Teleportasi memiliki arti pemindahan sesuatu (materi) dari
satu titik ke titik lain melalui sebuah proses penguraian dan pengembalian
kembali susunan dari sesuatu tersebut. Kalau pernah menonton film Star Trek,
Battle Star of Galactica, Time Tunnel, atau Time Machine, atau The One nya Jet
Lee,pasti tergambar proses teleportasi, dimana sosok Capt.Kirk dan Spok dapat
berlanglang buana ke berbagai tempat di angkasa ini melalui mesin teleportasi.
Atau tokoh Triple James yang berpetualang di antar galaksi dalam mencari tempat
kehidupan baru bagi ras manusia, dengan menggunakan kendaraan berkecepatan
cahayanya (teknologi warp). Atau Time Tunnel, dimana sekelompok manusia
melewati lorong waktu berkelana ke dunia lain melalui lubang cacing (wormhole,
istilah ilmiah/fisika untuk menjelaskan adanya lorong antar dimensi yang dapat
menembus waktu dan ruang). Dan terakhir Time Machine, dimana sosok Adam (tokoh
dalam film) mencari pembalikan takdir untuk menjumpai istrinya kembali sebelum
terjadi kecelakaan dan terjebak dalam beberapa zaman melalui mesin waktu
ciptaannya. Ya…semua itu adalah sci-fi atau fiksi ilmiah yang akan menerbangkan
imajinasi penonton berkenaan dengan waktu. Tetapi jangan lupa, dalam Al Qur’an
pun membicarakan sesuatu tentang teleportasi ini…
Dalam Al Qur’an ada ayat yang membicarakan peristiwa
teleportasi ini yaitu berkenaan dengan peristiwa pemindahan Singgasana Ratu
Bilqis dari negeri Saba’. Dalam Qur’an Surat an Naml (27) ayat 38 – 40 yang
artinya, “Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu
sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku
sebagai orang-orang yang berserah diri”, Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari
golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu
sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya”, Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu
dari AI Kitab : “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya,
iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia“.
Ada dua tawaran untuk hal pemindahan singgasana Sang Ratu
Bilqis, yaitu yang pertama dari bangsa Jin dalam hal ini diwakili Ifrit yang
memiliki kemampuan melalui ilmunya (teknologi mereka) dapat memindahkan
singgasana tersebut dengan hitungan waktu sesaat, yang digambarkan ‘sebelum
Nabi Sulaiman as berdiri dari tempat duduknya’. Yang kedua adalah tawaran dari
seseorang yang memiliki ilmu dari Al Kitab (apakah itu Kitab terdahulu dalam
hal ini Zabur dan Taurat, atau kitab Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka
kuasai saat itu). Ia mampu memindahkan singgasana dengan hitungan waktu yang
lebih cepat dari tawaran Ifrit, yaitu dalam waktu sekejap yang digambarkan
sebelum mata Nabi Sulaiman as berkedip. Subhanallah… .
Yang jadi pertanyaan adalah : apakah sang ilmuwan ini hanya
mengandalkan doa semata-mata selayaknya kemampuan Allah mencipta dengan
mengatakan ‘Kun’, ini mustahil. Atau hanya sekedar mengandalkan kekuatan doa
agar dikabulkan Allah SwT untuk memindahkannya, ini pun mustahil. Mengapa? ini seolah Nabi Sulaiman as tidak memiliki
kekuatan doanya secara langsung kepada Allah SwT sebagai seorang Nabi yang
memiliki kedudukan khusus di sisi Allah yang justru jauh dari apa yang dimiliki
oleh hanya seorang pembesarnya (menterinya) yang berilmu. Demikian juga waktu
yang dilakukan untuk berdoa dengan mata berkedip, lebih cepat mata berkedip.
Apakah hanya mengatakan kata tertentu? Mustahil juga, layaknya sebuah sihir
‘abrakadabra’. Ilmu (teknologi) apakah ini? Yang jelas ini merupakan sebuah
ilmu teknologi canggih yang terjadi pada saat itu dan tidak dapat dikuasai lagi
di abad berikutnya. Mengapa? Karena Nabi Sulaiman as sendiri yang meminta
melalui doanya, sebagaimana tercantum dalam Qur’an Surat Shaad (38) ayat 35
yang artinya,”Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”.
Bayangkan bila teknologi itu dapat dikuasai pada saat ini…
pasti semakin banyak kejahatan yang terjadi yang memanfaatkan teknologi
tersebut. Dan untung hanya sebatas pada film-film sci-fi (sciencefiction). Atau
akan menjadi kufur karena tidak percaya dengan apa yang sudah ditetapkan Allah
(Takdir).
Teleportasi berikutnya dalam bentuk perjalanan atau transfer
sesuatu adalah :
1.Peristiwa “al Maidah” permintaan Nabi Isa as kepada Allah
SwT (QS. Al Maidah 5 ayat 114-115),
2.Peristiwa “al Maidah” Maryam binti Imron, ibunda Isa as
yang kedapatan makanan di mihrabnya saat Zakariya as mengetahui keberadaan
makanan tersebut (QS.Ali Imron 3 ayat 37),
3.Peristiwa perjalanan Sulaiman as dengan menggunakan angin
(QS.Saba 34 ayat 12),
4.Peristiwa teleportasi Isa as ke suatu tempat yang hanya
Allah tahu dalam rangka penyelamatan Allah terhadap dirinya (Nabi Isa as) dari
Fitnah. (QS. An Nisa 4 ayat 158 – 159),
5.Peristiwa Isra’ dan Mi’raj nya Rasulullah Muhammad SAW
(QS. Isra 17 ayat 1).
Nah, peristiwa teleportasi ini jelas pasti berhubungan
dengan masalah ‘waktu’ dan ‘tempat’, maka banyak sekali dalam Al Qur’an, Allah
bersumpah dengan nama ciptaanNya agar supaya manusia memperhatikan ada apa
dibalik nama ciptaanNya tersebut. Semisal ‘Demi Waktu Ashar’ , ‘Demi Waktu Fajar’,
‘Demi Waktu Dhuha’, ‘Demi Waktu Siang’, ‘Demi Waktu Malam’, dan masih banyak
lagi yang berkenaan dengan waktu. Belum lagi berkenaan dengan sebuah peristiwa
atau tempat-tempat tertentu. Tidak lain adalah bagaimana kita sebagai manusia
memperhatikan hal-hal demikian, ada rahasia apa dibalik demikian. Paling tidak
sebagaimana ujian teleportasi pada nabi Sulaiman as yang ia katakan adalah
““Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya dan kekuasaan-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar (akan nikmat-Nya dan kekuasaan-Nya), maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia“. Atau sebagai tolok ukur manusia untuk melihat
perkembangan amaliyahnya ketika ia masih berada di dunia ini, sebagaimana apa
yang diinginkan Allah SwT dalam QS. Al Mulk 67 ayat 2 yaitu “(Dialah Allah)
Yang menjadikan mati (peristiwa kematian) dan hidup (peristiwa kehidupan),
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Wallahu a’lam bish Shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar