, Lebih mencintai dunia
Syarat Tawakal
bisa terwujud
ada 3 : 1.visi misi kehidupannya harus benar 2.harus mengikuti cara /ketentuan
syariat islam, 3.mengikuti sunatulloh / hukum sebab akibatkausalitas walaupun
yang menentukan adalah Alloh semata spt usaha yg dilakukan kecil Alloh tetap
memberi spt kisah mariyam menggoyang pohon kurma ada juga usahanya harus keras
spt peperangan nabi, kalau kita tidak tawakal maka akan sombong spr qorun.
Yang
perlu diingat adalah bahwa tawakal itu amalan hati, jadi tawakal itu harus
dilakukan pada saat sebelum,sedang dan sesudah beramal /ihtiar. Ada hadis bahwa
tawakal itu setengahnya agama setengahnya lagi ibadah, iyakanakbudu wa iya
kanastangin.