Alhamdulillah kita masih diberi kesempatan oleh Alloh Swt untuk mengisi dan menikmati bulan yang penuh berkah sehingga kita menyambutnya dengan penuh makna.
Makna etimologis dan terminologis
Secara etimologis (bahasa), kata tarhib berasal dari fi’il “ra-hi-ba, yarhabu, rahbun”yang berarti luas, lapang dan lebar. Dan selanjutnya menjadi fi’il “rahhaba, yurahhibu, tarhiban” yang mengandung arti menyambut, menerima dengan penuh kelapangan, kelebaran dan keterbukaan hati. (Kamus al-Munawwir).
Menurut Kamus Al-Munjid (Kamus Besar Bahasa Arab),marhaban berasal dari akar kata rahib (ra-ha-ba) yang artinya menyambut. Masdarnya adalah tarhibyang mengandung makna penyambutan.
Kebiasaan orang Arab ketika menyambut tamunya, ungkapan yang biasa mereka sampaikan (ucapkan) adalah: marhaban, maksudnya kedatanganmu aku terima dengan penuh keterbukaan, seisi rumah kami menyambutmu dengan dengan segala kelapangan.
Sebagai catatan, dalam bahasa Arab, kata “tarhib” bisa punya dua makna. Pertama, kata tarhib (pake huruf ha besar), berasal dari rahhaba-yurahhibu atau arhaba-yurhibu, artinya ancaman. Derivasinya ada kata irhab (teror), irhabiy (teroris).
Kedua, kata “tarhib” (pake huruf ha tipis), dari kata ini lahir kata marhaban (menyambut gembira, senang, dll).
Nah, yang dimaksud “Tarhib Ramadhan”, berarti yang dimaksud adalah menyambut gembira Ramadhan (yang pake ha tipis).
Secara terminologis (istilah), kata tarhib Ramadhan berarti
menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan segala kesiapan, keluasan,
kepalapangan, keterbukaan dan kelebaran yang dimiliki, baik materil
maupun spritual, jiwa dan raga serta segala apa yang ada dalam diri
kita.
Jadi ketika kita mengatakan: “aku men-tarhib Ramadhan”, itu bermakna kedatangan bulan Ramadhan akan aku sambut secara total, maksimal dan optimal. Antara istilah Tarhib dan Marhaban,
secara teori dan makna sama-sama bisa digunakan karena mengandung arti
yang sama yaitu menyambut dengan senang hati, gembira, lapang dan secara
terbuka lebar.
Ibnu Mandzur (630-711 H), seorang ahli Bahasa Arab pernah menjelaskan bahwa Ramadhan berasal dari kata al Ramadh, yang artinya panas batu akibat sengatan sinar matahari. Ada juga yang mengatakan, Ramadhan diambil dari akar kara ramida,
keringnya mulut orang yang berpuasa akibat haus dan dahaga. Dengan
pengertian di atas, Ramadhan sebagai simbol sengatan sinar matahari yang
bisa mempengaruhi dan memanaskan batu. Sementara batu sering
disimbulkan dalam Al-Quran untuk orang yang memiliki hati yang keras.
Namun Ramadhan mampu membuat panas dan hati yang sekeras batu bisa
terpengaruh. (Misteri Bulan Ramadhan, Yusuf Burhanuddin, QultumMedia)
Gebyar dalam menyambut Ramadhan merupakan bagian dari syi’ar Islam.
Warna warni menghiasi segala penjuru nusantara dengan kajian, ta’lim
tabligh akbar dengan mengundang para ulama yang sengaja didatangkan dari
luar daerah untuk memberikan pencerahan dan pembekalan dalam
detik-detik memasuki Ramadhan.
Namun terntunya, kita juga selalu menasehati dan mengingatkan
saudara-saudara kita semoga tidak terjerumus ke dalam perkara-perkara
yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Beberapa hal bisa kita lakukan dalam mentarhib Ramadhan:
Pertama, menyambutnya dengan penuh rasa gembira, karena
bulan Ramadhan sangat banyak faedah dan keutamaan-keutamaan yang
terdapat di dalamnya, pintu Syurga dibuka, pintu Neraka ditutup. Pahala
dilipat gandakan, amalan sunnah menjadi wajib dan masih banyak lagi.
Kedua, mendatangi berbagai kajian puasa Ramadhan guna
meningkatkan pengetahuan tentang Ramadhan. Agar hari-hari yang dilewati
semenjak hari pertama sampai terkahir tinggal pemantapan dan pelaksanaan
saja.
Ketiga, melakukan persiapan fisik, mental dan spritual.
Sejak awal sudah ada perencanaan yang matang mulai dari menyiapkan
mushaf khusus untuk tadarrus dan, berazzam membaca tafsir
al-Qur’an selama Ramadhan. Membeli buku-buku yang berkaitan dengan
pengetahuan puasa jika tidak berkesempatan mengikuti kajian bisa baca
sendiri di rumah.
Kehadiran bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara
tarhib Ramadhan seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk
berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim
dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan
terasa lebih indah jika dicerminkan dari hati yang suci. Karena itu, seringkali
kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama
satu bulan penuh ini.
Pada detik-detik menjelang kehadiran bulan Ramadhan, kita
seringkali melakukan berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk
menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan
istilah tarhib Ramadhan alias menyambut Ramadhan. Istilah tarhib yang dalam
bahasa Indonesia diartikan dengan "menyambut" memiliki makna
filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu yang
memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita ketika
sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati? Apalagi sudah ditunggu-tunggu
selama sebelas bulan. Sikap tersebut adalah wujud begitu besarnya cinta kita terhadap
bulan ini.
SDi lingkungan kita, pada saat menjelang bulan Ramadhan,
terdapat tradisi unik untuk mengungkapkan kebahagiaan luar biasa. Ada yang
berpawai ria dan konvoi, ada pula yang melakukan long march, ada yang menyebar
jadwal imsak, ada yang silaturahim seperti halnya lebaran, ada yang
bermaaf-maafan, ada yang kumpulan, ziarah ke makam keluarga alias nyekar,
ngariung, megengan, munggahan, kirab, dan masih banyak lagi tradisi sejenis
lainnya. Bahkan tidak sedikit pedagang yang menabung hasil jerih payahnya
selama sebelsa bulan hanya untuk persiapan Ramadhan. Selama Ramadhan ia memilih
mudik dan tidak berjualan agar bisa fokus beribadah.
Apapun kegiatannya, yang jelas itu semua adalan bentuk
ungkapan kegembiraan menyambut Ramadhan. Jika kita bisa bergembira menyambut
Ramadhan, maka seharusnya kita bisa lebih bergembira dan semangat lagi kalau
Ramadhan tersebut telah datang, seperti saat ini.
Lalu, bagaimanakah cara Rasulullah saw menyambut Ramadhan,
alias tarhib Ramadhan? Beliau melakukan tarhib Ramadhan jauh-jauh hari sebelum
datangnya Ramadhan. Pada bulan Sya’ban, Rasulullah saw pun semakin meningkatkan
kuantitas dan kualitas ibadahnya. Beliau saw, misalnya, tidak pernah melakukan
puasa sunah sebanyak yang dilakukan di bulan Sya’ban. Salah satu dari hikmah
memperbanyak puasa di bulan Sya'ban adalah sebagai latihan puasa selama sebulan
penuh di bulan Ramadhan. Apakah itu bukan sebuah tarhib? Ya, begitulah salah
satu cara Nabi menyambut kehadiran Ramadhan, sebulan sebelumnya telah
dipersiapkan matang-matang.
Di samping itu, jika kita baca hadis-hadis Rasulullah saw
yang lain, pasti kita juga akan mendapati cara-cara beliau yang lain menyambut
kehadiran bulan suci ini. Adalah baginda Nabi Muhammad saw yang benar-benar
melakukan tarhib Ramadhan paling meriah dan paling lama. Beliau melakukan
tarhib Ramadhan tidak cukup sehari atau dua hari saja. Beliau mempersiapkan
penyambutan Ramadhan mulai dari menjelang kedatangannya hingga kepulangannya.
Ketika sudah datang pun, Ramadhan masih juga beliau sambut dengan meriah.
Dengan demikian, setiap hari di bulan Ramadhan adalah tamu agung yang
berbeda-beda. Hari-hari Ramadhan bak tamu agung yang datang silih berganti.
Penyambutan Ramadhan tidak dilakukan dengan sekadar
mengungkapkan rasa bahagia atau gembira saja, melainkan dengan persiapan matang
secara fisik dan mental agar kuat dalam menjalankan ibadah spesial selama
sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan bebas neraka karena kegembiraan
dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang popular di kalangan kita adalah
tidak berdasar alias palsu.
"Siapa yang bergembira karena menyambut datangnya bulan
Ramadhan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari neraka."
Riwayat tersebut hanya dapat dijumpai dalam kita
Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu, untuk bisa menyatakan bahwa
hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad saw adalah dengan sanad tersebut. Siapa
yang menyampaikan hadis tersebut menjadi penting untuk diketahui dan dikaji.
Karena tidak juga ditemukan, maka para ulama menegaskan bahwa ungkapan tersebut
bukan sebuah hadis Nabi saw. Entah siapa yang pertama kali mengucapkan ungkapan
itu, namun yang jelas, bila ungkapan itu dinisbahkan kepada Nabi saw, maka hal
itu menjadi hadis palsu dan kebohongan atas nama nabi yang pelaku dan
pengedarnya diancam neraka. Na'udzubillah wa nastaghfiruh.
Bergembira menyambut Ramadhan adalah sesuatu yang sah-sah
saja dilakukan. Namun, jika menjadikan hadis palsu di atas sebagai dasarnya,
hal ini menjadi masalah baru dalam beragama. Masih banyak hadis-hadis sahih
dari Nabi yang menyatakan kegembiraan akan kedatangan bulan Ramadhan selain
hadis palsu di atas. Cukuplah bagi kita dasar-dasar dari al-Quran dan
sunnah-sunnah nabi yang sahih sebagai acuan beragama kita, di dalam maupun di
luar Ramadhan.
Adalah Nabi Muhammad saw orang yang selalu memotivasi para
sahabatnya dalam berbagai hal, khususnya masalah keislaman dan Ramadhan. Beliau
selalu menyemarakkan malam-malam Ramadhan untuk qiyamullail. Beliau bersabda,
"Siapa yang bangun (menyemarakkan malam-malam) Ramadhan
karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu."
Tentu, yang dosa yang diampuni sebagaimana janji Allah
tersebut adalah dosa-dosa kecil, karena kalau dosa besar seperti syirik, zina,
membunuh orang, dan sejenisnya diperlukan taubat nasuha. Apalagi jika dosa
tersebut menyangkut hak orang lain, maka harus minta maaf terlebih dahulu
kepada yang berhak. Nah, begitulah cara Nabi menyambut ramadhan di malam hari.
Lalu, bagaimana cara beliau menyambut hari-hari Ramadhan kala siang hari?
Rasulullah saw bersabda,
"Siapa yang puasa (di siang) Ramadhan karena iman dan
mengharap ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Kalau di malam hari, Nabi memotivasi kita untuk bergadang
yang diisi dengan ibadah alias qiyamullail, maka pada siang harinya, kita
diperintahkan untuk berpuasa. Awas jangan sampe bolong kalau tidak benar-benar
dalam kondisi darurat karena sakit, musafir, atau datang bulan bagi wanita. Itu
pun harus diganti. Demikianlah, kalau semua itu kita lakukan dengan ikhlas
karena Allah, pasti bakal diampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dengan
ampunan itulah, kita bisa selamat dari lahapan Neraka, Si jago merah itu.
Mudah, bukan?
Kalau biasanya di saing hari kita makan-minum, jalan-jalan,
maka pastilah hal itu menguras tenaga dan juga kantong. Nah, dengan puasa kita
tidak menguras apa-apa. Berarti lebih mudah dong! Di samping itu, pada malam
hari kita juga biasa bergadang, apalagi kalau ada pertandingan bola, maka pada
malam Ramadhan kita juga melakukan hal yang sama, bergadang juga. Malahan, kali
ini bisa rame-rame lagi bareng keluarga dan masyarakat. Tidak perlu
berlama-lama, asalkan dilakukan dengan penuh keihlasan dan istikamah, yang
penting bergadangnya tidak disalahgunakan. Begitulah kanjeng Nabi kita
menyambut hari per hari di bulan Ramadhan. Berikut adalah testimonial
istri-istri beliau mengenai amaliyah Nabi saw di bulan suci,
"Dulu, Nabi saw ketika sudah memasuki sepuluh hari
terakhir (bulan Ramadhan) selalu menghhidupkan malamnya, membangunkan
keluarganya, dan mengencangkan sarungnya (tidak menggauli
istri-istrinya)." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Dulu, Nabi saw selalu bersungguh-sungguh (ibadah) di
bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di bulan lain. Dan di sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan, juga melebihi hari-hari selainnya." (HR. Muslim)
Malam-malam ramadhan selalu disemarakkan dengan beribadah,
qiyamullail: Shalat malam, membaca al-Quran, daibadah-ibadah lainnya. Semarak
malam-malam ramadhan juga diramaikan oleh keluarga beliau dan bahkan masyarakat
sekitarnya. Pernah suatu ketika, Nabi sedang menyemarakkan malam-malam
Ramadhan, kemudian diketahui oleh para sahabat, maka pada malam berikutnya,
beliau dikejutkan dengan banyaknya sahabat yang turut mengikuti beliau di
masjid. Lalu, nabi pun kasihan terhadap mereka sehingga beliau melaksanakannya
di rumah agar hal tersebut tidak diwajibkan bagi umatnya. Begitulah cara Nabi
dan masayarakatnya melakukan tarhib ramadhan hingga paripurna. Adakah di antara
kita yang menyambut Ramadhan lebih semarak dan meriah dibanding Nabi dan
sahabatnya itu?
Demikianlah, wujud kegembiraan yang hakiki dalam menyambut
hadirnya bulan Ramadhan. Ketika yang disambut, dirindukan dan dinanti-nanti
telah tiba, ia tidaklah dilewatkan begitu saja. Begitu istimewanya bulan
Ramadhan, maka sepuluh malam terakhir itu pun oleh nabi sekaligus dijadikan
sebagai malam perpisahan, Farewell party dengan ramadhan. Entah, kegiatan
apakah di seluruh belahan dunia ini yang acara pesta penutupan dan
perpisahannya dilakukan selama sepuluh hari? Apalagi di malam-malam farewell
party itu ada satu malam penganugerahan seribu bulan. Itulah malam teristimewa
yang tidak di dapati di malam-malam yang lain, lailatul qadar. Pasti seru,
beramai-ramai setiap malam bersama keluarga di bulan Ramadhan yang kita
sayangi, kita nanti-natikan sampai kedatangannya saja dirayakan secara
besar-besaran. Sebenarnya, kita semua sudah mengetahui dan bahkan menyadari
betul akan hal tersebut. Namun, kita seringkali lupa bahwa itulah esensi tarhib
Ramadhan, penyambutan bulan Ramadhan yang hakiki. Bukan, sekadar mengungkapkan
kegembiraan saat menjelang Ramadhan atau di awalnya saja, melainkan setiap hari
dan setiap saat hingga Ramadhan itu pulang dan akan datang kembali..
Tentu kita seharusnya juga masih ingat dan sadar betul atas
apa yang selalu kita minta selama dua bulan penuh menjelang Ramadhan. Ya, di
bulan Rajab dan Sya'ban kita hampir setiap hari diajari sebuah doa agar
disampaikan pada bulan Ramadhan.
"Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban,
dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan."