Beberapa Ibrah Perang Uhud antara lain:
Pernag Uhud ini
memberi banyak pelajaran penting kepada kaum Muslimin pada
setiap masa. Semua
peristiwa yang telah kami jelaskan terdahulu seolah-olah menjadi
pelajaran yang
bersifat aplikatif dan operasional, yang mengajarkan kepada kaum Muslimin
cara mencapai
kemenangan dalma pertempuran melawan musuh , dan cara menghindari
kegagalan dan
kekalahan. :
1.- Di dalam
peperangan ini tampak pula prinsip yang selalu dipegang teguh oleh Rasulullah
saw , yaitu
bermusyawarah besama para sahabatnya dalam setiap urusan yang memerlukan
syura dan pembahasan.
Tetapi di sini kita mencatat satu hal yang tidak kida dapati pada
musyawarah menjelang
Badr. Yaitu bahwa Nabi saw tidak mau mencabut kembali
persetujuannya atas
pengusulan para sahabat yang menghendaki agar peperangan di
tandingkan di luar
Madinah, setelah beliau memakai baju perang dan mengambil persiapan
perangnya, sekalipun
mereka menyatakan penyesalan mereka dan menarik kembali usulan
mereka itu, serta
mengharap Rasulullah saw agar tinggal saja di Madinah jika beliau
berpendapat demikian.
Tampaknnya pada waktu musyawarah Nabi saw cenderung atau
menampakkan
kecenderungan terhadap usulan yang menginginkan agar kaum Muslimin
menunggu musuh di
Madinah.
Barangkali hikmah
yang terkandung dalam maslah ini, antara lain bahwa
memperbincangkan
kembali suatu masalah yang sudah diputuskan apalagi setelah Nabi saw
muncul di tengah kaum
dan para sahabatnya seraya memakai baju perang dan mengangkat
senjatanya adalah
suatu tindakkan di luar prinsip syura khususnya menyangkut masalahmasalah
peperangan yang
memerlukan di samping musyawarah ketegasan dan kepastian
sikap. Di samping itu
kesan yang akan timbul jika Nabi saw mencabut persetujuannya setelah
semuanya melihat Nabi
saw telah bersiap-siap untuk perang, seakan Nabi saw tidak memiliki
kehendak dan tekat
yang kuat dan pasti. Bahkan biasanya sikap ragu seperti itu muncul karena
rasa takut dan
kekhawatiran yang tidak berasalan. Oleh sebab itu, Nabi saw menjawab mereka
dengan tegas dan
pasti :
„Tidak pantas bagi
seorang Nabi apabila telah memakai baju perangnya untuk meletakkannya
kembali sebelum
berperang.“
2.- Dalam peperangan
ini kaum Munafiqin menunjukkan sikap mereka yang asli. Sikap
mereka ini mengandung
banyak hikmah dan tujuan, di antara yang terpenting ialah wujud
penyapubersihan
unsur-unsur Munafiqin dari kaum Mukminin. Selain itu, sikap kaum
Munafiqin tersebut
memberikan berbagai manfaat bagi kaum Muslimin untuk menghadapi
masa-masa mendatang.
Telah kita ketahui
bagaimana Abdullah bin Ubay bersama tiga ratus pengikutnya
berkhianat kepada
Rasulullah saw, dan para sahabatnya setelah keluar dari kota Madinah.
Konon pengkhianatan
ini disebabkan karena Nabi saw, mengikuti pendapat anak-anak muda
dan tidak mengambil
pendapat orang-orang tua dan para intelektual seperti dirinya (Abdullah
bin Ubay). Tetapi
sesungguhnya tidaklah demikian halnya. Ia (Abdullah bin Ubay)
melakukan tindakkan
pengkhianatan itu hanya karena tidak mau berperang. Sebab ia tidak
siap menghadapi
segala resikonya. Itulah ciri khas utama kaum Munafiqin : ingin mengambil
keuntungan-keuntungan
yang terdapat dalam Islam dan menjauhi segala tanggung jawab dan
resikonya. Sesuatu
yang mengikat mereka dengan Islam ialah salah satu di antara dua hal :
Harta rampasan yang
mereka idamkan atau bencana yang dapat mereka elakkan.
3.- Dalam peperangan
ini Rasulullah saw tidak mau meminta bantuan kepada orang-orang
non-Muslim kendatipun
jumlah kaum Muslimin masih sangat sedikit. Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh
Ibnu Sa‘d di dalam Thabaqat-nya, Rasulullah saw bersabda :
„Kami tidak akan
pernah meminta bantuan kepada orang-orang Musyrik untuk menghadapi
orang-orang Musyrik
lainnya.“
Muslim meriwayatkan
bahwa Nabi saw pernah berkata kepada seorang laki-laki yang
ingin berperang
bersamanya di peperangan Badr :
„Apakah kamu beriman
kepada Allah swt ?“ Orang itu menjawab :“Tidak“, Nabi saw
bersabda :“Kembalilah,
karena aku tidak akan meminta bantuan kepada seorang Musyrik.“
Berdasarkan kepada
hal di atas jumhur ulama‘ berpendapat, tidak boleh meminta
bantuan orang-orang
kafir dalam berperang. Imam Syafi‘I menjelaskan hal ini dengan
mengatakan :“Jika
Imam melihat orang kafir tersebut memiliki pandangan yang baik dan jujur
kepada kaum Muslimin
serta sangat diperlukan bantuannya, (maka boleh meminta
bantuannya), tetapi
jika tidak demikian maka tidak boleh.“
Barangkali pendapat
Imam Syafi‘I yang sesuai dengan beberapa kaidah dan dalil.
Diriwayatkan bahwa
Nabi saw menerima bantuan Shfwan bin Umaiyah pada perang Hunain.
Dan masalah ini
termasuk ke dalam kerangka apa yang disebut syari'ah (kebijaksanaan
Imam). Kami akan
menyebutkan perbedaan antara apa yang dilakukan Rasulullah saw di
Hunain serta apa yang
dilakukan Rasulullah saw di Badr dan Uhud pada pembahasan
mendatang insya
Allah.
4.- Hal yang perlu
direnungkan ialah fenomena Samurah bin Jundab dan Rafi‘ bin Khudaij.
Keduanya baru berusia
lima belas tahun. Bagaimana kedua anak ini datang kepada Rasulullah
saw meminta ijin agar
diperkenankan ikut serta dalam peperangan. Suatu peperangan yang
didasarkan pada
kesiapan mati dan sangat tidak seimbang. Kaum Muslimin yang jumlahnya
tidak lebih dari
tujuh ratus orang dengan kaum Musyrikin yang jumlahnya lebih dari tiga ribu
tentara.
Anehnya fenomena ini
oleh para musuh Islam dianalisis dengan bukti bahwa bangsa
Arab sejak dahulu
selalu hidup dalam situasi peperangan dan pertempuran. Sehingga mereka
(orang-orang Arab)
tumbuh dalam nuansa dan suasana itu. Oleh sebab itu, mereka (tua
ataupun muda)
memandang peperangan sebagai sesuatu yang tidak perlu ditakutkan.
Tidak diragukan lagi
bahwa analisis ini dengan sengaja tidak mau melihat dan
mencatat realitas
desersi yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul bersama tiga ratus
pengikutnya karena
takut terhadap resiko peperangan , dan menginginkan keselematan
jiwanya. Juga tidak
mau melihat kepada orang-orang yang ingin menikmati hasil panen kota
Madinah pada musim
panas dan menolak seruan Rasulullah saw untuk berperang dengan
mengatakan :“Janganlah
kalian berperang pada musim panas.“ Bahkan analisis tersebut sama
sekali tidak mau
melihat jumlah mereka lebih banyak ketimbang kaum Muslimin, dan rasa
takut yang menghantui
mereka padahal mereka adalah orang-orang Arab yang tumbuh,
sebagaimana istilah
mereka, dibawah naungan peperangan.
Sulit sekali bagi
orang yang bersikap objektif untuk menghindari satu aksioma yang
menegaskan bahwa
munculnya kesiapan untuk menghadapi kematian seperti yang terlihat
pada fenomena
anak-anak tersebut (Samurah bin Jundab dan Rafi‘ bin Khudaij) adalah karena
dorongan keimanan
yang telah menguasai hatinya dan hasil mahabbah terhadap Rasulullah
saw. Bila iman dan
mahabbah ini telah terbentuk maka kesiapan itu pasti akan muncul.
Sebaliknya , bila
iman dan mahabbah itu tidak ada atau lemah maka jangan diharap kesiapan
tersebut akan muncul.
5.- Memperhatikan
siasat peperangan yang diterapkan Rasulullah saw dalam peperangan ini
(terutama dalam
menempatkan posisi pasukan pemanah yang bertugas mengawasi di atas
bukit, betapapun
situasi yang terjadi) tampaklah :
Pertama,
Keahlian Rasulullah
saw di bidang taktik dan strategi kemiliteran. Beliau adalah guru besar di
bidang strategi dan
seni peperangan. Tidak diragukan lagi bahwa Allah swt telah membekali
keahlian yang langka
ini kepada beliau. Tetapi perlu diingatkan bahwa kejeniusan dan
keahlian ini hanya
berfungsi sebagai faktor pendukung Kenabidan dan Kerasulan yang
dibawanya. Kedudukan
beliau sebagai seorang Nabi dan pembawa Risalah-lah yang menunut
agar beliau menjadi
seorang yang jenius dan ahli di bidang kemiliteran, sebagaimana beliau
dituntut untuk
menjadi seorang yang ma‘shum dari segala bentuk penyimpangan. Hal ini telah
dijelaskan pada
bagian pertama dari buku ini, sehingga tidak perlu diulas kembali.
Kedua,
Bahwa pesan-pesan
yang disampaikan Rasulullah saw kepada para sahabatnya yang sangat
erat dengan apa yang
akan terjadi setelah itu, yaitu pelanggaran sebagian pasukan pemanah
terhadap
perintah-perintah Nabi saw. Seolah-olah Nabi saw telah mengetahui apa yang akan
terjadi melalui
firasat Kenabian atau Wahyu dari Allah swt, sehingga beliau perlu mewantiwanti
mereka dengan
wasiat-wasiat dan berbagai perintah. Dengan demikian seolah-olah
beliau sedang
melakukan suatu manuver yang hidup bersama para sahabatnya untuk melawan
musuh mereka yaitu
hawa nafsu dengan segala ketamakannya kepad harta dan rampasan.
Suatu manuver
betapapun , sangat bermanfaat. Hasil negatif dari suatu manuver mungkin saja
faedahnya lebih besar
daripada hasil yang positif.
6.- Abu Dujanah
setelah mengambil pedang dari tangan Rasulullah saw langsung berjalan
mengelilingi barisan
kaum Muslimin dengan cara yang amat pongah, tetapi tindakan ini tidak
diingkari oleh
Rasulullah saw. Beliau hanya berkomentar :
„Ini adalah gaya
berjalan yang dimurkai Allah swt, kecuali di tempat seperti ini
(peperangan):“
Hal ini menunjukkan
bahwa setiap bentuk kesombongan yang diharamkan dalam
situasi biasa,
terhapus keharamannya dalam situasi perang. Di antara bentuk kesombongan
yang diharamkan
kepada setiap Muslim ialah berjalan dengan cara sombong, tetapi hal
tersebut menjadi
kebaikan di medan peperangan. Di antara bentuk kesombongan yang
diharamkan ialah
menghias rumah atau bejana dengan emas dan perak. Tetapi menghiasi alat38
alat perang dan
senjatanya dengan emas dan perak tidak dilarang. Kesombongan yang
ditampakkan di sini
(dalam situasi perang) pada hakekatnya hanyalah merupakan ungkapan
kewibawaan Islam di
hadapan musuh-musuhnya , di samping merupakan perang urat saraf
yang tidak boleh
dilupakan fungsinya oleh kaum Muslimin.
7.- Jika kita
perhatikan masa berlangsungnya peperangan antara kaum Muslimin dengan
musuh mereka di Uhud
ini maka kita mendapat dua titik perhatian :
Pertama,
Di saat kaum Muslimin
menjaga tempat-tempat mereka dan memelihara perintah-perintah
yang mereka terima
dari penglima mereka (Nabi saw). Apa hasil dari komitmen ini ?
Kemenangan begitu
cepat diraih kaum Muslimin sehingga tidak lama berhasil mengbrakabrik
barisan lawan. Rasa
takut begitu cepat merayap ke dalam hati kaum Kafir yang
berjumlah tiga ribu
itu sehingga mereka meninggalkan medan perang. Bagian inilah yang
dikomentari oleh ayat
al-Quran :
„Dan sesungguhnya
Allah swt, telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu
membunuh mereka
dengan ijin-Nya.“ QS Ali-Imran : 152
Kedua,
Di saat kaum Muslimin
mengejar kaum Musyrikin untuk menumpas setiap orang yang
berhasil ditangkap
dan mengambil barang-barang rampasan. Pada saat itulah para pasukan
pemanah melihat dari
atas gunung saudara-saudara mereka menebaskan pedang kepada
musuh-musuh mereka
yang lari meninggalkan medna pertempuran, dan kembali dengan
membawa harta dan
barang rampasan. Lalu timbullah keinginan mereka untuk ikut
mengumpulkan barang
rampasan. Keingina inilah yang mengusik pikiran mereka sehingga
timbullah anggapan
bahwa masa berlakunya perintah-perintah yang diterima dari Rasulullah
saw itu telah
berakhir, dan mereka merasa sudah tidak terikat lagi dengan pesan-pesan itu
serta tidak perlu
lagi menunggu ijin dari Rasulullah saw untuk meninggalkan tempat mereka.
Kendatipun ijtihad
mereka ini ditentang oleh sebagian temannya terutama Amir (komandan
regu) mereka,
Abdullah bin Jubair, tetapi mereka tetap turun dan ikut mengambil barang
rampasan. Apakah
akibat dari tindakkan ini?
Rasa takut sebelumnya
menyelimuti hati kaum Musyrikin kini berubah menjadi suatu
keberanian baru!
Khalid bin Walid yang tadinya lari menyurut pun kini mulai melihat peluang
dan pintu untuk
melancarkan serangan. Ia mengamati tempat-tempat di sekitarnya. Akhirnya
ia mengetahui bahwa
gunung yang semula dijaga dengan ketat kini telah ditinggalkan oleh
pasukan pemanah. Lalu
muncullah ide-ide kemiliteran di dalam benaknya. Dan bersama
dengan pasukan
Musyrikin Khalid bin Walid pun dengan cepat menyerbu ke atas gunung dan
berhasil membunuh
beberapa orang pasukan pemanah yang tidak ikut turun, lalu mereka
dengan mudah
menguasai medan dan melancarkan serangan balik menghujani panah kaum
Muslimin dari
belakang. Kali ini giliran kaum Muslimin yang dicekam rasa takut seperti yang
telah kita ketahui.
Bagian inilah yang dikomentari oleh Allah swt melalui firman-Nya :
„…sampai pada saat
kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu serta mendurhakai perintah
(Rasulullah saw)
sesudah Allah swt memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di
antaramu ada orang
yang menghendaki dunia dan apa pula yang menghendaki akherat.
Kemudian Allah swt
memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu ….“ QS Ali-Imran
: 152
Perhatikanlah !
Betapa berat resiko yang harus dihadapi akibat kesalahan besar
tersebut ? Betapa
resikoitu menimpa semua personel kaum Muslimin !
Kesalahan yang
dilakukan oleh beberapa orang di dalam pasukan kaum Muslimin
telah menimbulkan
bencana tragis yang menimpa semua orang. Bahkan Rasulullah saw pun
tidak luput dari
akibatnya. Itulah Sunnatullah yang berlaku di alam semesta ini. Keberadaan
Rasulullah saw di
tengah-tengah pasukan itu pun tidak dapat menangkal keberlangsungan
Sunnatullah itu.
Sekarang
bandingkanlah. Lebih besar mana antara kesalahan yang dilakukan oleh
beberapa orang
(pasukan pemanah) tersebut dengan sekian kesalahan yang dilakukan oleh
kaum Muslimin pada
hari ini, dalam berbagai aspek kehidupan kita, baik yang umum ataupun
yang khusus ?
Renungkanlah semua ini, agar anda dapat menggambarkan betapa kasih sayang
Allah kepada kaum
Muslimin , karena tidak menghancurkan mereka sekalipun mereka
melakukan berbagai
kesalahan dan mengabaikan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar dan
bersatu dalam satu
Kalimat.
Dengan demikian,
jelaslah bagi anda mengapa bangsa-bangsa Islam tidak berdaya
menghadapi
negara-negara tiran yang tidak percaya kepada Allah swt.
8.- Dalam peperangan
ini Nabi saw mengalami cedera dan luka parah. Terperosok ke dalam
lubang , bocor
kepalanya, patah gigi, dan darahnya mengalir deras di wajahnya. Semua ini
merupakan salah satu
akibat dari kesalahan tersebut. Kesalahan beberapa orang prajurit
karena melanggar
perintah pimpinan. Tetapi apakah hikmah disebarluaskannya desas-desus
tentang kematina
Rasulullah saw, di barisan kaum Muslimin ?
Jawabannya,
Sesungguhnya
keterikatan kaum Muslimin dengan Rasulullah saw dan keberadaannya di
antara mereka
sedemikain kuat, sehingga mereka tidak dapat membayangkan perpisahan
dengan Rasulullah
saw. Kematian Rasulullah saw adalah sesuatu yang tidak pernah terlintas
dalam benak mereka.
Seolah-olah mereka membuang jauh-jauh kenyataan ini dari pikiran
mereka. Tidak
diragukan lagi seandainya berita kematian Rasulullah saw itu benar, niscaya
berita itu akan
meremuk-redamkan hati mereka dan mengguncangkan keimanan mereka,
bahkan akan
menimbulkan keguncangan jiwa yang demikian dasyat pada sebagian besar di
antara mereka.
Hikmah dari isu
kematian Rasulullah saw, bahwa ia menjadi salah satu pengalaman
dan pelajaran
kemiliteran yang sangat penting agar kaum Muslimin menyadari akan suatu
hakekat yang harus
dihadapinya, sehingga mereka tidak kembali murtad apabila Rasulullah
saw harus
meninggalkan mereka.
Demi untuk
menjelaskan pelajaran penting ini maka diturunkanlah ayat al-Quran
sebagai komentar
terhadap kelemahan dann keterkejutan yang menimpa kaum Musyrikin
ketika mendengar
berita kematian Rasulullah saw. Firman Allah :
„Muhammad ini tidak
lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh sebelumnya telah berlalu
beberapa orang Rasul.
Apakah jika dia wafat atau gugur dibunuh kamu berbalik kembali
(murtad) ? Siapa saja
yang murtad maka dia sama sekali tidak dapat mendatangkan mudharat
kepada Allah
sedikitpun, dan Allah kelak memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur. QS
Ali-Imran : 144
Hasil positif dari
pelajaran ini tampak dengan jelas ketika Rasulullah saw benar-benar
meninggalkan mereka
(wafat). Peristiwa (issu) Uhud inilah, dengan segenap ayat al-Quran
yang diturunkan
menyusul issu tersebut, yang memperingatkan dan menyadarkan kaum
Muslimin kepada
kenyataan ini, Sehingga mereka dengan berat hati dan rasa sedih telah siap
menerima kematian
Rasulullah saw , dan memikul beban amanah yang ditinggalkannya :
Dakwah dann Jihad di
jalan Allah swt. Mereka bangkit memikul amanah dengan keimanan
yang kokoh dann
ketakwaan yang mantap kepada Allah swt.
9.- Mari kita
renungkan kematian yang telah merengut nyawa para sahabat Rasulullah saw
demi membela dan
menyelamatkan Rasulullah saw dari berondongan anak panah dan
lemparan batu. Satu
demi satu, mereka berguguran di bawah hujan panah. Mereka berjuang
dengan semangat
tinggi demi menjaga nyawa Rasulullah saw , tanpa menghiraukan resiko
yang ada … Dari
manakah sumber pengorbanan yang menakjubkan ini ?
Kesemuanya ini tidak
lain hanyalah bersumber dari :
Pertama,
Keimanan kepada Allah
swt dan Rasul-Nya.
Kedua,
Kecintaan kepada
Rasulullah saw keduanya itu merupakan sumber dan sebab munculnya
perngorbanan yang
menakjubkan tersebut. Setiap Muslim sangat memerlukan kedua hal ini.
Tidaklah cukup
seseorang mendakwakan diri beriman kepada masalah-masalah aqidah yang
harus diimani,
sebelum hatinya jaga dipenuhi oleh cinta kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Oleh sebab itu
Rasulullah saw bersabda :
„Tidaklah beriman
seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya daripada
hartanya, anaknya,
dan semua manusia.“ (HR Muttafa‘alaihi)
Ini karena Allah swt
telah memberikan perangkat akal dan hati pada diri manusia.
Dengan akal , manusia
dapat berpikir kemudian mengimani hal-hal yang wajib diimani.
Sedangkan dengan
hati, manusia dapat mempergunakannya untuk mencintai hal-hal yang
dicintai Allah swt
dan dan memenci hal-hal yang dibenci Allah swt, Rasul-Nya dan hambahamba-
Nya yang shalih,
niscaya akan dipenuhi oleh cinta hawa nafsu dan hal-hal yang
diharamkan. Jika hati
telah dipenuhi oleh cinta hawa nafsu dan kemungkaran maka janganlah
diharap bahwa
keyakinan seseorang (yang tidak disertai oleh rasa cinta itu) akan dapat
menumbuhkan
pengorbanan.
Seringkali
dibicarakan tentang keinginan untuk menegakkan keutamaan (kebahagiaan)
berdasarkan akal
semata-mata. Tetapi kokohnya landasan ini ? Inikah landasan yang baik ?
Sesungguhnya
keutamaan, sebagaimana mereka katakan adalah sistem. Tetapi apakah
keyakinan terhadap
sistem ini dapat mengatasi kebahagiaan saya yang bersifat khusus ?
Sebenarnya prinsip
yang dikhayalkan itu tidak lain hanyalah sekedar permainan kata. Tidak
dalam kejahatanpun
merupakan kecintaan kepada sistem dalam bentuk yang berlainan.
Oleh sebab itu
pemerintah Amerika tidak dapat berpegang pada yang yang diyakini
sebagai sesuatu yang
berfaedah pada saat mengumumkan pengharaman khaar dan pelarangan
penjualan di
masyarakat pada tahun 1933. Karena, tidak lama setelah pelarangan tersebut para
pembuat keputusan itu
sendiri yang memelopori pelanggaran undang-undang tersebut.
Mereka tidak seorang
terhadap keputusan yang dibuatnya sendiri. Akhirnya mereka
menghapuskan kembali
undang-undang itu dan kembali meneguk khamar dengan leluasa.
Sementara itu para
sahabat Rasulullah saaw yang pada waktu itu secara peradaban
pengetahuan tentang
berbagai bahaya dan faedah jauh di bawah orang-orang Amerika kini
begitu mendengar
perintah Allah agar menjauhi khamar, seketika mereka langsung
menghancurkan
botol-botol, guci-guci dan kantung-kantung penyimpangan khamar mereka
seraya berteriak :
„Kami berhenti ya
Allah, kami berhenti!“
Perbedaan antara dua
gambaran dan realitas ini sangat jelas. Pada masyarakat Muslim
ada sesuatu yang
bersemayam di hatinya yang mengendalikan hawa nafsunya untuk
mengikuti perintah
dan hukum Allah.
Kecintaan yang
terdapat di dalam hati para sahabat Rasulullah saw inilah yang
membuat mereka bersedia
menyerahkan nyawa mereka demi melindungi Rasulullah saw.
Dalam perang Uhud ini
kita dapat menyaksikan berbagai pengorbanan yang menakjubkan
yang mengungkapkan
pengaruh cinta ini di hati para sahabat.
Ibnu Hisyam
meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda kepada para sahabatnya :
„Siapa di antara
kalian yang bersedia mencari berita untukku tentang keadaan Sa‘ad bin Rabi
? Masihkah ia hidup
atau sudah matikah ? Salah seorang Anshar menyatakan kesediaannya,
kemudian pergi
mencari Sa‘ad bin Rabi. Akhirnya Sa‘ad ditemukan dalam keadaan luka
parah, sedang menanti
datangnya ajal. Kepadanya orang Anshar itu memberitahu :“Aku
disuruh Rasulullah
saw untuk mencari engkau, apakah engkau masih hidup atau telah mati…“
Sa‘ad menjawab :“
Beritahukan kepada beliau, bahwa aku sudah mati, dan sampaikanlah
salamku kepada
beliau. Katakan kepada beliau, bahwa Sa‘ad bin Rabi menyampaikan ucapan
kepada anda (yakni
Rasulullah saw ) : Semoga Allah swt melimpahkan kebajikan sebesarbesarnya
atas kepemimpinan
anda sebagai seorang Nabi yang telah diberikan kepada
ummatnya ! Sampaikan
juga salamku kepada pasukan Muslimin , dan beritahukan bahwa
Sa‘ad bin Rabi
berkata kepada kalian :
„Allah tidak akan
memaafkan kalian jika kalian meninggalkan Nabi saw, sedangkan masih
ada orang-orang hidup
di antara kalian.“
Orang Anshar itu
melanjutkan ceritanya :“Belum sampai kutinggalkan, Sa‘ad pun
wafat. Aku lalu
segera menghadap Nabi saw dan kusampaikan kepada beliau pesan-pesannya.
Jika cinta seperti
ini telah menyelinap dan bertahta di dalam hati setiap diri kaum
Muslimin pada hari
ini, sehingga menjauhkan mereka dari syahwat dan egoisme mereka,
dapatlah saya katakan
:“ Saat itulah kaum Muslimin akan tampil sebagai generasi baru dan
mampu merebut
kemenangan merka dari benteng-benteng kematian, serta mengalahkan
musuh-musuh mereka
betapapun rintangan yang harus dihadapinya.“
Jika anda bertanya
tentang media untuk mencapai cinta ini, ketahuilah bahwa ia harus
dicapai melalui
banyak melakukan dzikir dan shalawat kepada Rasulullah saw banyak
merenungkan
tanda-tanda kekuasaan Allah swt dan nikmat-nikmat-Nya yang dilimpahkan
kepada kita,
menghayati sirah Rasulullah saw dan akhlak-akhlaknya yang kesemuanya itu
dilakukan setelah
kemantapan (istiqmah) dan ibadah secara khusyu‘ dan berkomunikasi
dengan Allah swt di
setiap saat.
10.- Seperti
disebutkan dalam riwayat Bukhari bahwa Nabi saw memerintahkan penguburan
mayat-mayar para
Syuhada berikut bercak-bercak darah yang merekat pada mereka dan tanpa
menshalatkannya.
Setiap satu kubur diisikan dua orang Syuhada.
Peristiwa ini
dijadikan dalil oleh para ulama bahwa orang yang syahid dalam
pertempuran jihad
tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. Ia harus dikuburkan sebagaimana
adanya.
Imam Syafi‘I berkata
:“Secara mutawatir hadits-hadits menyebutkan bahwa Nabi saw
tidak menshalatkan
mereka (syuhadah). Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi saw
menshalatinya
(Hamzah) sebanyak tujuh puluh kali , adalah riwayat lemah dan keliru.“
Para Ulama juga
berpendapat , berdasarkan peristiwa ini, bahwa apabila keadaan
dharurat maka
dibolehkan penguburan lebih dari satu orang dalam satu kubur. Jika tidak
dharurat tidak
dibolehkan.
11.- Kalau kita
perhatikan apa yang dilakukan Rasulullah saw bersama para sahabatnya
setelah sehari tiba
di Madinah (mengejar kembali musuh Musyrikin di Hamra‘ul Asad),
tampaklah kepada kita
suatu pelajaran pertempuran Uhud secara jelas dan sempurna, di
samping tampak pula
bagi kita masing-masing dari kedua hasilnya baik yang positif ataupun
yang negatif. Secara
jelas dan pasti, terlihat bahwa kemenangan ini hanya bisa dicapai dengan
kesabaran, ketaatan
kepada perintah-perintah pimpinan yang baik, dan tujuan yang murni
semata-mata demi
agama.
Seperti telah kita
ketahui, bahwa begitu Nabi saw mengumumkan agar pengejaran
musuh dilakukan ,
para sahabat yang kemarin ikut berperang serta merta berkumpul dan
melaksanakan tugas
tanpa menghiraukan luka yang dideritanya bahkan belum ada yang
sempat beristirahat
di rumahnya. Mereka segera berangkat mengikuti Rasulullah saw
mengejar kaum
Musyrikin yang sedang dimabuk kemenangan. Pada kali ini tidak seorang pun
di antara kaum
Muslimin yang memiliki ambisi untuk merebut ghanimah atau kepentingan
duniawi. Mereka hanya
ingin mencapai kemenangan atau syahid di jalan Allah, walaupun
dengan berbalut luka
yang masih mengucurkan darah.
Tetapi bagaimanakah
hasilnya ?
Kemenangan yang baru
saja dirayakan oleh kaum Musyrikin ini tidak mampu mereka
pertahankan atau
lanjutkan, sebagaimana halnya luka parah yang diderita oleh kaum
Muslimin itu tidak
menghalangi sama sekali untuk merebut kembali kemenangan.
Bagaimana jalan ke
arah ini ? Jalannya ialah mukjizat Ilahi untuk menyempurnakan
pelajaran dan
pembinaan kepada kaum Muslimin. Secara tiba-tiba hati kaum Musyrikin
merasa gentar karena
membayangkan apa yang diceritakan oleh seorang kawan mereka
tentang kaum
Msulimin, bahwa Muhammad dan para sahabatnya kali ini datang membawa
kematian untuk
disebarkan di antara mereka, sehingga mereka pun lari tunggang langgang
kembali ke Mekkah
dengan hati kecut.
Bagaimana rasa takut
kepada kaum Muslimin ini dapat masuk ke dalam hati mereka ,
padahal mereka baru
saja memukul mundur kaum Muslimin ? Hal ini terjadi semata-mata
karena kehendak Ilahi
yang telah menjadikan peristiwa ini secara keseluruhan sebagai
pelajaran penting
bagi kaum Muslimin, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Sebagai penutup dan
kelengkapan pelajaran Uhud, turunlah firman Allah :
„Orang-orang yang
mentaati perintah Allah swt, dan Rasul-Nya setelah mereka mendapat
luka (dalam
pertempuran Uhud) bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka
dan orang yang
bertakwa ada pahala yang besar. (Yaitu) orang-orang yang kepada mereka ada
orang-orang yang
mengatakan :“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka.“ Namun, justru perkataan itu
menambah keimanan
mereka. Dan mereka menjawab :“ Cukuplah Allah swt menjadi
Penolong kami dan
Allah swt adalah sebaik-baik Pelindung.“ Maka mereka kembali dengan
nikmat dan karunia
yang besar dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa , mereka
mengikuti keridhahan
Allah swt. Dan Allah swt mempunyai karunia yang besar.“
QS Ali-Imran : 172-17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar