A. Pengertian Sifat Malu
Menurut bahasa berarti perubahan, kehancuran
perasaan atau duka cita yang terjadi pada jiwa manusia karena takut dicela.
Sedangkan menurut istilah adalah aklak yang sesuai dengan sunnah yang
membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan
menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk
menjalankan hak Allah.
Al Hayaa-u ‘malu’ ialah menahan jiwa dari
perbuatan yang jelek, dan mual ( jijik ) apabila melakukan perbuatan yang akan
dicela. Rasa malu merupakan ciri yang paling tepat dan jelas untuk hidup dan
naluri yang ( dhamir ) baik, serta perasaan yang halus. Barang siapa yang
menjadikan al-haya sebagai akhlaknya yang paling pokok, maka orang itu akan
terjaga dari perbuatan yang buruk dan hal-hal yang hina. Jika jiwanya merasa
jijik untuk melakukan yag buruk, maka dia akan menjauhi dan berpaling darinya.
Dengan demikian, sifat malu merupakan sifat yang paling utama dan paling agung,
dan seseorang yang diberi sifat atau pribadi pemalu, maka sesungguhnya dia
telah mempunyai segala kebaikan.
B. Malu itu Bagian dari Iman
Abu Mas’ud, Uqbah ibn Amr Anshari al Badri r.a.
megatakan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”Perkataan (sabda Nabi paling pertama
yang dikenal atau diketahui manusia adalah,”Jika kamu tidak malu, maka
lakukanlah semaumu.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ahmad ).
Pemahaman Hadits :
1. Dari warisan para nabi : Malu adalah akhlak
asasi yang mulia, pendorong yang kuat untuk mengerjakan yang baik dan
meninggalkan yang buruk. Oleh karena itu, warisan para nabi yang terdahulu yang
belum dihapus hukumnya dari syariat mereka, diberlakukan diantara sesama
manusia, diwariskan para rasul dari generasi kegenerasi, termasyhur dan
dipegang teguh oleh manusia sampai datangnya generasi awal dari umat Islam
adalah sifat malu.
2. Makna hadits, terdapat penjelasan dari tiga
ulama besar mengenai hadits ini :
a. Perintah yang bermakna ancaman, seakan Nabi SAW
bersabda, “Jika kamu tidak punya malu, maka lakukanlah apa yang kamu suka,
karena Allah akan membalasmu dengan balasan yang sangat keras.” Ungkapan
semacam ini juga terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu ketika Al-Qur’an berkata
kepada orang kafir “Kerjakanlah apa yang kamu sukai”.
b. Perintah yang bermakna berita, sebagaimana
sabdanya, “Maka bersiaplah tempat duduknya di neraka.” Dengan demikian, makna
hadits ini ialah sesungguhnya orang yang tidak mempunyai rasa malu akan
mengerjakan apa yang dia kehendaki, karena yang menghalangi dari
perbuatan-perbuatan buruk adalah rasa malu. Maka, barangsiapa yang tidak punya
malu, ia akan terjerumus ke dalam perbuatan keji dan munkar.
c. Perintah yang bermakna pembolehan, sehingga
artinya adalah jika kamu tidak merasa malu untuk melakukan sesuatu karena
merasa aman dari Allah dan dari manusia, maka lakukanlah, karena hal itu adalah
perbuatan yang mubah. sebab, pekerjaan jika tidak dilarang oleh syariat adalah
mubah ( boleh ).
3. Malu itu ada dua macam :
a. Malu kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya
celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan pujian Allah SWT. itu di atas
segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah SWT.
Orang-orang yang terpuji adalah orang yang dipuji oleh Allah. Maka haruslah
lebih malu kepada Allah daripada yang lain. Malu kepada Allah adalah jalan
untuk menegakkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan
karena jika seorang hamba takut dicela Allah, tentunya dia tidak akan menolak
ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Oleh karena itu malu merupakan sebagian dari iman.
b. Malu kepada manusia. Termasuk jenis malu adalah
malunya sebagian manusia kepada sebagian yang lain. Sebagaimana malunya seorang
anak kepada orang tuanya, istri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang
pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin
menikah. Dan ini salah satu bentuk malu yang dirasakan oleh jiwa yang
terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan,
kerendahan, dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa
malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa,
yang satu merasa malu kepada yang lain.
4. Apa yang tercela dari sifat malu. Ketika
perasaan malu dapat menghalangi manusia dari perbuatan jelek dan hina, maka dia
adalah akhlak yang terpuji karena ia akan menyempurnakan iman, dan tidak akan
mendatangkan kecuali kebaikan. Namun ketika malu melewati batasnya hingga
menjadikan pemiliknya gelisah, grogi dan tidak berani untuk berbuat yang
seharusnya tidak malu daripadanya, maka malu tersebut adalah tercela karena ia
malu bukan pada tempatnya, seperti perasaan minder yang menghalangi untuk
mendapatkan ilmu dan meraih rizki.
5. Malu wanita muslimah. Wanita muslimah menghiasi
dirinya dengan sifat malu. Di dalamnya kaum muslimin bekerja sama untuk
memakmurkan bumi dan mendidik generasi dengan kesucian fitrah kewanitaan yang
selamat.
6. Buah dari rasa malu. Buah dari rasa malu adalah
’iffah (menjaga kehormatan), barang siapa yang memiliki rasa malu sehingga
mewarnai seluruh amalnya maka secara otomatis dia akan berlaku ’iffah.
7. Kebalikan dari malu adalah waqahah (tidak punya
malu). Ia merupakan sifat tercela karena akan menyeret pemiliknya tenggelam
dalam kejahatan dan tidak akan mempedulikan cacian dan hinaan, hingga dia
berani secara terang-terangan melakukan kejahatan.
8. Kewajiban orang tua dan pendidik dalam
masyarakat Islam adalah mengajarkan dengan sungguh-sungguh sifat malu dan
menempuh jalan pengajaran yang sudah diajarkan, mencakup pengawasan prilaku dan
perbuatan anak-anak, menjauhkan hal-hal yang bertolak belakang dengan keutamaan
malu, memilihkan teman yang shalih dan menjauhkan teman yang jahat, memberikan
arahan untuk memilih buku-buku yang bermanfaat, menjauhkan dari hal-hal yang
merusak, seperti film, humor dan kata-kata kotor.
9. Hadits ini menunjukkan pada kita bahwa malu itu
semuanya baik. Barang siapa yang banyak malunya banyak kebaikannya dan barang
siapa yang sedikit rasa malunya, maka sedikit pula kebaikannya.
10. Tidak boleh malu dalam mengajarkan hukum-hukum
agama dan tidak boleh malu dalam mencari kebenaran.
Sungguh beruntung orang-orang yang memiliki rasa
malu. Islam telah memberikan tempat yang mulia bagi perasaan malu.
Lalu apakah rasa malu yang kita miliki bisa
menghambat kita dari pengembangan diri, dari tampil di muka umum, dari
memberikan koreksi terhadap orang lain, atau dari kebaikan-kebaikan yang harus
dilakukan dengan kepercayaan diri ( PD ), dan terkadang kita masih belum
terlalu PD atau masih suka sering salah, seperti misalnya berbicara di forum formal,
atau aktivitas yang terlihat orang ?
Sesungguhnya bukan itu rasa malu yang dibahas
disini. Rasa malu yang dibahas adalah perasaan malu untuk berbuat kemaksiatan,
perasaan malu terhadap Allah, dan perasaan malu kalau tidak berbuat kebaikan.
Nah, itulah rasa malu sebenarnya.
Kalau dalam konteks rasa malu untuk tampil di
depan umum, belum percaya diri, grogi, takut salah, dll, maka mungkin itu lebih
tepat digolongkan ke dalam rasa minder. Karena sesungguhnya rasa malu itu punya
tempat, dan rasa malu yang baik itu pastikan membawa kebaikan bagi pemiliknya.
Karena arti malu adalah menjauhkan diri dari
perbuatan yang tercela atau menahan diri dari mengerjakan sesuatu atau
meninggalkannya karena khawatir mendapat cacian, maka seruan untuk meninggalkan
semua kemaksiatan dan kejahatan. Disamping itu malu adalah salah satu sifat
kebaikan yang disukai oleh manusia. Mereka melihat bahwa ketiadaan sifat malu
adalah kekurangan dan aib, sebagaimana malu juga adalah tanda dari kesempurnaan
iman.
“Malu itu cabang dari iman”. Dan “Malu tidak
mendatangkan kecuali kebaikan”. Bahkan secara global, bahwa hukum-hukum dan
arahan-arahan dalam islam adalah bertujuan untuk membangun kebaikan dan
kebenaran, dakwah yang hangat dan ikhlas untuk meninggalkan akhlak yang
tercela.
Siapa yang mempunyai sifat malu secara sempurna,
maka sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat yang sempurna dari Allah dan
agamanya pun telah lengkap. Rasa malu itu bahkan merupakan ciri yang paling
spesifik ( khusus ) dari akhlak Islam. Hal ini seperti diisyaratkan Rasulullah
saw. melalui sabdanya :
“Sesungguhnya setiap agama mempunyai akhlak, dan
akhlak Islam adalah rasa malu”. ( HR. Imam Malik rahimahullah ta’ala).
Ketika Rasulullah saw. ditanya :
Apakah rasa malu berasal dari agama? Maka jawaban
Beliau saw., justru agama secara keseluruhan adalah ( pancaran) rasa malu. (
HR. Imam Thabrani dan yang lainnya)
Rasa malu merupakan akhlak yang paling asli dan
pokok dari akhlak Rasulullah saw. hal itu antara lain diisyaratkan oleh salah
seorang sahabat bernama Abu Said al Khudri r.a. :
“Sesungguhnya Rasul saw. lebih pemalu daripada
malunya seseorang gadis yang dipingit di tempat pingitannya, lalu terlihat
laki-laki. Apabila Rasulullah saw. tidak menyukai sesuatu, kami melihatnya dari
wajahnya.” ( HR. Abu Daud ).
Sesungguhnya malu itu merupakan pagar yang paling
pokok untuk menjaga umat supaya sendi-sendinya tidak terserabut dan bangunannya
tidak hancur. Sebagai contoh, jika ada seorang pedagang yang tamak atau rakus
lantas berani menipu, lalu dia sadar dan merasa bahwa perbuatannya itu bertolak
belakang dengan keimanan dan agamanya, dia pun merasa malu untuk melanjutkan
kebiasaannya, sehingga akhirnya dia hanya ingin menjadi pedagang yang jujur,
luwes dan dapat dipercaya, maka selamatlah dia. Contoh lain, seorang gadis yang
merasa sangat malu, bahkan jijik meniru wanita-wanita yang berani memakai
pakaian-pakaian yang sangat tipis ( tembus pandang ), berjalan
berlenggak-lenggok dengan berbagai macam perhiasan, berani berdansa dengan
laki-laki jahat. Dia akan menahan diri untuk tidak berlaku seperti itu, maka
dia termasuk wanita yang salehah dan mempunyai rasa malu.
Jika sifat malu itu sebagian pokok dari keimanan,
maka orang yang memiliki sifat malu sudah pasti termasuk ahli surga, sedangkan
orang yang tidak mempunyai sifat malu, termasuk ahli neraka. Hal ini seperti
disebutkan Nabi Muhammad Saw. :
Artinya : “Malu itu bagian dari keimanan, dan
keimanan itu dapat memasukkan seseorang ke dalam surga, sedang sifat yang keji
( tidak malu ) adalah sifat yang kasar, dan sifat kasar itu menyebabkan masuk
neraka.” ( HR. Imam Ahmad, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih ).
Jadi intinya, milikilah rasa malu, karena rasa
malu itu memiliki keutamaan yang tinggi dalam Islam, sehingga akhirnya rasa
malu itu bisa menghalangi kita dari berbuat dosa maupun kemaksiatan. Namun,
tempatkan rasa malu itu pada koridornya yang benar, untuk beberapa hal, menjadi
seorang yang pemalu itu tidak tepat, contohnya ketika ingin menuntut ilmu,
ataupun ketika kita akan berbuat kebaikan, karena sesungguhnya rasa malu itu
membawa kebaikan.
KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa sifat malu merupakan sifat yang paling utama dan paling agung, dan
seseorang yang diberi sifat atau pribadi pemalu, maka sesungguhnya dia telah
mempunyai segala kebaikan.
Macam-macam malu ada 2 :
1. Malu kepada Allah SWT.
2. Malu kepada manusia
Dan intinya, milikilah rasa malu, karena rasa malu
itu memiliki keutamaan yang tinggi dalam Islam, sehingga akhirnya rasa malu itu
bisa menghalangi kita dari berbuat dosa maupun kemaksiatan. Namun, tempatkan
rasa malu itu pada koridornya yang benar, untuk beberapa hal, menjadi seorang
yang pemalu itu tidak tepat, contohnya ketika ingin menuntut ilmu, ataupun
ketika kita akan berbuat kebaikan, karena sesungguhnya rasa malu itu membawa
kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar