Negeri Turki sebagaimana dalam cerita dan dongong-dongeng masa kecil
saya dalam buku majalah popular anak-anak pada masa itu, adalah negeri
yang terlukiskan indah dengan beragam adat budaya yang khas ketimuran
berbalur eropa.
Republik Turki disebut Türkiye, sebuah
negara besar di kawasan Eurasia. Wilayahnya terbentang dari
Semenanjung Anatolia di Asia Barat Daya dan daerah Balkan di Eropa
Tenggara.
Laut Marmara yang merupakan bagian dari Turki digunakan untuk menandai
batas wilayah Eropa dan Asia, sehingga Turki dikenal sebagai negara
transcontinental. Disebabkan oleh lokasinya yang strategis di
persilangan dua benua, budaya Turki merupakan campuran budaya Timur dan
barat menjadi hal unik yang sering diperkenalkan sebagai jembatan
antara dua buah peradaban.
Ada banyak sekali tempat wisata dan tempat bersejarah yang bisa dan
wajib dikunjungi selama berada di Turki. Wah, kalau tidak mengingat
waktu, bisa jadi tempat-tempat tersebut baru akan habis setelah
berbulan-bulan.
Di kunjungan saya, ada beberapa tempat yang saya telusuri dan mungkin
bisa menjadi bahan referensi untuk juga dikunjungi teman-teman di suatu
saat nanti. Semuanya menjanjikan keunikan dan keindahan yang langka
kita temui di tempat lain karena perpaduan budaya dua benua.
Istanbul
Istanbul adalah salah satu kota terbesar dan terpenting di Turki dan
dikenal dengan nama Konstantinopol (bukan Konstantinopel – Rev.)* atau Byzantium.
Ibukota Turki sebenarnya adalah Ankara namun kota Istanbul mengambil
peranan penting sebagai kota perdagangan dan peradaban budaya. Di
Istanbul ada beberapa tempat yang bisa kita kunjungi sebagimana yang
saya paparkan berikut.
Blue Mosque
Landmark kota Istanbul sepertinya adalah Blue Mosque. Sebagaimana
menara Eiffel di Paris, masjid ini adalah salah satu ikon terkenal
milik Istanbul. Ada enam menara Blue Mosque yang seolah mendominasi
kawasan Sultanahmet, distrik tertua di Istanbul. Desain bangunan masjid
ini juga terlihat sangat menarik dengan kubah-kubahnya yang artistik
dan khas.
Jika diperhatikan seksama, bangunan ini ternyata menyerupai bentuk
Hagia Sophia, bangunan lain yang terletak tak jauh dari Blue Mosque.
Di cuaca yang dingin itu, saya dan pengunjung Blue Mosque yang lain
dalam antrian panjang. Sesekali saya mengambil foto sekitar masjid.
Bangunan khas Eropa yang kebanyakan dari bebatuan terlihat mendominasi
keseluruhan bangunan tua tersebut. Saat kita memasuki dalam masjid yang
dibangun pada 1609 ini, kita wajib melepas alas sepatu yang kita
kenakan. Masjid ini akan ditutup untuk umum pada jam-jam sholat.
Dinding bagian dalam Blue Mosque berhiaskan 20 ribu keping keramik
berwarna biru. Itulah ternyata kenapa masjid ini disebut Blue Mosque.
Memiliki 260 jendela dan bagian dalamnya dihiasi berbagai ornamen
abstrak yang bernilai seni tinggi.
Hagia Sophia
Obyek wisata yang juga tergolong wajib dan menarik dikunjungi di Istanbul adalah Hagia Sophia atau Aya Sofia.
Bangunan bersejarah yang berumur sekitar 1500 tahun ini selama berdiri
dalam riwayatnya adalah sebuah Gereja yang kemudian dimasa Kesultanan
Sultan Mehmet II dirubah menjadi Masjid.
Pada masa Sultan Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan
mengubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Mengganti
tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit
dan menutupi hiasan-hiasan yang semula ada di dalam Gereja Hagia
Sophia dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar dan perabotan-perabotan
lain juga dihilangkan. Patung-patung dan lukisan-lukisannya sudah
dicopot atau ditutupi cat. Lantas selama hampir 500 tahun bangunan
bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.
Adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam
dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula
berupa atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai berubah menjadi atap
meruncing. Setelah mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik
awal dari pengembangan bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan
perkasa dan vertikal. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya gaya baru
dalam penampilan masjid, yaitu pengembangan lengkungan-lengkungan pada
pintu-pintu masuk, untuk memperoleh kesan ruang yang lebih luas dan
tinggi.
Namun, sejak masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, beliau di tahun
1937 mengubah bangunan ini menjadi Museum. Penguasa Turki dari kelompok
Muslim nasionalis ini melarang penggunaan bangunan Masjid Aya Sofia
untuk shalat dan mengganti fungsi masjid menjadi museum. Mulailah
proyek pembongkaran Masjid Aya Sofia. Beberapa desain dan corak bangunan
yang bercirikan Islam diubah lagi menjadi gereja. Praktik keagamaan,
baik Nasrani maupun Muslim dilarang dilakukan di dalam kompleks Hagia
Sophia.
Sejak difungsikan sebagai museum, para pengunjung bisa menyaksikan
budaya Kristen dan Islam bercampur menghiasi dinding dan pilar pada
bangunan Aya Sofia. Bagian di langit-langit ruangan di lantai dua yang
bercat kaligrafi dikelupas hingga mozaik berupa lukisan-lukisan sakral
Kristen peninggalan masa Gereja Hagia Sophia kembali terlihat.
Secara nyata, detail mengenai bangunan ini kusimak secara perlahan.
Sebagaimana gambaran yang pernah kubaca dalam buku pemberian sahabatku
yang berjudul ‘ 99 Cahaya di Langit eropa” – Menapak jejak Islam di
Eropa, ditulis oleh Hanum Rais.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar