Pada masa generasi Thabi'in, ada seorang ulama (cendekiawan)
yang sangat luas dan mendalam keilmuannya. Sampai-sampai oleh para ulama
lainnya digelari "Rabi'atur Ra'yi" (Logika musim semi). Gelar untuk
menggambarkan betapa jenius ulama ini.
Praktis, Rabi'atur Ra'yi menjadi tujuan uatama para penuntut
ilmu untuk belajar. Tidak terkecuali Malik bin Anas. Seorang remaja yang kelak
akan dikenal sebagai Imam Malik Rahimahullah, peletak dasar Madzhab Maliki.
Ada momen terpenting, menurut saya, yang perlu kita underline,
ketika Malik bin Anas akan belajar kepada Rabi'atur Ra'yi, yaitu nasehat sang
Bunda. "Nak, camkan pesan ibu, pelajarilah olehmu adab Rabi'atur Ra'yi
sebelum kau pelajari ilmunya."
Sebuah pesan singkat, namun sangat mendalam maknanya.
Sejatinya, ada pesan lain yang tersirat dari pesan Bundanya Malik bin Anas,
yaitu "Nak, jika kau tak temui adab pada diri Rabi'atur Ra'yi, maka kau
tak perlu buang-buang waktu belajar ilmu kepadanya
Allah telah menyindir keras para ahli ilmu (Rabi) Bani
Israil yang tiada adab dalam dirinya dengan perumpamaan seekor keledai yang
memikul kitab-kitab dipunggungnya (QS. 62: 5). Keledai tentulah tiada paham
untuk apa kitab-kitab yang dipikulnya itu.
Demikianlah, Allah menyindir keras para ahli ilmu yang
berjilid-jilid kitab dalam kepalanya, namun tiada adab tertanam dalam diri dan
lisannya. Sia-sia ilmunya.
Bahkan, malah menyeretnya pada kehinaan.
Pantas jika para ulama sepakat, "Kada al-adab qabla
al-'ilm" (Posisi adab itu sebelum ilmu).
Syaikh Ibnu Mubarak, seorang ulama yang sangat shalih,
berkata, "Thalabtul adab tsalatsuna sanah wa thalabtul 'ilm 'isyrina
sanah" (Aku belajar adab 30 tahun lamanya, sedang aku belajar ilmu hanya
20 tahun lamanya).
Jernih sekali nasehat Imam Asy-Syafi'i kepada Imam Abu
Abdish Shamad, gurunya anak-anak Khalifah Harun Al-Rasyid, "Ketahuilah,
yang pertama kali harus kamu lakukan dalam mendidik anak-anak khalifah adalah
memperbaiki dirimu sendiri. Karena, sejatinya paradigma mereka terikat oleh
paradigma dirimu. Apa yang mereka pandang baik, adalah apa-apa yang kau
lakukan. Dan, apa yang mereka pandang buruk, adalah apa-apa yang kau
tinggalkan."
Guru/pendidik berperan penting dalam lahirnya
generasi-generasi terbaik dari sisi ilmu yang tentunya prilaku-prilaku yang
lahir dari pendidikan itu sendiri akan berpengaruh pada peserta didiknya. Maka
harusnya tiap pendidik berperan sebagai teladan agar tercapai apa yang menjadi
tujuan dari pendidikan. Dalam hal ini ada yang tidak boleh terlewatkan sebelum
penyampaian ilmu yaitu al-adab qoblal ilm atau “adab itu sebelum ilmu”.
Adab adalah ahlaq sebelum ilmu, itu artinya seorang murid
harus belajar adab sebelum ilmu begitupun seorang guru harus memiliki adab
sebelum menyampaikan ilmu dan seorang murid wajib belajar dari gurunya adab
sebelum ilmunya. (ust. Budi Ashari, Lc)
Al-Qur’an telah menerangkan tentang ini dalam surah
al-jumu’ah :5
Ahli taurat seperti seekor keledai, dalam hal ini keledai
atau himar merupakan binatang yang menurut orang arab adalah lambang
al-hamaqoh, dimana keledai melambangkan
kebodohan, dan merupakan hewan yang tidak dapat diajari apa-apa. Perumpamaan yang sangat buruk bagi mereka
yang mendustakan ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala, karena adab keseharian
mereka, tidak sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.
Hal ini disampaikan oleh Allah pada surah Al-Baqoroh:75
Mereka mengubah-ubah kalamulloh setelah mereka mengetahui
ilmunya.na’udzubillah. Maka dari sinilah diketahui bahwa ahlaq seorang guru
adalah bukan merupakan pilihan tapi merupakan sebuah keharusan. Seorang guru
harus sekaligus menjadi teladan bagi anak didiknya. Karena tanpa keteladanan,
pendidikan hanya akan seperti sekedar pepesan kosong, hal ini tidak memberi
sedikitpun manfaat yang seolah “masuk telinga kanan, keluar telinga kiri” tidak
akan ada fungsinya.
Sadar atau tidak sadar, bahwa murid itu meneladani guru
sebelum dia belajar ilmu.mubarak
Dari sini diketahui berapa lamanya abdullah mempelajari adab
gurunya dibangiding ia mempelajari ilmu gurunya. Masya’Allah, karena
sesungguhnya ilmu itu tidak begitu rumit dibandingkan seseorang belajar
meneladani gurunya.
adab itu 2/3 ilmu. Artinya jika seseorang ingin mendapatkan
ilmu yang bermanfaat, banyak dan melimpah maka belajar adab sebelum belajar
ilmu. Ini merupakan PR besar seorang guru, bagaimana anak didik kita
mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan melimpah? sementara dia tidak memberikan
contoh yang baik dengan kata lain tidak dapat diteladani.
Dengan kata lain jika seorang guru tidak dapat diteladani
maka 2/3 ilmu itu hilang.
Saat imam malik Rohimahullah kecil kemudian dia memutuskan
akan belajar di majelis ilmu pada seorang guru yang sangat cerdas hingga
dijuluki Robi’atul Ro’i atau logika di musim semi. Lalu dia berpamitan kepada
ibunya, setelah dipakaikan pakaian yang rapi beserta surbanya, ibunya pun
berkata “Pergilah nak, pelajarilah adabnya sebelum engkau mempelajari ilmunya”,
ma sya’Allah.
Hanya keteladanan Guru yang mampu menembus hati murid
Saat seorang guru mengajarkan ilmu, dengan keteladanan itu
ia mampu menembus hati anak didiknya dengan tajam hingga seluruh ilmu akan
merasuk kedalam hati dan dirinya, la hawla walla quwwata ila billah. Sebuah
ilmu yang baik jika tidak diamalkan oleh gurunya kemudian diajarkan kepada
muridnya, maka ilmu itu tidak akan dapat menembus hati muridnya karena tidak
disampaikan dengan hatinya. Benarlah kata imam ahmad alah sebuah hadistnya:
Imam Syafi’i Rohimmahulloh,suatu hari menemui Harrun
Ar-Rosyid kemudian dia di persilahkan duduk disampingnya ada Abu Abdi Shommad
guru dari anak-anak Harrun Ar- Rosyid,
sang kholifah. Kemudian Shirojjul Khoddim berkata kepada Imam Syafi’i:
“Wahai Amirul mu’minin, ini anak-anak kholifah Harrun Ar- Rosyid dan ini guru
mereka, alangkah baiknya jika Anda memberikan nasihat bagi gurunya”
kemudian Imam Syafi’i menjawab:”Jadikanlah permulaan
perbaikan untuk anak-anak amirrul mukminin adalah dengan memperbaiki dirimu
sendiri” alasannya “karena mata mereka,akan terikat dengan matamu, yang baik
menurut mereka adalah yang kamu angggap baik, yang buruk menurut mereka dalah
apa yang kamu tinggalkan”
Masya Alla, inilah yang menjadi pelajaran sekaligus jawaban
mengapa hari ini ilmu hilang? mengapa generasi kita tidak istimewa dari sisi
moral ahlaq dan adabnya ternyata sumber utamanya adalah gurunya.
Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi guru
Rosululloh SAW merupakan teladan terpuncak sekaligus menjadii guru besar bagi seluruh manusia. Sebagaimana tercantun
dalam suroh Al-Imron : 159
Ini ahlaq atau keteladanan dan keteladanan itu akan
menghindarkan kita dari lahirnya himar / keledai dalam pendidikan kita.
karena dengan keteladan itulah ilmu yang disampaikan akan
sesuai dg moral gurunya dan ilmu yang diperoleh muridnya akan bermanfaat bagi
dirinya. Wallohu ‘alam bii showab..