Asalamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh
kutbah pertama
1. Hukum orang yang meninggalkan
shalat.
Shalat adalah tiang agama Islam,[2]
ibadah badaniyyah paling pokok,[3] syari’at semua para Rasul,[4] hal yang
paling pertama dihisab dihari kiamat,[5] dan wasiat terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya
tatkala hendak meninggal dunia.[6] Orang yang mengingkari kewajiban shalat yang
lima waktu dan dia itu hidup dikalangan kaum muslim, maka dia itu di anggap
keluar dari Islam meskipun dia itu melaksanakannya, ini berdasarkan ijma kaum
ulama kaum muslimin.
[7] Meninggaalkan shalat fardlu
dosanya lebih besar dari dari dosa membunuh jiwa, mengambil harta orang, zina,
mencuri, minum khamr[8]. Dan orang yang meninggalkan shalat karena malas sedangkan
dia itu meyakini kewajibannya, maka dia juga dianggap kafir murtad[9]dari agama
Islam sesuai pendapat yang paling benar, berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
Firman Allah ta’ala :
فَإِنْ
تَابُوْا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَاِنكُمْ فِي
الدِّيْنِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaranu
seagama.[10]
Allah ta’ala mensyaratkan untuk adanya
ukhuwwah (persaudaraan Islam) antara kaum musyrikin dan kaum mu’minin dengan
tiga syarat: Taubat dari syirik, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Bila
salah satu dari yang tiga itu tidak mereka penuhi, maka mereka itu bukan
saudara kita seagama, padahal ukhuwwah itu tidak tiada dengan sekedar maksiat,
karena Allah ta’ala masih menetapkan ukhuwwah antara orang muslim yang membunuh
dengan saudara seimannya yang dibunuhnya dalam firman-Nya ta’ala:
Kedua : Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
بَيْنَ
الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Antara seseorang dengan kemusyrikan
dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
لاَ
تُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَتْرُكُوا الصَّلاَةَ عَمْدًا فَمَنْ
تَرَكَهَا عَمْدًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ خَرَجَ مِنَ الْمِلَّةِ
“Janganlah kalian menyekutukan sesuatu
dengan Allah, dan janganlah kalian meninggalkan shalat dengan sengaja, karena
barang siapa meninggalkannya dengan sengaja, maka dia telah keluar dari agama
Islam.[19]
Adapun menurut akal: Sesungguhnya
tidak mungkin orang yang memiliki keimanan meskipun sebesar biji sawi terus dia
selalu meninggalkan shalat[26], maka ketika dia tidak shalat berarti dia tidak
memiliki iman sedikitpun.
2. Konsekuensi bagi orang yang
meninggalkan shalat.
Setelah kita mengetahui bahwa orang
yang meninggalkan shalat adalah kafir, maka kita harus mengetahui konsekuensi
bagi orang yang meninggalkan shalat itu supaya kita tidak terjerumus dalam
hal-hal itu:
Pertama: Dia tidak halal menikah dengan wanita
muslimah, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ
فَامْتَحِنُوْهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيْمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ
مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوْهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَهٌمْ وَلاَ
هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila
datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu
uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka
jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir, mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal
pula bagi mereka.[27]
Dan firman-Nya ta’ala:
وَلاَ
تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى يُؤْمِنُوْا
“Dan jangalah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman.[28]
Dan barangsiapa memaksakan kehendak
kemudian menikahkan puterinya yang muslimah kepada laki-laki yang tidak shalat,
maka pernikahannya batal/tidak sah dan wanita ini tidak halal bagi laki-laki
itu, dan pernikahan itu harus dibatalakan. Dan bila Allah ta’ala memberinya
hidayah sehingga dia mau shalat maka harus melakukan akad baru nikah lagi.
Tanbih penting:
Kedua:
Gugurnya hak perwalian. Bila yang
meninggalkan shalat itu adalah bapak atau saudara atau orang yang memiliki hak
perwalian bila dia itu muslim, maka hak perwaliannya itu gugur karena dia
meninggalkan shalat. Tidak boleh seorang bapak yang tidak shalat menjadi wali
bagi pernikahan puterinya yang muslimah, saudara laki-laki yang tidak shalat
tidak boleh menikahkan saudarinya yang muslimah, karena tidak ada perwalian
orang kafir atas orang muslim,[40] berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَلَنْ
يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir atas orang-orang mu’min.
Bila ada muslimah yang semua
wali-walinya tidak shalat maka walinya adalah pihak yang berwenang.
Ketiga:
Gugurnya hak pengurusan (hadlanah) atas anak-anaknya,
karena tidak hak hadlanah bagi orang kafir atas orang muslim, berdasarkan
firman-Nya ta’ala: dalil sama no 2
Keempat:
Sembelihannya tidak halal. Bila orang
yang tidak shalat menyembelih hewan, maka sembelihannya tidak halal dimakan,
karena di antara syarat halalnya hewan sembelihan yaitu si penyembelihnya harus
orang orang muslim atau ahlu kitab (Yahudi dan Nashrani), sedangkan orang yang
murtad itu bukan termasuk mereka, maka sembeliahnnya haram, jadi sembelihan
orang yang tidak shalat itu lebih busuk dari sembelihan orang Nashrani dan
Yahudi.[43] Bahkan bila seseorang murtad dari Islam masuk agama nashrani tetap
sembelihannya tidak halal, karena status dia masuk agama Nashrani tidak diakui
oleh Islam.
Kelima:
Dia
tidak diperbolehkan masuk ke kota Mekkah dan tanah haramnya,[44] berdasarkan
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُوا
الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka
mendekati Mesjidil Haram sesudah tahun ini”.
Keenam:
Bila salah satu anggota keluarganya,
atau kerabatnya meninggal dunia, maka dia tidak berhak mendapat warisan.[46]
Dan dia dianggap tidak ada, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلاَ
الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
“Orang muslim tidak mewarisi orang
kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim. (Al Bukhari dan Muslim).
Ketujuh:
Bila dia mati, tidak boleh dimandikan,
tidak pula dikafani, tidak pula dishalatkan, dan tidak pula dikuburkan
dipekuburan kaum muslimin firman Allah
ta’ala:
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَنْ يَسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ
وَلَوْ كَانُوْا أُولِيْ قُرْبَى مِنْ بَعْدَ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ
أَصْحَابُ الْجَحِيْمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang
yang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya),
sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka Jahannam.
Allah melarang Nabi dan orang-orang
mu’min untuk memintakan ampunan bagi orang-orang musyrik, dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa meninggalkan shalat
adalah macam dari sekian kemusyrikan[49]
Kedelapan:
Seluruh amalan orang
yang meninggalkan shalat tidak ada artinya dan tidak sah,[50] berdasarkan
Firman Allah ta’ala:
وَلَوْ
أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوْا
يَعْمَلُوْنَ
“Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka aamalan yang telah mereka kerjakan”.
Kesembilan:
Pada
hari kiamat dia digiring bersama Firaun, Haman, Qarun, dan Ubaiy Ibnu Khalaf
yang merupakan tokoh-tokoh
kekufuran, dan dia tidak akan masuk surga
selama-lamanya.[52] Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا
وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ
تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَلاَ بُرْهَانًا وَلاَ نَجَاةً وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ
وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ
“Barangsiapa menjaganya (shalat), maka
dia itu baginya menjadi cahaya, bukti, dan keselamatan di hari kiamat, dan
barang siapa tidak menjaganya, maka dia itu tidak menjadi cahaya bagianya,
tidak menjadi bukti, dan tidak menjadi keselamatan. Dan di hari kiamat dia itu
(digiring) bersama Qarun, Firaun, Haman, dan Ubaiy Ibnu Khalaf.
kutbah kedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar